Dia bukanlah  siang dan malam
Mereka hanya sepasang  kemurnian
Lahir dikala subuh dan mati dikala senja
Kemudian kembali ke rantai cakrawala
Bagiku waktu bukan jam dinding yang berdetak
Dua belas angka yang tak bisa digugat
Yang menghantui jiwa dan ragamu
Bagiku waktu bukan empat musim
Yang berkamuflase, iitu adalah tuntutan alam
Dan kau tidak bisa bertahan di satu musimpun
Bagiku waktu bukan hari yang dihitung
Hingga esoknya kau berjanji, bahwa Senin itu tak terhingga
Waktu bukan sekedar
Kemaren, hari ini, esok dan lusa
Tapi waktu adalah evolusi jiwa manusia
Lahir, berkembang, meresap dan mengarungi bumi yang di pijak
Dan berporos di keabadian
Manisnya luka dan pahitnya kebahagiaan menjadi saksi waktu
Hati yang membara adalah emosi waktu
Mata yang berduka adalah tangisan waktu
Mulut yang bungkam adalah penjilat waktu
Perut yang kosong adalah kelaparan waktu
Tubuh yang lumpuh adalah permainan waktu
Waktuku berbeda dengan kau
Aku punya waktu sendiri
Aku  merana, puas dan hancur karena bom waktuku
Jadi, meskipun kau teman ranjangku
Kau dan aku punya cara tunggal untuk mencintai waktu
Karena waktu tafsiran  dari rasa dan karsa bagi setiap insan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H