Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gilang, Aku Ikhlas

16 Oktober 2019   11:15 Diperbarui: 16 Oktober 2019   11:55 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Getir dan menyayat ke ulu hati. "Yaudah, keputusan Ada ditanganmu Lu"

"Tapi, aku ngak tahu perasaannya sama ku May" ungkapnya dalam ragu.

Kupegang erat tangan Lulu yang dalam keraguan "Kamu yakin ngak?"

"Yakin dalam keraguan!!" putus Lulu sambil mengangkat kedua bahu.

Tak perlu panjang dialog pada siang itu,  di sebuah kursi kayu kampus .  Ku tatap Mata Lulu yang tulus mencintai Gilang, yang baru saja lewat dengan motor Vespa merah andalannya dan melebarkan senyuman.

***

Dibalik kepeduliannku dengan masalah percintaan Lulu dengan Gilang. Ada jiwa yang berdebu di tengah Samudra. Terbang berpencar di angin kegalauan.
Keputusanku sudah bulat untuk memberikan penyemangatku, selama ini. Lucu memang tapi itulah adanya. Gilang dengan wajah manisnya, merubah suhu panas menjadi dingin sesaat ku bersamanya.

Tidak Ada hubungan serius antara aku dengan Gilang. Dia hanya senior ku di kampus. Gabung berorganisasi dengan Gilang di UKM Pramuka membuat perubahanan dalam diriku untuk bertindak. Membuatku jadi mandiri, gesit dalam menyelesaikan tugas dan masalah.
Kagum sama Gilang, adalah rahasia yang dipendam beberapa teman wanita yang gabung dengan UKM Pramuka.
Gilang juga termasuk cowok yang misterius. Pikiran dan tatapannya tidak bisa ditebak. Mencintai satu atau lebih perempuan pun dalam hati Gilang. Hanya Gilang dan Tuhan yang tahu.

***

Dua malam sudah kami tidak melihat Gilang di kegiatan kemah bersama. Katanya sih dia sedang sibuk dalam persiapan ujian. Pembimbing bilang dia akan datang ketika malam penutupan. Lulu menghampiriku "May, kayaknya dia ngak datang" bisik Lulu ditelingaku dengan kecewa

"Kita lihat aja sampai tengah malam ini May" tegasku yang juga sedang berharap kedatanganya.

"Kata Sebo dia lagi sibuk persiapan untuk pameran karya" ungkap May, dengan mata melirik kanan kiri, berupaya cuek dengan ketidakhadiran Gilang dengan melihat roundown kegiatan yang disinari dengan senter HP.

"Penanggung jawab makan malam siapa ya?" Tanyaku dengan May

"Gilang kemana sih? Akhir-akhir ini aku sering mimpiin dia lo May" jawab Lulu dengan nada rendah.

"Aduh, ngak nyambung kali jawaban Lu, sekarang fokus aja sama kegiatan penutupan ini, palingan besok ketemu di kampus" jawabku dengan cuek.
Langsung Lulu memukul pundakku dengan kertas rundown.

"Susah curhat sama kamu May"  Kesal Lulu.

Kemudian salah satu teman memanggil Lulu dari HT "Monitor Lulu untuk ke kemah P3K"

"Ya, tunggu di Sana" jawab May yang panik. Ketika yang lain sibuk dengan tanggung jawab masing-masing . Saya berjalan menuju ke tiap kemah peserta, dan memantau keadaan peserta Pramuka. Sebagai Tim P3K bersama Lulu ,saya harus memastikan kesehatan peserta setelah siap kegiatan hiking tadi siang.

Lentera cahaya malam dengan  lampu corong, menyinari di beberapa titik. Membuat tempat perkemahan berkilau di bawah sinar bulan. Obor api pun ikut menyemarakkan kegiatan pramuka malam ini. Nyanyian binatang malam ditengah hutan menemani langkahku di setiap kemah.

Seperti biasa jam 10 malam kami semua panitia  berkumpul untuk evalusi. Hal yang paling kutunggu untuk bisa melihat Gilang lebih dekat. Tapi karena Gilang tidak hadir. Suasana hatiku tidak semangat malam ini.

Raut wajah Lulu yang murung, sangat begitu jelas. "Gilang mana sih" bisik Lulu keribuan kalinya.

"Fokus sama kegiatan Lu"

Jawabanku yang tidak pernah jujur dengan Lulu, secara perlahan membuatku dibunuh secara perlahan dengan perasaan sendiri.

