Mohon tunggu...
Diky Kurniawan
Diky Kurniawan Mohon Tunggu... -

Managing Editor kampusparmad.com,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pro-Kontra AS terhadap Masjid Ground Zero dalam Pandangan Studi Hubungan Internasional

17 Januari 2011   01:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:30 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai instrumen kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian masyarakat dunia, Islam atau agama lainnya merupakan suatu objek kajian dalam studi hubungan internasional. Religious statement seringkali dijadikan sebagai sesuatu yang melatarbelakangi insiden-insiden sosial di antara masyarakat internal dan berimbas kepada identitas sebagian banyak masyarakat internasional yang berada di berbagai belahan dunia. Atau dengan kata lain, persoalan internal ini akan memberikan dampak global yang bersifat paradigmatis. Maka dari itu, bersandar kepada penjelasan sederhana mengenai konsep collective identity di atas, studi hubungan internasional akan mencoba untuk melakukan elaborasi mengenai efek daripada isu pro-kontra terhadap rencana pembangunan pusat kegiatan Islam di sekitar kawasan Ground Zero, Amerika Serikat.

Paradigma Liberal Amerika terancam beserta dampaknya

Dengan gamblang Obama mendukung rencana komunitas Cordoba Initiative untuk mendirikan Islamic Centre di Groud Zero. Obama menyatakan bahwa budaya toleransi di Amerika Serikat tidak bisa digoyahkan. Umat Islam berhak untuk mendirikan pusat peribadatan mereka, umat Kristen ataupun Yahudi berhak atas bentuk peribadatan mereka asalkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Selain itu, dengan berdirinya Islamic Centre tersebut, Amerika mampu mencapai suksesi HAM dalam skala internasional. Kenapa, sebab citra Islam yang baik di negara adidaya ini, akan memberikan dampak positif bagi muslim di negara lain. Pasalnya, mereka akan beranggapan bahwa ekspansi Amerika berupaya melonggarkan dirinya terhadap eksistensi muslim dunia; misalnya terorisme. Sehingga rasa percaya diri individu yang memeluk agama Islam akan meningkat. Dan inilah sisi politis positif yang diinginkan oleh Obama dalam menjaga citra hegemoni Amerika beserta paradigma Liberal yang diagungkan oleh mayoritas masyarakat di negara tersebut.

Namun prediksi yang dilontarkan oleh Obama tersebut terlalu idealis dan terara hambar. Seakan-akan Obama tidak memprediksi gejala yang akan terjadi setelah dipublikasikannya rencana pembangunan Islamic Centre tersebut. Tapi, begitulah seharusnya yang mesti dilontarkan oleh seorang Obama. Selain menjaga stabilitas emosi warganya, diapun harus berusaha menjaga kondisi identitas Muslim di negara lainnya.

Berdasar kepada konsep collective identity, apabila Amerika menghentikan rencana pembangunan tersebut, stigma liberal yang dimiliki oleh negara tersebut rentan jatuh ke dalam lubang kehancuran. Dan apabila hal tersebut terjadi, studi hubungan internasional menilai liberalisme tidak relevan untuk dijadikan pendekatan analisa HI. Pasalnya, Amerika Serikat sendiri sebagai pusat Liberalisme yang apabila dengan kebijakannya menghentikan rencana pembangunan tersebut akan dianggap gagal menjalankan konsep kehidupan negaranya. Amerika dianggap intoleran. Amerika dianggap sebagai negara yang kontra terhadap identitas kolektif. Sehingga akan terjadi konflik di luar ranah politik namun akan berdampak kepada fungsional politik di negara-negara yang mayoritas Muslim. Karena mau tidak mau Amerika harus melakukan kerjasama internasional dengannegara-negara dengan mayoritas Muslim, misalnya Indonesia dan Arab Saudi dalam masalah ekonomi.

Collective identity sebagai konsep dasar baru dalam studi hubungan internasional

Sejak dari awal bab ini, beberapa kali disindir sebuah konsep identitas kolektif, suatu konsep yang mendasari hak studi hubungan internasional untuk menganalisa dan mengkajiisu pembangunan Islamic Centre di kawasan Ground Zero. Sebetulnya konsep collective identity itu sendiri hampir beririsan dengan poin utama idealisme dalam kajian studi HI. Salah satu poin utama itu adalah berkaitan dengan keamanan kolektif atau bersama. Namun perlu ditekankan, bahwa keamanan yang dimaksud adalah aspek militer sehingga dapat dikatakan poin itu belum bisa menjawab isu yang berkembang dewasa ini, yakni isu paradigmatis yang efeknya bisa berpotensi lebih besar dari goncangan militer yang pernah terjadi.

Kemudian identitas kolektif tidak bisa disamakan dengan national interest dan national power. Sebab identitas kolektif ini tidak membicarakan soal kepemilikan satu negara akan tetapi menyangkut keberadaan negara lainnya. Dapat dikatakan bahwa konsep ini lebih mengacu kepada pendekatan neorealis. Karena konsep ini menerima eksistensi faktor eksternal dan internal. Sehingga kebijakan pada suatu negara yang menyakut masalah identitas yang dimiliki oleh warganya dapat diintervensi oleh komunitas di negara lainnya yang sama memiliki identitas tersebut.

Peristiwa 11 September 2001, kericuhan Poso, Israel-Palestina, bahkan fakta sejarah mengenai perang Salib, semua itu memberikan dampak global. Mari kita ambil salah satunya, yaitu soal Israel-Palestina, mayoritas masyarakat Muslim Indonesia mendukung Palestina disebabkan oleh kesamaan identitas. Dan identitas itu disandarkan kepada aspek agama. Selain dari aspek agama, identitas kolektif dapat disandarkan pula kepada aspek kesamaan nasib, paradigma, dan sebagainya. Sehingga kenapa ada pihak pro dan ada pihak kontra dalam suatu wacana dan contohnya sekarang dalam rencana pembangunan Islamic Centre di Ground Zero, sebab mereka menyadari adanya identitas kolektif.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun