Pernikahan itu Indah sebagai Fiksi, Buruk sebagai Fakta
Ujar Rocki Gerung dalam acara televisi swasta, menjadi  kontroversi di berbagai pihak. Namun  peryantaan Rocki tersebut ada benarnya. Buruk dan hancurnya sebuah pernikahan ialah pernikahan yang berujung kemiskinan.
Kemiskinan merupakan kondisi yang serba kekurangan baik itu harta maupun pengetahuan. Miskin tidak akan dialami oleh seseorang jika dia memiliki pengetahuan untuk mengatasi  persoalan,  sehingga dia  bisa hidup tercukupi dan sejahtera. Karena kesejahteraan adalah hal atau keadaan makmur, aman, selamat dan tentram (Depdiknas,2001:1011).
Untuk sampai kelevel itu seseorang harus ikut program belajar di sekolah. Berdasarkan Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 bahwa pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan  rakyat dengan dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia berusia 7-12 tahun 12-15 tahun menamatkan pendidikan dasar dengan program 6 tahun sekolah dasar dan 3 tahun untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) secara merata. Tidak relavan jika di zaman modern ini masih saja ada anak-anak negri yang buta huruf ditambah lagi  perkembangan IPTEK yang semakin meningkat.
Berpijak pada  kemajuan  zaman membuat kita harus menuntut ilmu harus sampai jenjang minimum S1, maksimal S2 dan S3. Di luar negripun kita juga bisa kuliah tergantung minat, kemauan dan biaya. Sekarang masalah biaya kuliah juga  mendapat perhatian dari pemerintah dengan memberikan beasiswa bidikmisi bagi mahasiswa yang tidak mampu dengan mendapatkan dana bantuan 1 kali 6 bulan.
Kemudian bagi mahasiswa prestasi  juga mendapatkan perhatian dari instansi dan masih banyak beasiswa lainnya yang kita dapatkan dari negri ini sekalipun dari perusahaan swasta dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).  Berbagai kemudahan bisa kita dapatkan jika ada niat dari seseorang untuk mengubah nasib hidup. Di negri yang berkembang ini banyak faktor yang menyebabkan kita hidup  tidak sejahtera. Penyebabnya bisa terjadi karna diri kita sendiri, diri dengan lingkungan atau diri kita dengan orang lain.
Semua tergantung kepada keputusan yang kita ambil. Di era zaman modren ini kita sebagai pemuda dan pemudi harapan bangsa harus berjuang mengejar impian bukan mengejar kesengsaran.  Tapi dari sekian banyak persoalan kemiskinan di Indonesia kenapa lebih  memilih untuk menikah di usia dini??
Kisah Nyata dari Keluarga yang Menikah Dini
Sebuah kejadian dari tanah kelahiranku di desa Mungka Kecamatan Mungka, Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat. Kampungku sudah bisa dikatakan kampung yang lengkap dengan sarana dan prasana yang bermamfaat demi kelangsungan hidup bermasyarakat. Terlihat dari sekolah sekolah yang sudah ada di setiap jorong/ desa. Begitupun di daerah pelosok Mungka tepatnya di daerah Bukit Lambak yang merupakan daerah terdalam di perbukitan yang menghabiskan waku 7 jam dari Simpang Kapuk.
Meskipun sudah terpencil  pemerintah sudah mendirikan sekolah SD dan SMP dengan mendatangkan guru di berbagai daerah.  Namun meskipun  upaya pemerintah kepada daerahku tidak akan berfungsi  jika implementasi nya kurang dari masyarakat pendukung.  Sehingga menyebabkan anak-anak putus sekolah dan menghabiskan waktu dengan bermain atau bekerja keras diladang  untuk menolong orang tua. Kebiasaan yang sudah mentradisi ini mengakibatkan banyak para remaja yang masih dibawah umur melakukan pernikahan dini.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan sebelum mempelai berusia 18 tahun. Selain memunculkan resiko dampak pada ekonomi serta kesehatan bagi perempuan, pernikahan dini juga berpotensi memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Â
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 pasal 6 mengatur batas minimal usia untuk menikah hanya di izinkan jika pria sudah mencapai usia 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Tapi pihak medis dan psikologis  mengatakan bahwa usia demikian masih terbilang dini. Penelitian pun mengatakan bahwa pernikahan yang tidak dilandasi dari kematangan seseorang akan berakhir dengan perceraian.
