Mohon tunggu...
Dikri Muhammadi
Dikri Muhammadi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Positif

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kami Cinta Kamu, Totti!

29 Mei 2017   11:44 Diperbarui: 29 Mei 2017   12:16 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                            Francesco Totti © AFP (www.bola.net)

Fransesco Totti resmi berpisah dengan As Roma. Belum jelas langkah selanjutnya dari sang kaisar roma. Jajaran petinggi klub sudah menyiapkan jabatan masuk dalam manajemen klub untuk Totti atau ia bisa saja hengkang dan main di klub lain. Tapi pilihan terakhir rasanya sulit menjadi kenyataan jika kita melihat bagaimana setianya Totti kepada As Roma. Sepanjang karir profesionalnya, As Roma adalah satu-satunya klub yang ia bela. Totti pernah berujar, “Aku mungkin pernah mencurangi wanita, tapi tidak kepada Roma.”

Sang pangeran begitu setia meski selama karirnya banyak tawaran datang dari klub-klub lain. Jika mengejar titel jaura, mungkin Totti sudah memilih hengkang. Bisa saja ia menjuarai Liga Champions bersama Real Madrid tapi itu tidak dilakukannya. Totti lebih memilih setia kepada Serigala Ibu Kota. Kesetiaan inilah yang pada akhirnya menjadi prestasi tersendiri bagi dirinya. Sedikit sekali memang pesepak bola dengan julukan One man clubseperti dirinya. Dan dari kisah kesetiaan Totti inilah kita bisa belajar bahwa setiap orang bisa membuat jalan hidupnya sendiri dan membuat prestasinya sendiri.

Jika Totti pensiun, maka pensiun jugalah sosok playmakerklasik no.10 seperti dirinya. Sepak bola modern “lebih suka” terhadap pemain yang cepat. Sepak bola modern “lebih suka” terhadap pemain yang lebih banyak berlari di atas lapangan. Sepak bola modern mau tidak mau, suka tidak suka, sudah menggerus posisi playmakerklasik no.10 seperti Totti. Kini jarang kita melihat playmaker bertipikal seperti Totti. Seorang jenderal lapangan, seorang magista yang bermain di belakang striker. Seorang jenius yang tidak banyak mengandalkan kecepatan. Tetapi lebih mengandalkan  teknik, visi, imajinasi dan tentu saja gaya. Seperti yang pernah diucapkan Totti, “Kami (orang-orang Italia) bermain sepak bola dengan gaya.”

Totti memang jenius, Totti memang legenda tetapi waktu tidak bisa dilawan. Mungkin di mata Spalleti Totti tidak lagi seperti Totti yang dulu. Mungkin Spalleti melihat itu  selama memimpin latihan disepanjang musim Roma tahun ini. Patut disayangkan Spalleti tidak melibatkan publik untuk memberikan penilaian. Atau yang lebih “jahat” Spalleti tidak memberikan kesempatan kepada Totti untuk membuktikan ucapannya. Totti pernah berujar "Saya masih merasa seperti pemain yang secara fisik masih bagus dan saya ingin bermain. Cedera saya telah berakhir dan jika kini saya tidak bermain, maka itu murni karena keputusan taktik." Terlihat jelas hasrat Totti untuk bermain di atas lapangan. Hasrat untuk menunjukan kepada Romanisti atau bahkan kepada seluruh fans sepak bola bahwa ia masih berada di kualitas yang sama. Kesempatan itulah yang tidak Totti dapatkan. Yang ia dapatkan hanya menit-menit bermain yang sedikit. Inilah yang membuat banyak pihak menyerang Spalleti. Termasuk romanisti sendiri yang mengecam perlakuan yang didapat Totti dari Spalleti ataupun klub.

Menjadi bijak jika Spalleti memberikan kesempatan lebih di penghujung karir sang pangeran Roma. Memberikan panggung kepada Totti untuk unjuk kebolehannya melakukan back heel, palonetto(chip melewati kiper),atau canon ballkhas Totti yang sering ia pamerkan dahulu. Atau bahkan melakukan selebrasi swafoto bersama ultras Roma. Biar kita semua yang lihat apakah Totti masih pantas bermain di level yang sama atau kita semua sepakat bahwa sudah saatnya Totti berhenti. Spalleti memang bertugas untuk membawa Roma meraih prestasi sebaik mungkin dengan segala cara (termasuk mengesampingkan Totti), tetapi Spallleti adalah pelatih As Roma, klub yang masih memiliki legenda hidup di dalamnya dan cara memperlakukan legenda hidup tidaklah seperti yang Spalleti lakukan belakangan ini. Mungkin akan lebih baik jika Spalleti belajar menangani legenda klub seperti Paolo Maldini, Ryan Giggs, atau yang masih aktif bermain seperti Buffon. Mungkin jika hanya melihat usia, kita akan sepakat bahwa sudah saatnya Buffon untuk pensiun. Tetapi Buffon memiliki kesempatan dan panggung untuk membuktikan bahwa usia hanyalah angka semata. Dan dari kesempatan itu kita semua tahu kualitas Buffon tidak memudar. Kesempatan itulah yang tidak didapatkan oleh Totti. Il Capitano  belum membuktikan apa-apa dan terkesan dipasksa berhenti oleh klub. Inilah yang disebut oleh mantan pelatih Roma, Zdenek Zeman, sebagai sebuah tragedi. Jika memang benar begitu, fans sepak bola patut berduka.

selfie-totti-592ba6bc799773d068781773.jpg
selfie-totti-592ba6bc799773d068781773.jpg
                                                                                                                                                      www.bola.net

Bagaimanapun juga, Pidato perpisahan sudah dilaksanakan. Pertandingan terakhir dengan seragam Roma juga sudah dilakoni. Kita hanya bisa berdiri dan memberikan tepuk tangan untuk mengiringi keluarnya Totti dari atas lapangan. Kamu adalah legenda sepak bola, kami akan merindukan aksimu. Kami akan merindukan gayamu. Kami merasa kehilangan. Kami cinta kamu, Totti!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun