Kato Nan Ampek adalah sebuah aturan dasar berkomunikasi orang Minangkabau. Sejauh saya sadari ini telah mendarah daging dalam hidup saya, keluarga dan masyarakat Minangkabau. Mempelajari adat dan tradisi merupakan kewajiban bagi kita semua, agar tidak luput dari kebiasaan dan pesan leluhur.
Dari sekolah dasar kami anak-anak Minangkabau dibekali dengan ilmu, tradisi dan budaya. Mempelajari Budaya Alam Minangkabau (BAM), tidak terlepas dari aturan pemerintah Sumbar, bahwa seorang pribumi harus tahu dengan tradisi ditanah kelahiran nya.Â
Bertambahnya umur, dan semakin maju serta canggihnya teknologi, kadang kita luput dengan hal yang mendasar. Oleh sebab itu dengan senang hati saya ingin menjabarkan kembali, dan jangan lupa dipraktekkan. Karena kita hidup dengan bersosialisasi bersama manusia lainnya.
Baca juga : Mengenal Kebudayaan Minangkabau
"Anak ikan dimakan ikan, gadang ditabek anak tenggiri. Ameh bukan perakpun bukan, budi saketek rang haragoi". Artinya: Hubungan yang erat sesama manusia bukan karena emas dan perak, tetapi lebih diikat budi yang baik.
Sesuai dengan pepatah diatas sangat jelas, bahwa kita manusia bergaul bukan karena harta, tapi erat dengan akhlak yang santun
Kato nan Ampek terdiri dari Empat Jenis. Ampek berarti Empat dalam bahasa Indonesia.
1. Kato mandaki
Artinya kata mendaki. Merupakan aturan berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dari umur kita serta jabatannya lebih tinggi. Selalu Berbicara santun dan menghormati nya. Jangan pernah memanggil dengan hanya sebutan namanya saja. Misalnya berbicara kepada orangtua, guru, ustad, kakak senior, atasan kerja (bos), pemimpin pemerintahan atau negara.
Anjalai pamaga koto, tumbuah sarumpun jo ligundi, kalau pandai bakato kato, umpamo santan jo tangguli.
(Seseorang yang pandai menyampaikan sesuatu dengan perkataan yang baik, akan enak didengar dan menarik orang yang dihadapi)
Jadi beruntung lah mereka yang selalu hidup menghargai dan bersikap santun kepada orang lainÂ