Dibalik jendela kaca angkot
Yang buram debu jalanan
Kulihat dua wanita menyeret dan mendorong pengeras suara
Celana setinggi lutut dan rambut cat pirang yang dikucir semberawut
Wajah kusam tanpa polesan
Tak ada goyangan dan niat menggoda
Hanya keringat bercucuran
Merekapun bergegas menuju keramaian
Menyapa dan mendekat orang-orang yang melamun
 melihat mereka berhenti sejenak, dan menyodorkan topi demi sekeping perak yang terselip dikantong jeans atau tas rombeng
Angkot ku jalan sungguh pelan
Terdengar suara yang nyaring tak berirama bernyanyi
Semakin laju angkot, suara itu menghilang
Masih kuingat
Helaan napas tak beraturan dan lirik sesuka hati keluar dari jiwa mereka berdua
Orang orang yang duduk termenung di jalanan tak sempat menikmati hiburan
Kepala pusing mikir uang untuk makan
Anak bini di rumah
Bak isi topi si pengamen jalanan, kosong melompong
Cuma bisa menatap sambil berbagi raut wajah senyum
Ketika lagi tak bisa bantu apa-apa
Malam yang kesekian kalinya
Untung tak ujan
Seberapa pun rejeki tetap dicari
Tanam saja akal sehat
Dan tanggung jawab hidup atas napas yang tak perlu dibayar ke Tuhan