Mohon tunggu...
PeduliPT
PeduliPT Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pak Nasir, Lebih Bijaklah!

8 Oktober 2015   12:24 Diperbarui: 8 Oktober 2015   12:55 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Dunia pendidikan Indonesia akhir-akhir ini terasa “guncang”, bagaimana tidak 243 Perguruan Tinggi beberapa waktu lalu dipublikasikan oleh Dinas Pendidikan Tinggi berstatus Non Aktif. Sepintas jika kita perhatikan status penonaktifan seolah memiliki semangat perubahan dan perbaikan pada Perguruan Tinggi. Namun jika sejenak ingin merenung dan memikirkan dampak yang lebih mendalam terhadap status non aktif ini, seharusnya DIKTI lebih bijak memandang dalam mengambil keputusan untuk menonaktifkan PT tersebut.

Setidaknya ada beberapa dampak yang jelas akan terjadi dan pada hakikatnya memberikan resiko yang dapat merugikan masyarakat. Pertama status non aktif PT akan berpengaruh kepada operasional kampus, mahasiswa yang merasa kampusnya sedang “bermasalah” statusnya, tentu akan merasa berhak untuk menahan pembayaran uang kuliah. Ini adalah kesulitan pertama yang harus dihadapi PT, pendanaan kampus; swasta khususnya tentu sangat menggantungkan pemasukannya dari pembayaran SPP mahasiswa, jika ini terhenti, maka operasional kampus pasti akan guncang dan secara pasti akan berpengaruh terhadap internal kampus seperti pembayaran gaji tenaga pendidikan seperti Dosen dan tenaga Kependidikan seperti administrasi. Jika DIKTI bersikeras terus mempertahankan status ini maka bukan tidak mungkin DIKTI secara tidak langsung telah “mematikan” PT dan merugikan banyak pihak.

            Kedua dalam proses pembelajaran, status Non aktif PT juga sangat berdampak. Dalam pendidikan secara psikologis tentu peserta didik ingin kepastian status tempat ia menggatungkan harapan masa depan dalam menggapai cita-cita. Jika status kampus non aktif, bagaimana mahasiswa dapat mengikuti pembelajaran dengan tenang, jika ada mosi tidak percaya terhadap PT bahkan kepada Dosen, dalam proses pembelajaran pertanyaan yang muncul bukan terkait materi kuliah, tapi bagaimana nasib kami pak/buk?, bisa kita bayangkan bagaimana atmosfer perkuliahan dalam suasana seperti itu, maka dalam hal ini DIKTI telah berhasil menimbulkan keresahan dan ketidaktenangan.

Tak cukup sampai disitu selanjutnya hal lain yang juga berdampak pada pembelajaran adalah ketika mahasiswa memutuskan untuk melakukan demonstrasi terhadap kejelasan status PT mereka, wajar memang dari sisi kaca mata mahasiswa untuk menuntut kepastian, tapi apakah ini yang diinginkan kita semua?? Mahasiswa demo dalam masalah berlarut-larut terkait status non aktif ini? Bukankah seharusnya mereka dapat duduk tenang dikelas, andai saja DIKTI mau segera menyelesaikan masalah PT yang dinyatakan bermasalah ini dan memberikan solusi tuntas, bukan sekedar penetapan status non aktif.

Secara umum masyarakat luas juga dibuat resah dengan kebijakan DIKTI ini, wisuda yang digrebek, status PT yang tidak aktif tentu akan membuat masyarakat bimbang dalam memilih PT. Bukankah sebuah kebijakan secara filosofi hakikatnya untuk memberikan kebaikan pada masyarakat? bukan sebaliknya menimbulkan keresahan. Pemimpin dalam hal ini DIKTI dibidang pendidikan selayaknya membina bukan membinasakan, anak negri ini banyak yang ingin memberikan kontribusi dalam pendidikan, tapi bagaimana jika semua langkah kami “dimatikan”. Mahasiswa adalah anak-anak kami, maka jangan sampai status non aktif ini menghancurkan semua yang sudah kami bina selama ini. Jika DIKTI punya “hati”, kami tunggu perbaikan atas semua kebijakan non aktif PT ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun