Mohon tunggu...
Diki Yakub Subagja
Diki Yakub Subagja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang Kota Tangerang Selatan

Mahasiswa Fakultas Hukum yang senang dengan perkembangan isu Sosial, Politik dan Hukum yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Raja & Ratu Bersengketa Soal Tahta, Rakyat di Mana?

27 Agustus 2024   16:25 Diperbarui: 27 Agustus 2024   16:50 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Politisi Seperti Serigala diantara Biri-Biri/ x.com/ardanilp

"Politisi itu semuanya sama, mereka berjanji membangun jembatan meskipun sebenarnya tidak ada sungai"

- Nikita Khrushchev


Secara historis, Indonesia mempunyai catatan sejarah yang sangat panjang sebelum proklamasi kemerdekaan di deklarasikan oleh para founding parents kita. Salah satunya adalah masa kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara mulai dari abad sebelum masehi, sampai abad para kolonialisme datang ke bumi pertiwi.

Pada masa kerajaan itu, ada beberapa hal yang sangat menarik untuk kita tinjau ulang supaya bisa menjadi pembelajaran untuk perkembangan bermasyarakat dan berbangsa pada saat ini. Diantaranya adalah kebiasaan bagi-bagi kekuasaan untuk keluarga kerajaan yang dikenal pada saat ini dengan sebutan "Politik Dinasti".

Ya, Politik Dinasti merupakan salah satu kebiasaan yang terus di budayakan sejak zaman dahulu sampai sekarang. Kebiasaan itu seakan sudah sangat melekat dengan lingkungan sosial masyarakat Indonesia karena pengaruh kharismatik atau kewibaan secara personal yang di gariskan secara turun temurun. Hal itu bisa dilihat seperti masih eksisnya kesultanan yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sampai saat ini, masyarakat setempat masih mengakui eksistensi ketokohan dari Kesultanan tersebut sehingga negara pun memberikan kewenangan secara formal dengan membuatkan regulasi yang bernama "Otonomi Khusus Daerah" untuk dijadikan acuan dalam menjalankan roda Kesultanan yang berada di wilayah tertentu supaya tidak bertentangan dengan semangat persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

Dalam konteks masa lalu, pengakuan masyarakat terhadap eksistensi dari sistem pemerintahan yang berdasarkan kerajaan atau dinasti tidak lain karena di pengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor loyalitas yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang atau lembaga institusi karena dianggap akan melindungi keamanan dan kesejahteraannya dalam menjalani proses kehidupan mereka.

Loyalitas Masyarakat Kepada Raja pada Masa Lalu
Jika kita tinjau dalam konteks loyalitas masyarakat Jawa Kuna pada Raja menurut prasasti abad 11-15 Masehi, Robert Paul Wolff mengemukakan bahwa loyalitas dapat terbentuk ketika ada keterikatan antara satu pihak (loyalis) dan lainnya (objek loyalitas). Keterikatan itu dapat bermacam-macam sifat dan bentuknya.

Berangkat dari pemikiran itu, Wolff berpendapat bahwa keterikatan itu dapat terbentuk secara sadar maupun tidak. Keterikatan yang pada awalnya terbentuk secara tidak sadar biasanya akan membentuk loyalitas yang bersifat alami atau natural, yaitu jenis kesetiaan yang biasanya tidak disadari keberadaannya.

Misalnya loyalitas itu terbentuk dari ajaran yang telah ditanamkan dalam diri seseorang sejak kecil. Dengan kata lain loyalitas alami lazimnya terbentuk dari norma yang berlaku dalam masyarakat, kepercayaan, atau kebudayaan. Sering kali, tiga hal itu saling berkaitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun