Keamanan maritim adalah salah satu aspek penting dalam upaya penjagaan stabilitas suatu wilayah, khususnya wilayah perairan. Terlebih lagi, jika perairan tersebut berbatasan dengan sejumlah negara di mana masing-masing dari mereka mengklaim sebagian atau seluruh perairan tersebut sebagai bagian dari teritorial mereka. Wilayah teritorial suatu negara yang terletak pada wilayah perairan, dalam hal ini laut, telah diatur dalam UNCLOS pasal 2 hingga 4, yang mendefinisikan hak berdaulat dan yurisdiksi negara pantai. UNCLOS memberikan kerangka hukum yang komprehensif untuk mengatur berbagai aspek penggunaan laut dan sumber dayanya, termasuk hak berdaulat negara pantai di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Meski begitu, wilayah laut dapat menjadi suatu isu yang kompleks dan provokatif ketika terdapat klaim yang berkelindan atas wilayah laut tersebut, seperti yang terjadi pada Laut China Selatan.
Munculnya klaim China terhadap hampir seluruh wilayah Laut China Selatan melalui konsep “Nine-Dash Line”-nya telah berhasil memicu penolakan dari sejumlah negara yang turut menegaskan kedaulatannya di wilayah tersebut, termasuk Indonesia. Melalui klaim Zona Ekonomi Eksklusifnya atas Laut Natuna Utara, Indonesia menegaskan kedaulatannya di wilayah Laut Natuna Utara. Namun, penegasan kedaulatan Indonesia atas Laut Natuna Utara berbenturan dengan klaim China atas “Nine-Dash Line” ketika sebagian wilayah dari Laut Natuna Utara termasuk ke dalam klaim historis China tersebut. Lebih lanjut, klaim yang bertransformasi menjadi “Ten-Dash Line” pada akhir 2023 tersebut telah menjadikan wilayah ini rentan dari segi stabilitas dan keamanan.
Dalam konteks Laut China Selatan, terdapat urgensi yang membuat Indonesia perlu turut andil dalam isu ini, mengingat Laut China Selatan merupakan wilayah penting bagi geopolitik ASEAN. Urgensi dapat terlihat dari upaya China yang berusaha menunjukkan hegemoninya di Laut China Selatan lewat pelaksanaan sejumlah aktivitas yang melibatkan militernya. Aktivitas tersebut mencakup latihan militer bersama skala besar dengan Rusia yang dinamakan “Joint Sea-2016”. Hal ini berpotensi meningkatkan eskalasi ketegangan di wilayah antara China dengan Amerika Serikat, terlebih lagi Rusia merupakan salah satu seteru terbesar Amerika Serikat. Keagresivitasan China juga terlihat dari sejumlah tindakan kontroversial China lainnya. Tindakan tersebut diantaranya berupa serangkaian serangan yang dilancarkan kapal-kapal militernya terhadap kapal asing yang melintasi wilayah Laut China Selatan dan ketidakpatuhannya terhadap Putusan Sidang Mahkamah Arbitrase Internasional tahun 2016 mengenai Laut China Selatan yang merupakan gugatan Filipina atas klaim teritorialnya yang berkelindan dengan klaim historis China tersebut.
Urgensi keterlibatan Indonesia juga berangkat dari potensi strategis yang dimiliki Indonesia sebagai pihak penengah dari pihak-pihak yang berkonflik di wilayah Laut China Selatan. Terlebih lagi, kepentingan Indonesia di Laut Natuna Utara membuat Indonesia akhirnya terlibat bersama sejumlah negara ASEAN lainnya dalam menegaskan wilayah kedaulatan perairan dan kepentingan nasional mereka di Laut China Selatan. Selain itu, Indonesia juga berpotensi menjalankan suatu upaya diplomasi pertahanan sebagai langkah dalam menjaga stabilitas wilayah di Laut China Selatan. Hal ini berdasarkan situasi Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan kapasitas militer yang besar di Asia. Indonesia menempati posisi ke-13 dari 145 negara sebagai negara dengan kekuatan militer terbesar yang sekaligus menjadikannya sebagai negara dengan kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara. Dengan demikian, Indonesia memiliki kesempatan untuk menjalin kerja sama militer dengan negara-negara ASEAN dan dua kekuatan besar di kawasan Asia-Pasifik, yakni China dan Amerika Serikat.
Indonesia juga dapat melakukan strategi pertahanan dalam menghadapi isu Laut China Selatan. Strategi pertahanan ini dapat meliputi upaya-upaya dalam mempersiapkan kekuatan pertahanan Indonesia sebagai langkah antisipasi terjadinya peningkatan eskalasi di wilayah Laut China Selatan, terutama apabila peningkatan eskalasi tersebut melibatkan Indonesia. Upaya-upaya strategi pertahanan tersebut diantaranya berupa peningkatan profesionalisme TNI, persiapan dan pengembangan kekuatan rakyat, serta pengembangan teknologi pertahanan guna mendukung alutsista yang tersedia. Penggunaan strategi diplomasi pertahanan juga dapat memberikan dampak positif lain. Dampak positif tersebut diantaranya adalah berperan dalam membangun kepercayaan antara negara-negara melalui Confidence Building Measures (CBM) serta menjadi momentum untuk Indonesia dalam meningkatkan kapabilitas pertahanan.
Di sisi lain, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan oleh Indonesia baik dalam mengimplementasikan diplomasi pertahanan maupun strategi pertahanan guna menjaga stabilitas dan keamanan wilayah di Laut China Selatan. Tantangan tersebut diantaranya meliputi keterbatasan anggaran pertahanan yang dapat menghambat modernisasi dan penguatan alutsista Indonesia, perlunya peningkatan kemampuan dan profesionalisme TNI, perlunya pengembangan teknologi militer, dan perlunya memperkuat pengawasan dan patroli. Dari segi upaya diplomasi pertahanan, perlunya kehati-hatian Indonesia dalam merangkul negara-negara great power di kawasan, yakni China dan Amerika Serikat. Hal ini diperlukan untuk menghindari eskalasi ketegangan dan situasi kawasan yang malah semakin memburuk.
Dalam menghadapi kompleksitas dan provokasi di Laut China Selatan, Indonesia memiliki peran strategis yang krusial dalam menjaga stabilitas dan keamanan wilayah tersebut. Dengan kekuatan militer yang signifikan di Asia Tenggara, Indonesia punya potensi dalam menjalankan diplomasi pertahanan dan strategi militer yang efektif. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia tidak hanya memperkuat kedaulatannya di Laut Natuna Utara tetapi juga berpotensi menjadi penengah dalam sengketa yang lebih luas di Laut China Selatan sekaligus berperan dalam menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan.
Referensi:
Global Firepower. (2024). "Indonesia Military Strength." Diakses pada Mei, 2024, dari https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.php?country_id=indonesia.
Hartono, B. (2011). Telaah Mengenai Diplomasi Pertahanan: Perkembangan dan Varian. http://www.afri-ct.org/The-defence-diplomacy-main?lang=fr
Itasari, E. R., & Mangku, D. G. S. (2020). Elaborasi Urgensi dan Konsekuensi atas Kebijakan Asean dalam Memelihara Stabilitas Kawasan di Laut Cina Selatan Secara Kolektif. Harmony, 2.
Saragih, H. M. (2018). DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA DALAM KONFLIK LAUT CHINA SELATAN. In Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi: Vol. VIII (Issue 1). https://www.seniberpikir.com/asean-dan-
United Nations. (2024). "United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)." Diakses pada Mei, 2024, dari https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H