Mohon tunggu...
Diksi_Istimewa
Diksi_Istimewa Mohon Tunggu... Tutor - A Learning

Keep Fighting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guruku Sayang, Guruku Malang

13 November 2024   14:48 Diperbarui: 13 November 2024   14:48 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Rengga Lutfiyanti

Guru adalah salah satu profesi yang amat mulia. Karena guru memiliki peran penting dalam mendidik dan mencerdaskan generasi. Maka gelar pahlawan tanpa tanda jasa pantas diberikan kepada guru. Namun sayang, saat ini profesi guru yang mulia tersebut tidak menjamin kehidupan guru nyaman dan sejahtera. Yang terjadi justru sebaliknya, menjadi guru di negeri ini seolah harus siap dengan berbagai risiko dan potensi dikriminalisasi. 

Seperti yang dialami oleh seorang guru olahraga SD Negeri 1 Wonosobo berinisial MS, dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa setelah melerai perkelahian di kelas. Kemudian ada juga seorang guru ponpes di Makassar, Sulawesi Selatan, yang berinisial YB dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan menganiaya seorang santri berinisial SA (13) karena diduga akan mencuri. Dan yang terbaru adalah kasus Supriyani, seorang guru honorer di SD Negeri 04 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Ia didakwa melakukan kekerasan fisik terhadap seorang siswa, D (8), anak dari anggota polisi, Apida Hasyim Wibowo. (cnnindonesia.com, 06/11/2024)

Ini hanyalah beberapa kasus kriminalisasi guru di negeri ini. Sebab sebelumnya, banyak kasus kriminalisasi yang menimpa guru di negeri ini. Kriminalisasi kepada guru merupakan malapetaka peradaban. Karena adab kepada guru menjadi salah satu kunci keberkahan ilmu. Apabila sampai terjadi kriminalisasi kepada guru, artinya adab kepada guru sudah hilang dari benak dan pikiran generasi.  

Hilangnya adab kepada guru adalah bencana bagi generasi. Sebab ketiadaan adab pada guru membuat generasi akan hidup dalam kegelapan tanpa ilmu. Sayangnya bencana mengerikan ini tidak dibendung. Sehingga kriminalisasi guru terus berulang. Fakta ini menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan saat ini. Kegagalan ini niscaya terjadi sebab sistem pendidikan saat ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme.

Ideologi kapitalisme yang berorientasi pada kepuasan materi, berdiri di atas akidah sekularisme. Yaitu sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Pemisahan ini tentu akan melahirkan bencana bagi kehidupan. Karena manusia dijauhkan dari fitrahnya sebagai seorang hamba Allah. Maanusia justru diarahkan untuk mengikuti aturan yang dibuat oleh sesama manusia. 

Akibatnya, lembaga pendidikan hanya mengajarkan agama sebagai ilmu. Bukan sebagai tsaqafah yang berpengaruh dalam hidup. Bahkan yang lebih miris, jam pelajaran agama semakin terkikis. Ditambah lagi arus moderasi beragama yang semakin membutakan generasi dari hakikat Islam sebagai sistem kehidupan. 

Menguatnya paradigma sekularisme kapitalisme termasuk dalam sistem pendidikan, menjadikan generasi berbuat amoral. Termasuk hilangnya rasa takzim (penghormatan) kepada guru. Mereka sama sekali tidak memikirkan bahwa takzim kepada guru merupakan bagian dari hukum syariat yang harus dijalankan di dunia dan kelak dipertanggungjawabkan di akhirat. 

Pemikiran dan perasaan seperti ini sudah hilang justru pemikiran dan perasaan yang semakin terbentuk kuat ialah egoisme pribadi. Maka wajar, jika nasihat guru tidak dianggap sebagai bentuk kasih sayang. Tetapi dianggap sebagai omongan yang mengganggu privasi mereka, hingga guru dikriminalisasi. Bahkan mirisnya, para pelaku kriminal justru kebal terhadap hukum. Sungguh kenestapaan guru sebagai pendidik adalah akibat dari penerapan ideologi kapitalisme. 

Hal ini sangat tentu berbeda dengan sistem pendidikan yang dipengaruhi oleh ideologi Islam. Karena ideologi Islam berdiri di atas akidah aqliyah sahih yang meyakini bahwa manusia adalah seorang hamba yang wajib terikat dengan syariat Allah Swt. Keyakinan ini membawa keridhaan manusia untuk mengatur hidupnya dengan hukum-hukum Allah, termasuk juga mengatur sistem pendidikan mereka. 

Dalam kitab Usus at Ta'lim fi Daulah al Khilafah, karya Syaikh Atha' bin Khalil, dijelaskan bahwa sistem pendidikan Islam dibangun dari landasan akidah. Strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat, baik dalam aspek pola pikir (aqliyah) maupun aspek pola sikap (nafsiyah). Metode pengajarannya harus talaqiyan fikriyan. Hingga penanaman tsaqafah Islam berupa aqidah, pemikiran, dan perilaku Islam merasuk ke akal dan jiwa anak didik.

Pengaitan antara akidah Islam dengan sistem pendidikan Islam akan menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam dan mulia. Alhasil, generasi tidak akan mungkin melakukan kriminalisasi terhadap guru mereka sendiri. Karena mereka memahami rasa takzim (hormat) kepada guru menjadi salah satu faktor keberkahan ilmu, hingga mereka menjadi pribadi yang mulia.

Wallahu a'lam bishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun