Mohon tunggu...
Diki Candra
Diki Candra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

harapan & tanggapan mengenai korupsi di indonesi

6 Januari 2017   18:48 Diperbarui: 6 Januari 2017   18:59 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KORUPSI YANG SEPERTINYA SUDAH DIHALALKAN
      Indonesia merupakan sebuah negeri yang mendambakan bebas dari korupsi akan tetapi cita-cita
tersebut hanya dikerjakan dengan setengah hati. Sejak masalah korupsi dimasukkan dalam
ketetapan MPR di awal reformasi, hasil kerja pemerintah yang berkuasa sepanjang era ini dapat
diambil kesimpulan hanyalah sebuah suguhan tontonan yang klasik bagi bangsa ini karena dari mulai
pemerintahan B. J. Habibie, Abdurrachman Wahid, Megawati, sampai Susilo Bambang Yudhoyono
tidak ada prestasi yang cukup dinilai baik dalam ukuran nasional tentang pemberantasan korupsi.
Mengutip dari salah satu ucapan Bung Hatta, 1970, yang menyatakan, “korupsi sudah menjadi
bagian dari budaya kita”. Kutipan Bung Hatta ini seolah menyeret kita untuk memahami bahwa
korupsi adalah hal biasa dan tidak aneh lagi bagi masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini sering terjadi
kasus korupsi di perguruan tinggi. Ini sangat ironis sekali, karena pada prinsipnya, kampus adalah
media dimana orang-orang berkumpul, bekerja sama secara sistematis, terencana, terorganisasi,
terpimpin dan terkendali dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-prasarana untuk tujuan
pendidikan.
      Memang sangat menyedihkan ketika korupsi sudah masuk ke dalam tubuh kampus yang mana
terdapat banyak kalangan akademik dan terdidik yang seharusnya menciptakan mahasiswa yang
mandiri, jujur, kuat, dan siap menghadapi tantangan global. Bagaimana mungkin kampus akan
menciptakan mahasiswa yang bermoral jika di kampus sendiri banyak terjadi praktik korupsi.
Mahasiswa senantiasa meneriakkan bahwa korupsi merupakan tindak ketidakadilan yang dilakukan
oleh koruptor, seharusnya mahasiswa juga berani meneriakkan kata tidak untuk benih-benih korupsi
di lingkungan perkuliahan karena mahasiswa memiliki peran penting dalam upaya memberantas
korupsi. Beberapa contoh benih-benih korupsi di lingkungan perkuliahan adalah mencontek, plagiat,
titip absen, datang terlambat baik mahasiswa maupun dosen, menyuap asisten praktikum maupun
asisten dosen, membawa parsel ketika ujian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi, memalsukan
nilai semester untuk mendapatkan beasiswa, mengaku sebagai asisten laboratorium untuk dapat
menjaga ketika ada ujian, mencari berbagai alasan agar dapat pulang terlebih dahulu, mengerjakan
tugas mata kuliah lain disaat sedang berlangsungnya perkuliahan, dan masih banyak lagi contohcontoh
yang lainnya. Mungkin beberapa diantara kita pernah melakukan beberapa bahkan semua
hal tersebut. Dalam menjalani kehidupan perkuliahan tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa tidak
luput dari perilaku menyimpang seperti halnya korupsi. Mahasiswa tentunya harus merenungi hal
ini, jangan hanya berani berteriak di jalan. Tetapi cobalah berteriak di dalam hati sendiri yang
mungkin masih sangat sulit.
      Anti korupsi yang seharusnya ditanamkan dalam kepribadian mahasiswa ternyata masih jauh dari
harapan, karena pada praktiknya perilaku benih-benih korupsi masih dilakukan oleh mahasiswa.
Sebenarnya kita menyadari akan hal tersebut, tetapi terkadang mahasiswa memupuk sikap
menganggap biasa atau memandang hal tersebut bukanlah sesuatu yang besar.
Jika melihat fenomena praktik korupsi di lingkungan perkuliahan, maka akan terdapat beberapa hal
yang menyebabkan terjadinya praktik korupsi. Pertama, lemahnya kepemimpinan. Lemahnya
kepemimpinan dapat menjadi pemicu utama terjadinya praktik korupsi di lingkungan perkuliahan.
Ketika pemimpin perguruan tinggi tidak tegas terhadap bawahan, maka ada kemungkinan bawahan
untuk melakukan penyelewangan. Kedua, penyimpangan tata kelola. Tata kelola di perguruan tinggi
haruslah hati-hati. Adanya pengelolaan yang tidak transparan dapat menjadi pemicu terjadinya
korupsi. Bagaimanapun, jika perguruan tinggi dikelola dengan baik dan transparan, maka akan
memberikan keamanan dari korupsi. Sayangnya masih banyak lembaga pendidikan, khususnya
kampus yang kurang transparan dalam pengelolaanya.
           Maraknya praktik korupsi di lingkungan perkuliahan menjadi bukti betapa lemahnya para pemimpin kampus dalam mengelola dan mengawasi perguruan tinggi. Jika saja para pemimpin dapat mengelola dan melakukan pengawasan secara maksimal, ada kemungkinan praktik korupsi tidak marak terjadi. Pengawasan adalah kunci utama agar praktik korupsi di lingkungan perkuliahan dapat diminimalisasi.
          Sampai saat ini perguruan tinggi belum bisa menampilkan sosok sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi. Padahal secara individu, cukup banyak kalangan kampus terutama staf pengajar dan mahasiswa yang terlibat secara langsung dalam agenda pemberantasan korupsi. Tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Kampus harus bangun dari tidur panjang dan menjadi kekuatan transformatif yang bersumber pada tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian.

           Ada beberapa cara agar kampus bisa menjadi garda terdepan untuk memberantas korupsi. Pertama, dalam semua aktivitas perguruan tinggi seharusnya memberikan ruang bagi berkembangnya agenda pemberantasan korupsi. Salah satu bentuknya yakni pengadaan mata kuliah pendidikan anti korupsi di kampus. Kedua, perguruan tinggi harus menjadi sutradara dalam membuat narasi besar pemberantasan korupsi. Ketiga, memperbarui aturan hukum yang tidak membantu agenda pemberantasan korupsi. Keempat, melalui berbagai riset dan kajian yang dapat dilakukan, kampus dapat memberikan data tentang temuan korupsi dan memberikan masukan langkah taktis dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan apa yang terjadi di lingkungan perkuliahan masing-masing. Dengan berbagai cara tersebut, secara tidak langsung kampus merupakan laboratorium moral.

       Mungkin melalui penjelasan sosiologi yang cukup sederhana tersebut kita sepakat bahwa perguruan tinggi sama sekali memang tidak mengajarkan cara-cara melakukan korupsi, tetapi perilaku koruptif dari para anggotanya akan muncul ke permukaan karena perilaku koruptif tersebut diperoleh dari pengalaman pergaulan dalam lingkungan sosial. Ini berlaku juga sebenarnya bagi institusi-institusi lain, tidak hanya untuk lembaga perguruan tinggi. Di lembaga-lembaga pemerintahan, hukum, keagamaan, korporat, yayasan, dan organisasi-organisasi lainnya, korupsi itu dilarang, tetapi tetap saja pada institusi-institusi tersebut perilaku koruptif yang tidak bertanggung jawab tersebut akan ditemukan.
Semua berawal dari hal kecil yang akhirnya menjadi kebiasaan. Demikian juga dengan korupsi. Ini adalah tanggung jawab yang berat dan besar bagi kita semua. Jika kita dapat berperan dengan baik, percayalah, merebaknya praktik korupsi yang terjadi di daerah kita selama ini bisa diminimalisasi. Lakukanlah segala upaya yang bisa kita lakukan untuk meminimalisasinya dengan berawal dari diri sendiri, melalui kampus, untuk bangsa dan negara kita yang tercinta, Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun