Mohon tunggu...
Diky permana sidik SPd
Diky permana sidik SPd Mohon Tunggu... Guru - guru di smp pgri karangtengah

be your self and keep smile

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Miskonsepsi Pembelajaran di Indonesia

5 November 2021   16:50 Diperbarui: 5 November 2021   16:56 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Miskonsepsi pembelajaran  dikalangan guru di indonesia tidak bisa dipungkiri ,selama ini pembelajaran di indonesia terpaku dengan belajar hanya untuk ujian ,belajar itu menghapal dan menggunakan rumus untuk guru kendali belajar pada guru serta keberhasilan belajar ditandai dengan nilai angka terstandar. 

Dan parahnya miskonsepsi pendidikan kita terkadang pelajar mempunyai kebutuhan dan minat belajar yang sama dan penilaian belajar sepenuhnya wewenang guru.

Pertama yang harus kita tanyakan apa itu belajar? bila pertanyaan tersebut dilontarkan, pasti mempunyai jawaban yang bervariasi sebagian akan menjawab belajar sebagai perilaku membaca buku pelajaran,mengerjakan soal,berdiskusi atau bahkan ada juga yang menjawab belajar sebagai berangkat sekolah.bila tidak disekolah maka anak tidak belajar, jadi mari kita refleksikan kembali makna belajar dengan mengenali miskonsepsi tentang belajar.

Selama ini pola belajar siswa kita hampir sebagian menganut belajar hanya untuk ujian.  disekolah atau dikampus ,ujian dibuat jadwal berkala yang mengukuhkan ujian sebagai ritual penting kemudian lahir kebiasaan SKS  , sistem kebut semalam upaya habis - habisan menguasai pelajaran pada malam menjelang hari ujian dan ketika ujian selesai belajar pun usai , pelajaran tak diingat lagi padahal dalam kehidupan tidak ada jadwal ujian , ujian kehidupan bisa datang sewaktu-waktu ,tidak menunggu jadwal ujian tiba.

Kendali belajar pada guru karena kinerja pelaku dan manajemen pendidikan ditentukan oleh hasil ujian murid, maka proses belajar pun dikendalikan oleh guru.guru yang mempunyai wewenang sepenuhnya dalam menentukan strategi , aktivitas dan assesmen belajarnya guru menjadi subjek ,pelajar menjadi objek .dan belajar pun menjadi milik guru karena tidak dilibatkan , murid tidak mempunyai rasa memiliki terhadap proses belajar. Ketika sasaran belajar tidak tercapai, seringkali guru yang lebih cemas dibandingkan pelajarnya. 

Padahal belajar seharusnya milik pelajar, sehingga sudah sepatutnya guru melibatkan pelajar dalam mengatur proses belajar.

Pelajar mempunyai kebutuhan dan minat belajar yang sama disini peran guru bukan mengajar murid tapi mengajar materi pelajaran karena itu guru tidak perlu mengenal apalagi memahami kebutuhan dan minat belajar pelajarnya, guru menggunakan 1 resep untuk kelas manapun , siapapun pelajarnya. 

Resep yang disebut sebagai pengajaran langsung, proses belajar yang berpusat pada guru padahal kenyataannya murid butuh mengalami diferensiasi atau pengalaman belajar sesuai minat , cara belajar dan ketersediaan sumber belajar disekitarnya

Stigma belajar itu menghafal dan menggunakan rumus ,sebagian guru mengorientasikan belajar untuk ujian, mendorong guru untuk mengajar dengan cara yang memastikan pelajar bisa mengerjakan ujian dengan benar dan cepat cara belajar tersebut adalah menghafal dan menggunakan rumus. 

Selama lebih dari 12 tahun pelajar belajar dengan cara tersebut tidak heran bila pelajar mempunyai keterampilan yang khas terampil mengerjakan ujian, padahal banyak tantangan kehidupan tidak seragam sebagaimana ujian standar. Pelajar butuh menalar sebelum memahami dan mengatasi tantangan kehidupan.

Miskonsepsi penilaian belajar sepenuhnya wewenang guru , karena tujuan dan cara belajar ditentukan oleh guru maka sewajarnya penilaian belajar ditentukan juga oleh guru, guru yang tahu benar dan salah guru yang layak menentukan nilai dari jawaban murid seringkali kriteria dan cara penilaian hanya diketahui oleh guru . pelajar diharapkan menerima begitu saja hasil penilaian, meski tidak paham maknanya. 

Seperti contoh Pelajar tidak tahu perbedaan antara mendapatkan skor 8 dengan skor 9 . pelajar tidak mendapatkan informasi tentang apa konsep yang harus diperkuat atau cara belajar yang harus diperbaiki. Padahal pelajar pun perlu belajar  melakukan penilaian , dalam kehidupan pelajar dituntut untuk bisa membedakan benar dan salah atau baik dan buruk.

Maka dari itu saatnya perubahan dalam pendidikan kita dimulai dari miskonsepsi pembelajaran sehingga menjadi tolak ukur keberhasilan pendidik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.sudah sepantasnya perubahan itu dilakukan seperti :

1. siap ujian menjadi siap hidup (siap menjalani kehidupan) bukan sekedar standar nilai

2. nilai angka menjadi nilai kompetensi

3. ujian standar menjadi ujian bermakna

4. menghafal menjadi menalar

5. kepatuhan menjadi kemandirian

Dari pembahasan diatas penulis tidak menyalahkan tenaga pendidik dikarenakan setiap daerah mempunyai budaya dan adat  dan permasalahan serta cara pembelajaran yang berbeda tetapi tidak salah juga jika miskonsepsi ini kita renungkan dan pahami supaya pendidikan di indonesia tercapai sesuai dengan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa , tidak hanya nilai angka terstandar melainkan siap dalam menyongsong kehidupan di era abad 21 ini

Penulis : Diky permana sidik,S.Pd 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun