Islam sebagai bagian dari komunitas agama-agama yang dalam kelahirannya berusaha mengarungi dan mencari makna terbaik dalam hidup manusia dibalik gelap dan gemerlapnya kehidupan dunia sebagaimana yang dilakukan agama-agama lain pada umumnya. Islam dikatakan dan diyakini oleh para penganutnya sebagai agama yang sempurna, sebab Islam tidak hanya mengatur manusia dalam sisi spiritual saja, akan tetapi Islam juga ikut terlibat dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti politik dan ekonomi. Hal demikian terjadi karena dilatarbelakangi motivasi pengalaman spiritual yang diimplementasikan dalam kehidupan nyata, sehingga diharapkan dapat membangun peradaban yang sebaik-baiknya.
Jikalau sedikit menilik sejarah ke belakang pada zaman Rasulullah saw., banyak terjadi kejadian-kejadian unik yang dilakukan oleh Rasulullah terutama dalam hal bertoleransi terhadap agama lain. Seperti halnya yang tertuang dalam hadits :
Dari Ibnu Abu Laila bahwa ketika Qais bin Saad ra. dan Sahal bin Hunaif ra. sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya: jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat (yakni orang kafir). Mereka berdua berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: bukankah ia juga manusia?. (Shahih Muslim No. 1596)
Dari ungkapan hadits di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah saw sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sekalipun terhadap umat yang berbeda aqidah. Sehingga hal demikian harus menjadi panutan bagi seluruh umat manusia di dunia, terutama kaum muslimin yang secara prilakunya, tindak tanduknya selalu mengacu pada kehidupan Rasulullah.
Dalam tataran agama-agama dunia, setiap agama mempunyai cara tersendiri yang unik dalam mencari jati diri kemanusiaan. Manusia yang tersebar ke seluruh dunia, bermodalkan pola pikir yang berbeda (modes of thought) antara yang satu dengan yang lainnya, dibumbui suatu ekosistem dengan iklim (climate) dan kebudayaan (cuture) yang berbeda membuat manusia-manusia di seluruh dunia dengan segala keterbatasan yang dimilikinya telah membuatnya terdorong untuk menjawab setiap persoalan kehidupan.
Hendro Puspito mengatakan problem atau persoalan itu meliputi problem ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan. Dengan demikian, terbentuklah suatu keberagaman seperti yang dapat dirasakan pada masa sekarang ini. Pandangan yang beragam dalam konteks agama-agama dapat mencakup beberapa pertanyaan kehidupan, mulai dari pertanyaan dari manakah manusia?, mengapa manusia berada di bumi ini?, mengapa ada kematian?, kemudian akan kemana nanti setelah kematian?.
Pertanyaan-pertanyaan itu pada dasarnya selalu saja mengganggu pikiran manusia dari generasi ke generasi. Sehingga untuk menuntaskannya, dibuatlah suatu konsep-konsep yang mengatur kehidupan yang dikenal dengan agama. Akan tetapi, atas rahmat dan kuasa Tuhan yang maha mengetahui dibalik rahasia kehidupan, pola pikir antara manusia yang satu dengan yang lainnya ini muncul seiring pada kurun waktu yang berbeda (dapat dikatakan bertahap) dan tempat dengan masing-masing konteks yang berbeda.
Misalnya, pada agama-agama besar yang lahir di wilayah barat (Yahudi, Kristen, dan Islam) mempunyai kekhassan tersendiri dalam menjawab persoalan itu, yang secara jelas sangat jauh berbeda dengan agama-agama besar yang lahir di wilayah timur (Hindu, Buddha, Konghuchu, Taoisme, dan Shintoisme).
Di dunia Islam dikenal manusia pertama yaitu Nabi Adam, sedangkan di dunia Hindu dikenal manusia pertama bernama Manu. Padahal dalam konteks keduanya menempati dunia yang sama dengan matahari dan bulan yang sama.
Dalam hal lainnya lagi, Islam memandang bahwasannya manusia terlahir diciptakan atas kehendak Allah swt. dengan manusia yang masing-masing terlahir berbeda, dalam artian hidupnya bersifat kesinambungan, mulai dari alam ajali, alam rahim, alam dunia, alam kubur kemudian menuju ke alam akhirat. Sedangkan pada agama-agama di wilayah Timur, misalnya agama Buddha, mempunyai ajaran yang disebut dengan reinkarnasi.
Reinkarnasi sendiri merupakan proses kelahiran kembali sebagai akibat dari karma manusia yang disebabkan oleh kehidupan pada masa lalunya. Agama Islam memandang manusia terlahir suci (fitrah), sedangkan agama Buddha memandang manusia terlahir menderita (Dukkha), hal ini disebabkan karena karma pada masa lalunya akibat perbuatan kebodohan (moha), keserakahan (loba), dan kebencian (dosa). Sehingga akibat dari karma itu manusia tidak dapat mencapai nirwana, dan menyebabkan ia harus terlahir kembali untuk menderita kembali di dunia yang fana. Ungkapan ini mengingatkan saya akan satu ayat dalam Al-Qur'an surah Al-Isra' ayat 85 :