***

Safia adalah teman akrabku yang juga ikut gabung dengan UKM Pramuka. Safia tidak hanya teman bagiku namun sudah kayak saudara. Tidak Ada benang merah antara aku dengan Safia. Gilang yang aku cintai secara sadar, diketahui oleh Safia. Bercerita tentang cinta dengan Safia, membuatku lega dengan kebungkamanku memendam rasa.

Melihat ketidakjujuranku kepada Lulu, Safia marah "May, kamu  jangan sok Kuat, ngak usah comblangin Gilang dengan Lulu" tegas Safia disamping ku
ketika Lulu pergi keluar dari tenda.

"Itu sudah menjadi keputusan ku Fia, setelah aku pikir panjang" jawabku dengan tegas.

"Kita lihat aja nanti, Gilang sukanya sama siapa?" tantang Safia.

Setelah berdebat dengan Safia, Lulu datang dengan rona wajah merah. "May, May Gilang datang!" dan mengambil cermin untuk berkemas diri.

Safia melihatku dengan mata tajam di belakang Lulu. Saya mencoba menghindar dari tatapan Safia. Untunglah Lulu mengajakku keluar tenda.
Sesuai jadwal rundown kegiatan, malam jam 12 semua panitia dan peserta ngumpul untuk penutupan. Api unggun sudah disiapkan untuk menghangatkan tubuh dan untuk membakar jagung.

Saya memilih duduk bagian depan bersama Safia. Lulu, dia memilih untuk duduk bagian belakang, supaya bisa melihat Gilang lebih dekat. Ketika kegiatan berlangsung saya juga melirik Gilang dengan penuh hati-hati. Bahagianya hidupku malam itu, di malam yang romantis ini ada Gilang dari kejauhan. Jangan sampai ketahuan sama Fia dan Lulu  mataku yang sedang curi-curi pandang dengan sudut mata kanan.

Tidak lama kemudian Gilang hilang dari lingkaran api unggun. Mata ku mencoba mencarinya. "Kok Gilang hilang?" gemuruh dalam hati.

"May boleh duduk ngak di sampingmu?" terdengar suara laki-laki yang mengejutkan seluruh ragaku.

Langsung kujaga jarak "Boleh, Lang"

Safiapun mencubit kakiku "Tuh kan, udah dibilang Gilang tuh nyaman sama kamu May" bisik Safia.

"Diam Fia" bisikku balik.

Seperti biasanya aku akan risih dan menatap Gilang dengan garang. Secara halus Ingin mengusirnya.

"May, aku heran sama kamu, kamu benci ya sama aku, tiap aku lihat kamu. Pasti kamu selalu menghindar dari pandanganku" ucap Gilang

"Ngak Ada, biasa aja Gilang" gerogiku menjawab.

Karena niat aku dari awal untuk mencomblangkan Gilang dengan Lulu , jadi Lulu kupanggil untuk bergabung bersama kami.

"Lu, duduk sini samping ku" teriakku ke Lulu. Lulu hanya ngasih kode untuk Tutup mulut. Sedangkan Gilang tetap duduk disampingku dan kepo dengan alasan aku membencinya.

Saya bersikap seakan tidak terjadi apa-apa. Biarlah Gilang penasaran dengan diriku. Cukup aku, Fia dan Tuhan yang tahu perasaan ini.
Ketulusan Lulu Kepada Gilang jauh lebih baik dari diriku. Cinta tak harus bersatu. Karena cinta adalah akar bukan mahkota bunga yang harus terlihat dipermukaan.

Untuk mengiklaskan Gilang dengan Lulu. Saya memilih untuk pergi istirahat duluan ke tenda setelah acara penutupan selesai. Sedangkan Lulu bertahan di api unggun untuk duduk bakar-bakar jagung bersama Gilang dan kawanan yang lain.

Akhirnya malam yang indah bisa dirasakan Lulu sahabatku.

"Semoga kamu tulus mencintai Gilang Lu" dialogku dalam hati yang meneteskan air mata.

"Emang kamu ikhlas May?" ucap Safia dibawah selimutnya.

"Jangan sering membohongi diri May"

"Gilang tuh anaknya baik, gue kasihan aja jika dia bertemu sama orang ngak setia"

Kupegang tangan Safia dengan erat. "Percayalah Fia, aku sedang belajar untuk melupakannya, terimakasih sudah mengerti dengan perasaanku" ucapku dengan nada pelan.

Malam yang romantis menjadi malam yang sunyi di bawah tenda yang sempit. Hanya hati yang harus diperlapang, ketika semua keingginan tidak sesuai harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun