Mohon tunggu...
Diki Zakaria
Diki Zakaria Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Pemula yang masih belajar

Teruslah Menulis, maka engkau akan dikenang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Musuh Besar, Musuh Kecil

3 September 2020   02:41 Diperbarui: 3 September 2020   02:36 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Catatan Atas polemik NU VS HTI)

Meski agak terlambat, saya punya pandangan "beda" dalam kasus Bangil-Pasuruan yg naga-naganya tak selesai hingga hari ini. (di linimasa Facebook, masih banyak yg baku hantam soal tema tersebut).

Begini. dulu ketika Islam baru saja menancapkan tonggak perjuangannya, ia berhadap-hadapan dengan dua musuh sekaligus, pertama, Romawi, kedua, Persia. tetapi dalam satu waktu, umat Islam lebih berpihak kepada Romawi, tepatnya ketika terjadi konfrontasi antara Romawi dengan Persia.

Alasannya; karena masih ada titik temu antara keduanya, Islam & Romawi menyembah "Tuhan" yg sama. sementara Persia tidak, mereka kaum Musyrikin, penyembah api. Tetapi ini tidak bermakna; Islam lalu mengakui keabsahan ideologi Romawi.

Dalam kasus lain al-Ghazali. kita tahu bahwa al-Ghazali hingga ia mendapat gelar "Hujjatul Islam" karena ia berhasil mempertahankan marwah agama dari dua serangan sekaligus. pertama, kaum Filsuf, sebagai representasi musuh dari luar. kedua, Kaum Muktazilah sebagai musuh dari dalam.

Tapi dalam satu waktu, tepatnya ketika menghadapi gempuran kaum Filsuf, al-Ghazali rela berkoalisi dengan Muktazilah untuk menekan balik musuh yg lebih besar, Filsuf. karena betapapun terdapat banyak perbedaan, al-Ghazali dgn Muktazilah memiliki titik temu yang sama, yaitu sama-sama Islam. namun demikian, ini tak bermakna al-Ghazali berdamai dengan kaum Muktazilah. alih-alih berdamai, justru al-Ghazali juga makin gencar menghajar mereka.

Contoh terakhir yang tak terlalu jauh dengan kehidupan kita hari ini. sebagaimana sudah maklum, sikap Hadratussyaikh Hasyim Asya'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, kepada Wahabi dan Syiah sangat jelas. beliau jelas dan tegas menolak kedua gerakan itu. simak saja, pandangan Rais Akbar ini dalam bukunya, "Risalah Ahlussunnah Waljamaah".

Tetapi ingat, ketika hendak memukul mundur kaum penjajah, Belanda & Jepang, Kiai Hasyim rela berkoalisi dengan mereka. karena jelas, kaum penjajah adalah musuh yang lebih besar. ini bisa dibaca dari Masyumi yg Kiai Hasyim sendiri menjadi dewan Syuro. tetapi sekali lagi, ini tak bisa dimaknai bahwa Kiai Hasyim mengakui mereka. Kiai Hasyim dengan tegas menolak Wahabi & Syiah.

Dari sekian kasus-kasus tersebut, penting kiranya mengedentifikasi mana musuh besar & musuh kecil untuk konteks kehidupan hari ini. tujuannya agar umat Islam tak  selalu bertengkar dan lupa dengan musuh yang amat besar.

Sikap saya soal HTI jelas;  ia adalah organisasi terlarang secara hukum di Indonesia. nah, pertanyannya; apakah pemerintah memang serius melarang penyebaran HTI? jangan-jangan hanya gertak sambal? maka momen inilah kita bisa  menguji keseriusan Pemerintah.

Sementara itu, bagi saya pribadi, musuh besar dan lawan tanding  NU, Muhammadiyah, dan seluruh elemen bangsa yg sepadan untuk konteks saat ini adalah oligarkhi dan seluruh kebijakan pemerintah  yang mencelakakan rakyat.

Karang Anyar-Paiton, 27 Agustus 2020

Ahmad Husain Fahasbu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun