Mohon tunggu...
Adi Darmawan
Adi Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Pembelajar

Penikmat ilmu-ilmu sosial yang terus belajar. Mencoba belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menyoal Postingan Provokasi yang Dilakukan oleh LENSAnews

10 Oktober 2020   07:27 Diperbarui: 10 Oktober 2020   09:34 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, keberpihakan yang semakin jelas karena terus menerus menjual soal pengalaman. Jika disampaikan tidak dalam konteks Pilkada, sah-sah saja. Tapi asumsi tersebut memang ditujukan untuk kepentingan Pilkada karena isu berpengalaman menjadi sangat seksi untuk dijual.

Masalahnya, pada saat bersamaan, strategi ini sekaligus bisa melahirkan asumsi liar, bahwa LENSAnews dan si pendiri lembaga hantu itu mendukung salah satu atau salah dua paslon. Semakin menguatkan soal tulisan pesanan. Tinggal kita lihat saja, siapa paslon di Pilkada Kotim ini yang sering menjual kata pengalaman, lanjutkan, bukti bukan janji, dan kalimat-kalimat lain yang senada. Siapa? Taruh dalam hati saja jawabannya. Jangan salahkan orang yang menduga-duga, sebab memang begitulah logika sederhana yang tercipta karena provokasi yang gagal total ini.

Lebih Jauh Soal Pengalaman dan Ambisi Suprianti Rambat

Meski seksi untuk dijual, pengalaman dalam birokrasi bukanlah satu-satunya pertimbangan masyarakat untuk memilih seorang pemimpin. Pada sisi tertentu menjual pengalaman justru menjadi boomerang yang akan merugikan ketika ia menjadi bagian dari kepemimpinan yang gagal. Ia akan dianggap bagian dari masa lalu yang banyak janji tanpa bukti; yang bohong dan omong kosong; yang merusak citra dan mempermalukan daerah.

Untuk apa menjual pengalaman jika yang tampak adalah kegagalan dan potensi untuk dipermalukan? Untuk apa menjual pengalaman jika saat diberi amanah tidak berbuat apa-apa? Padahal pengalaman birokrasi itu sudah “tinggal jalan”. Gaji ada, fasilitas disediakan, modal tersedia, regulasi dan undang-undang lengkap, pembangunan berjangka sudah dibuat. Apa susahnya? Bisa dipelajari karena pemimpin birokrasi itu bukan soal pengalaman tapi juga soal gaya kepemimpinan.

Sementara Suprianti Rambat sukses menjadi pemimpin dalam skala dan porsi yang berbeda, yaitu sebagai pengusaha: kesana-kemari mencari modal sendiri, dibenturkan dengan aturan dan regulasi, konsep dan cara kerja membangun sendiri, memeras otak dan keringat sendiri, hingga sekarang sukses di dunia proterti tentu bukanlah hal yang mudah. Tidak semua orang bisa menjalaninya, bahkan yang pejabat dan birokrat sekalipun kelimpungan ketika dipasrahi memimpin sebuah PT di BUMN atau BUMD. Kita banyak mendengar cerita-cerita sumir seperti itu, bukan?

Bagi saya, Suprianti Rambat adalah sosok perempuan yang “selesai” dengan dirinya sendiri. Ia dilimpahi nikmat berupaya titipan harta dan kekayaan. Semuanya murni dari bisnis. Ia berhasil menggeliatkan perekonomian dari bisnis yang ia jalankan. Izinnya resmi. Daerah menerima pajak dari usahanya. Banyak orang berterima kasih karena dibantu dan diberi pekerjaan. Ia juga dikenal rendah hati, baik, dan dermawan.

Saya melihat keinginan Suprianti Rambat maju pada kontestasi Pilkada kali ini justru didorong oleh ambisinya untuk lebih banyak memberikan manfaat kepada masyarakat melalui kebijakan-kebijakan yang memajukan dan menyejahterakan. Sekaya-kayanya orang, tidak akan mampu memberi makan, menjamin fasilitas kesehatan, mengatasi pendidikan rakyat se-Kotim, tidak akan mampu. Tapi dengan menjadi pemimpin kemungkinan itu akan lebih mudah digapai melalui kebijakan. 

Mestinya, kecukupan secara finansial itu membuat masyarakat merasa aman karena tidak ada potensi untuk dikhianati melalui perilaku koruptif. Modal kampanye, tidak benar-benar dari donatur, hasil pinjaman, atau sumber dana lain yang biasanya cukup aneh dijelaskan. Menurut LENSAnews, ini akan membuatnya fokus pada usaha mengembalikan modal, bukan pembangunan. Ini logika sesat! Mestinya, kalau mau menggunakan logika yang lurus, yang modal murninya sedikit mereka mendapatkan sumbangan dari mana? Bukankah demokrasi kita ini termasuk yang high cost?  

Sebagai yang bukan bagian dari masa lalu, mestinya masyarakat juga merasa nyaman, bahwa Suprianti Rambat bisa membangun kemajuan secara lebih mandiri. Tidak dihantui oleh deal-deal politik sesat kecuali sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Lalu, dimanakah masalahnya?

Intinya, tulisan yang dibagikan oleh LENSAnews bagi saya hanya opini (saya tak akan menyebutnya berita) lacur yang sesat dan provokatif. Saya tidak tahu bagaimana memosisikan ini dalam konteks hukum apakah termasuk pencemaran nama baik atau bukan tapi yang jelas saya meyakini ini sebagai bagian dari strategi para pelacur demokrasi yang ingin mengeruk keuntungan dengan mamainkan isu-isu murahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun