"Informasi kian meluas, berita hoak semakin merayap"
Musim pandemi belum berakhir. Setelah pergantian bulan dan pergantian tahun pun telah kita lewati. Namun kondisi dan korban positif korona makin bertambah. Hingga akhirnya orang-orang terdekat di vonis positif covid 19.
Satu Tahun di Jakarta
Bertahan di kota Jakarta adalah pilihan beberapa perantau untuk mencari peruntungan. Awalnya semua berjalan lancar, namun pada hari senin (2/3) 2020 Presiden Jokowi mengumumkan bahwa salah satu rakyat Indonesia dinyatakan positif. Hingga hari ini masih berdasarkan info di Liputan 6 oleh Devira Prastiwi, total yang positif korona 1. 298.608 positif, sembuh 1. 104.990 dan meninggal 35.014
Mengingat keadaan yang semakin pelik. Pemerintah pun mengeluarkan edaran PSBB di beberapa titik di Indonesia. Terutama Jakarta yang menjadi pusat perekonomian di Indonesia. Dampak besar dari PSBB perusahaan besar swasta maupun negeri tutup sementara, WFH, sekolah dan kampus belajar daring, hingga merambat ke usaha kecil rakyat di pinggir jalan, semuanya mengeluh.
Jakarta sempat beberapa bulan seperti kota mati. Semua aktifitas yang berhubungan dengan orang banyak musnah. Beberapa pendatang pun memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Pemerintah pun mulai kwatir dengan keadaan yang rumit merekapun memberikan bansos untuk warga sekitar, berupa beras, mie, dan bahan pokok lainnya. Sampai sekarang santunan bansos dari dampak corona ini masih berlangsung.
Dibalik ini semua saya sebagai perantau masih bertahan di Jakarta dan menjalani kehidupan pasang surut bersama seorang teman dan menetap di sebuah kosan di Jakarta.
Selama melakukan aktifitas diluar, saya dan teman mematuhi tiga M "memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan" tindakan simple yang harus dan kudu wajib dijalani semua orang. Meskipun demikian salah satu teman kosan divonis positif korona. Sempat khwatir karena kita satu kosan. Apalagi kita, sempat ngobrol beberapa hari yang lalu.
Hingga akhirnya pemilik kos mewajibkan kita untuk tes covid secara mandiri atau ke puskesmas.
Saya langsung konfirmasi keatasan kerja, atas kondisi yang saya hadapi ini, dan siap menerima resiko hasil tes. Untunglah, atasanku bisa memahami keadaan. Mengingat biaya tes PCR itu mahal. Kisaran dari 250.000-450.000 yang biasa, hingga jutaan. Sebagai anak kos saya dan teman memutuskan untuk tes gratis di Puskesmas Kebayoran saja.
Semua persyaratan sudah dipenuhi, dan jadwal pun keluar tanggal 29 Januari 2021. Saya pun dan teman datang jam 10 pagi. Sekedar info buat teman-teman tes covid di puskesmas itu berlangsung dari jam 10 pagi sampai jam 12 siang. Sebelum tes saya selalu minum Uc 1000 tiap siang, dan malamnya satu gelas wedang jahe .
Rasa cemas dan gelisah pun menghampiri pikiranku ketika tepat di pintu masuk puskesmas. Kita diarahin security ke lantai dua dan melihat beberapa orang telah ngantri di ruangan terbuka tersebut. Petugas kesehatan yang menggunakan baju APD bewarna putih itu tersenyum dan memberikan dua lembar kertas yang harus diisi setiap pasien.
Saya pun membaca dan mengisi setiap kolom yang berupa pertanyaan dan hubungan kita dengan korban positif. Setelah beberapa menit kertas tersebut saya berikan ke petugas. Dan menunggu giliran untuk tes Swab. Tes Swab atau PCR adalah merupakan proses pengambilan sampel lendir yang diambil dari hidung dan tenggorokan. Berfungsi untuk mencari genetic dari virus. Menurut saya ini hasilnya lebih akurat dibandingkan rapid antigen yang mengunakan darah sebagai sample. Namun hasilnya bisa berupa aktif atau reaktif. Jika hasilnya reaktif, pasien harus tes Swab untuk memastikan apa positif atau negative.
Daripada setengah-setengah mending langsung tes swab aja. Saran saya sih gitu. Oh ya kita kembali ke cerita. tes yang berlangsung sekejap itupun saya rasakan. Awalnya cuttobed panjang itu disodok kelubang hidung sebelah kanan, hingga menuju kesasaran lendir. Di saat kondisi itu Air mata pengen jatuh karena ngilu, setelah dikeluarin dari lubang kanan, langsung petugas mematahakan kapas kecil dan memasukan kedalam cairan bewarna merah dan diberi nama saya . kemudian berlanjut ke lobang hidung satu lagi. Saya hanya bisa menahan walapun ingin lari dari kenyataan. Wkwkwk