Mohon tunggu...
Diky Kurniawan
Diky Kurniawan Mohon Tunggu... -

Managing Editor kampusparmad.com,

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pancasila: Demokrasi ala Indonesia

17 Januari 2011   04:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:29 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejalan dengan pemikiran saya mengenai demokrasi di Indonesia, ideologi Pancasila tentunya telah memegang prinsip-prinsip dasar demokrasi secara keseluruhan. Walaupun bagi saya, Pancasila sendiri belum menampakkan kekhasannya sebagai landasan negara yang berbasis demokrasi. Entah bagaimana, Pancasila selalu saya sebut sebagai demokrasi yang di-Indonesia-kan. Saya cukup beranggapan bahwa demokrasi yang telah lahir dari sejak sejarahnya termuat, tidak banyak berubah, hanya saja di Indonesia demokrasi tersebut dinamakan Pancasila. Sehingga apabila terdengar “Demokrasi Pancasila” di telinga saya, itu merupakan salah satu dari fenomena pemborosan kata. Pancasila ya demokrasi, demokrasi ya pancasila.

Sampai sekarangpun belum tampak gejala-gejala perkembangan yang signifikan dari Pancasila itu sendiri. Hanya saja dalam perjalannya, Pancasila berhasil menjadikan dirinya sebagai ideologi yang bertugas menjadi jembatan penghubung antara Indonesia dengan kesejahteraan hidup masyarakat. Memang begitulah demokrasi seharusnya terbentuk, tidak stagnan berkutat dalam kesibukan parlementer, namun terfokus ke arah simbolisme masyarakat yang haus akan kebebasan dan kesejahteraan materialistik.

Perlu ada elaborasi terkait dengan penataletakan makna Pancasila sebagai pedoman demokrasi Indonesia. Agar, masyarakat mampu memaknai Pancasila sebagai ruh demokrasi Indonesia yang mapan, tanpa ada gesekan antara definisi teoritis dan ranah praksis. Segala bentuk aspirasi kebebasan yang menitik kepada humanitas bangsa adalah Pancasila. Menurut saya, memang sudah lengkap gaya atau seni tatakalimat dari setiap sila yang dirumuskan sebagai perlambang demokrasi yang utuh. Walaupun terkadang memang terdapat beragam tafsir yang menular ke setiap paradigma masyarakat yang mengakibatkan kurangnya apresiasi masyarakat dalam menyambut Pancasila di negara kita.

Ditinjau dari sila pertamapun, saya menafsirkan bahwa kebebasan beragama adalah kunci utama dalam memelihara ketentraman hak-hak kemanusiaan. Dengan “Ketuhanan yang Maha Esa”, bukan berarti negara melarang masyarakat untuk memeluk agama selain agama yang telah ditetapkan, melainkan sila pertama ini ingin menyampaikan bahwa agama apapun yang dianut oleh masyarakat, pada intinya berpusat pada satu titik ketuhanan, masalah nama, diserahkan dengan bebas kepada masing-masing agama. Buktinya adalah kata yang dipakai bukan salah satu nama tuhan dari agama tertentu, melainkan “Tuhan”, suatu kata yang universal dan tidak berpihak pada satu agama. Pancasila selalu mengumandangkan persamaan hak bagi seluruh masyarakat Indonesia, terlepas dari ikatan agama dan budaya kedaerahan. Apabila terjadi pergolakkan atau perselisihan di dalam komunitas masyarakat dengan mengatasnamakan agama, berarti dia tengah menjadikan dirinya jauh dengan agama yang dia anut, sebab inti dari bernegara adalah menciptakan perdamaian dan perdamaian tersebut adalah orientasi sosial dari suatu nilai keagamaan.

Adapun dari kelima sila-yang ditanamkan sebagai prinsip-prinsip Pancasila-yang paling mencolok sebagai nilai demokrasi khas Indonesia adalah sila yang kelima. Coba kita simak, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Walaupun ternyata keadilan sosial pun telah sejak lama terpatri di dalam prinsip demokrasi klasik, namun sila kelima ini menekankan pada aspek objek keadilan yang bernama “Rakyat Indonesia”. Prioritas dari keadilan sosial yang dimaksud di dalam Pancasila adalah rakyat Indonesia. Maka rakyat Indonesia berhak mendapatkan pelayanan-pelayanan sosial tanpa didengungkannya permasalahan “Kelas”. Sila kelima inilah yang membuat Pancasila ini unik bagi saya. Karena dalam pengamatan saya terhadap esensinya, Pancasila ini diawali dengan empat sila yang bernilai liberal tapi diakhiri dengan sila kelima yang bersifat komunisme yang anti terhadap kelas.

Tapi tidak apa-apa sebenarnya, bagi saya yang juga termasuk dalam warga negara Indonesia, yang terpenting adalah bagaimana saya bisa melihat negara ini sejahtera, tidak ada penindasan lagi terhadap rakyat-rakyat kecil, tidak ada perselisihan antarumat beragama dan pemerintah bersih dari praktik-praktik politik yang kotor. Menurut saya, cita-cita saya ini adalah cita-cita Pancasila juga. Saya yakin akan hal itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun