Pada masa ini terdapat beberapa peristiwa penting. Yaitu Pangeran Aria Cirebon sebagai pengawas wilayah priangan (opzeiner). Kemudian peristiwa kedua yaitu kelanjutan penanaman wajib kopi yang kebijakan ini dikeluarkan pada tahun 1707.Â
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Jawa Barat dijadikan sebagai daerah percontohan pembudidayaan kopi. Periode Raden Tumenggung Anggadiredja II (1747-1763).Â
Masa jabatanya sebagai Bupati Bandung adalah 43 tahun. Tidak banyak yang dapat diceritakan pada masa itu selain dari penanaman kopi yang terus meningkat kemudian, Periode Raden Tumenggung Anggadiredja III atau Raden Adipati Wiranata Kusumah I Â (1763-1794).
Kemudian Bupati Bandung Selanjutnya adalah Raden Adipati Wiranata Kusumah II (1794-1829). Ketika dipimpin oleh Adipati Wiranata Kusumah II kekuasaan kompeni di Nusantara berakhir akibat VOC bangkrut pada Desember 1799. Seiring dengan itu, terjadilah perubahan kekuasaan di Hindia Belanda dan kondisi kabupaten Bandung pun mengalami perubahan.Â
Salah satu perubahannya itu adalah pindahnya ibukota kabupaten dari Krapyak di bagian selatan daerah Bandung ke Kota Bandung di Bagian tengah wilayah kota itu. dengan perpindahan tersebut juga Adipati Wiranata Kusumah II dapat dikatakan sebagai pendiri (the founding father) kota Bandung.
Adipati Wiranata Kusumah II membangun ibukota Kabupaten Bandung hanya selama 18 tahun karena pada 1829 ia wafat. Jenazahnya dimakamkan di belakang Masjid Kaum Bandung (Masjid Agung sekarang) sehingga setelah wafat ia dikenal sebagai Dalem Kaum. Sebagai penggantinya diangkatlah putera sulungnya dengan gelar Wiranatakusumah III. Adipati  Aria Wiranata Kusumah III dikenal sebagai Dalem Karanganyar karena sebelum menjabat bupati ia tinggal di Kampung Karanganyar. Pada masa ini terjadi peristiwa besar yaitu terbunuhnya Asisten Residen Nagel oleh seorang yang bernama Munada.
Raden Adipati Wiranata Kusumah IV (1846-1874) dinilai sebagai pamong yang progresif. Dialah peletak master plan yang disebut Negorif Bandung. Sebagai seorang arsitek ia mendirikan Pendopo Kabupaten Bandung dan Masjid Agung Bandung. Ia juga memprakarsai pembangunan sekolah raja (sekolah guru) dan pendidikan sekolah para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). Atas jasanya di segala bidang ia mendapat penghargaan dari Pemerintah Kolonial Belanda berupa bintang jasa. Kemudian karena hal itu juga rakyat Kabupaten Bandung menyebutnya dengan nama Dalem Bintang.
Raden Adipati kusuma Dilaga (1874-1893). Dalem Bintang wafat pada 1874 dan sebagai penggantinya diangkat saudaranya yang bernama Raden Adipati kusuma Dilaga.Â
Peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahan bupati ini adalah dibukanya secara resmi jalan kereta api yang menghubungkan Bandung dengan Cianjur. Periodisasi Bupati terus berlanjut.  Bupati Kabupaten Bandung selanjutnya adalah R.A.A. Martanegara (1893-1918), Raden Adipati Aria Wiranata Kusumah V atau disebut Dalem Haji (1918-1931 dan 1935-1945), R. T. Hasan Sumadipradja (1931-1935), R. T. E. Suriasaputra (1945-1947), Raden Male Wiranatakusumah atau disebut  Aom Male (1948-1956), R. Apandi Wiradiputra (1956-1957), R. Memed Ardiwilaga (1960-1967), Matsuri (1967-1969), kemudian Lily Sumantri (1969-1980),  Sani Lupias Abdurachman (1980-1985), H. D. Cherman E. (1985-1990), H. U. Hatta Djatipermana (1990-2000), selanjutnya Obar Sobarna bersama Wakil Bupati Bandung Eliyadi Agrarharja  (2000-2005), dan sebagai Wakil Bupati Bandung pada periode selanjutnya adalah Yadi Srimulyadi (2005-2010), dan hingga Periode Bupati Bandung kini adalah Dadang M. Nasser dengan Wakil Bupati Deden Rukman Rumaji (2010-2015).
Buku ini pada dasarnya ingin mengulas mengenai tokoh-tokoh bupati yang pernah berjasa di Kabupaten Bandung. Hal ini bertujuan untuk kepentingan bahan referensi baik bagi pelajar dari mulai tingkat dasar; SD, menengah; SMP, SMA, SMK, tingkat atas mahasiswa, dan masyarakat umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H