Faktor Pernikahan Dini
Dari pengamatan penulis di lingkungan hidup  terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi  pernikan dini. 1) Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecendrungan mengawinkan anaknya untuk menikah di bawah umur, 2) Bahwa remaja yang mengalami masa pubertas rentan berhubungan dengan lawan sejenis, 3) Kurangnya kedekatan antara sang anak dengan orang tua, 4) Menyalahgunakan fasilitas yang diberikan orang tua seperti hp, kendaraan untuk menjalin relasi dengan lawan jenis, 5) Tidak adanya pandangan/ mimpi untuk masa depan , 6) Tidak memberikan batasan untuk bergaul dengan orang lain, 7) Terpengaruh dan didukung  oleh orangtuanya untuk melakukan pernikahan dini,  8) Tidak ada pekerjaan tetap, 9) Ketakutan orang tua jika anak hamil di luar nikah, dll. Faktor tesebut semuanya saling terkait dan membulatkan tekad para remaja untuk memutuskan pernikahan dini sebagai solusi permasalahan hidupnya.
Dampak dari Pernikahan Dini
Jangan memikirkan sesuatu itu yang enak nya saja, itu adalah ungkapan orang tua jika anaknya sebelum bertindak jauh. Namun jika sang anak tidak berpikir untuk hidup yang akan dijalani di masa depan. Bersiaplah untuk menyesal dengan hidup yang keras ini. Pernikahan dini memiliki dampak yang besar untuk hidup sepasang remaja. Jika dilatarbelakangi  dari keluarga tidak mampu hanya tulang dan otot diandalkan untuk bekerja keras di  sawah, ladang, peternakan, dll. Pekerjaan yang berat dan biaya hidup serba mahal akan membuat masa depan yang dilalui menjadi suram. Sehingga beberapa pasangan muda yang menikah akan bergantung ke orangtua.
Berikut informasi dari wawancara yang saya lakukan pada tanggal 15 Januari 2019, ibu Wiwi pernah mengatakan ke anaknya lebih baik kau tinggal kan saja suamimu, daripada menikah namun tidak pernah menafkahi kamu yang lagi hamil anak kedua, Â apalagi dia tidak mau berusaha untuk bekerja ucap sang Ibu. Dari dialog diatas terbukti bahwa tidak adanya kematangan dalam berpikir dan berindak bagi pasangan yang menikah di usia dini. Di usia yang masih muda dan pernikahan yang masih berumur 3 tahun, Â sekarang sudah hamil anak kedua. Â Tidak memiliki rencana dan target dalam hidup menjadikan keluarga ini tidak sejahtera. Sekarang suami hanya bekerja jika ada tawaran, kalau tidak mendapat tawaran dia hanya bisa tidur.
Tapi sebaliknya jika mendapat uang dia akan menghabiskan uang itu dengan bermain judi di dekat warung tetangga. Kedaan seperti ini sudah lama terjadi, hingga sabar dari sang istri habis sampai akhirnya melontarkan kata untuk bercerai meskipun dia dalam keadaan hamil. sekarang ini untuk mencukupi hidup sang istri bekerja disebuah peternakan ayam petelur yang jumlahnya ribuan ekor, yang harus di beri makan, minum, memilih telur dan menjaga kebersihan kadang sesuai dengan jadwal tiap harinya. Keadaan miris ini juga pernah dialami oleh sang istri untuk menambah biaya kelahiran anak pertama. Buktinya sampai sekarang keadaan belum berubah dan memihak kekeluarga kecil tersebut.
Sebuah Harapan Datang
Seperti ungkapan yang mengatakan bahwa roda pasti berputar maksudnya kehidupan yang dijalani oleh keluarga kecil tersebut tidak selalu buram. Pada tahun 2018  pemerintah memberikan bantuan PKH (Program Kegiatan Harapan) dibawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia kepada Keluarga  Penerima Mamfaat (KPM) tersebut. Kebijakan dan sasaran dari Kementrian Sosial untuk memberikan PKH hanya pada keluarga miskin dan rentan terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin yang memiliki komponen kesehatan dan kriteria ibu hamil/menyusui, anak berusia nol sampai dengan enam tahun.
Kemudian kritea terbaru memberikan kesempatan pada orang tua yang lanjut usia diutamakan mulai dari 60 tahun dan penyandang disabilitas berat. khusus bagi istri yang sedang hamil harus terdaftar dan hair pada fasilitas kesehatan dan pendidikan terdekat. Untuk pengalaman pernikahan dini yang dialami oleh keluarga diatas mendapat perhatian khusus dari Kementrian Sosial dengan mendapatkan bantuan PKH. Sehingga di hamil anak kedua ini sang istri tidak perlu bekerja keras lagi untuk mencari biaya dan kebutuhan hidup untuk merawat ribuan ayam.
Uang tersebut juga dijadikan modal usaha berdagang buah-buahan oleh suami di keliling kampung. Sehingga suami bisa bertanggung jawab dan menjadi kepala keluarga bagi keluarga kecilnya. Masalah biaya kesehatan ibu dan bayi dalam kandungan sampai bersekolah sudah dibantu oleh Program Keluarga Bencana  (PKH). Harapan tidak datang unuk sepihak, Indonesia memberikan solusi kepada semua mayarakat tidak mampu bisa mandiri dan tidak terjadi pengganguran baik di kota maupun di perkampungan sekalipun.
Jumlah Angka Pernikahan Dini di Indonesia
Pengalaman cerita diatas hanya satu suara dari para pasangan yang menikah di usia dini. Berdasarkan  data Badan Pusat Statistik  (BPS) tahun 2017, angka perkawinan anak diatas 10 persen merata di seluruh provinsi Indonesia, sementara sebaran angka 25 persen  berada di 23 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia. Bahwa untuk perempuan yang menikah di usia dini di bawah 21 tahun mencapai 117.741 orang dan laki-laki yang menikah dibawah 25 tahun mencapai 94.567 orang.
Data yang terdaftar di catatan sipil masih sebagian dari jumlah para pasangan menikah muda disebabkan masih terdapat pernikahan siri yang dilakukan didaerahku, karena Kantor Urusan Agama tidak menerima daftar pasangan dibawah umur yang belum memiliki KTP. Melihat jumlah yang tinggi  itu sudah menjadi kewajiban bagi kita bersama untuk saling mengingatkan dan melindungi anak remaja dengan pergaulan yang bebas.
Tindakan yang harus kita Perbaiki
Mengingat angka pernikahan dini di pedesaan 1,5 kali lebih tinggi daripada kota jadi keluarga dan lingkungan sangat berperan penting sebagai pencegahan. Sebagai orang tua berikan dukungan dan ketegasan untuk pendidikan anak, Â serta kenali pergaulan anak dengan temannya. Kemudian ajarkan anak untuk hidup mandiri supaya bisa belajar dari dini untuk tidak bergantung pada orang tua maupun orang lain. Bagi yang sedang menjalin hubungan dengan pasangannya dan ingin merencenakan untuk menikah lebih baik tegaskan dari sekarang untuk membatasi hubungan dan padamkan mimpi kalian yang akan hidup bersama. Sebelum nasi jadi bubur maka kejar masa depan kita untuk memperbaiki generasi bangsa. Supaya kelak membangun rumah tangga dan menjadi keluarga yang sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H