1. Ibnu Muqlah
Muhammad Abu Ali bin Ali bin al-Hasan bin Abdullah bin Muqlah yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Muqlah lahir pada 21 Syawal tahun 272 H/887 M di kota Baghdad. Beliau ini merupakan seorang wazir (menteri) pada masa khilafah Abbasiyah. Kemampuan kaligrafinya ia dapatkan atas bimbingan Al-Ahwal Al-Muharrir. Dikarenakan kemahirannya dalam menulis kaligrafi, Ibnu Muqlah dikenal sebagai "Imam Al-Khaththathin" atau "Bapak para Kaligrafer."
Salah satu keberhasilan Ibnu Muqlah dalam kaligrafi adalah dalam mengangkat gaya tulis Naskhi menjadi Khath Kufi, selain juga menekuni Khath Tsulus. Sumbangan Ibnu Muqlah dalam dunia kaligrafi bukan pada penemuan gaya melainkan dalam hal pemakaian kaidah-kaidah sistematis, terutama untuk Khath Naskhi.
Sumbangsih Ibnu Muqlah diantaranya :
1. Penemu khat naskhi sekaligus kaidah dan rumusnya.Â
2. Penemu khat Tsulusi sekaligus kaidah dan rumusnya.Â
3. Orang yang pertama kali menetapkan ukuran huruf per huruf tulisan Arab.Â
4. Meletakkan dasar-dasar dalam menulis awal sampai akhir huruf dan kriteria pena.Â
2. Ibnu Bawwab
Abu Hasan Ali ibn Hilal adalah nama lengkap dari Ibnu Bawwab. Bawwab memiliki arti yaitu "penjaga pintu". Dikarenakan, beliau merupakan putra seorang penjaga pintu istana di Baghdad. Ibnu Bawwab pernah menghafal Al-Quran dan menuliskanya dalam 64 eksemplar. Salah satunya ia tulis dengan gaya Raihani dan disimpan di sebuah masjid di Istanbul. Dialah penemu dan pengembang gaya khath Raihani dan Muhaqqah, serta salah satu penerus gaya Naskhi yang diusung Ibnu Muqlah.
3. Yaqut al-Mustashimi
Nama lengkapnya adalah Jamaluddin Yaqut bin Abdillah al-Musta'shimi. Beliau diperkirakan  lahir pada tahun 626 H. Beliau adalah seorang kepala perpustakaan Al-Mistan Syiriyah di Baghdad yang memiliki julukan Jamaluddin dan akrab disapa Abu Durra atau Abu al-Majid. Kaligrafer yang juga penyair ini mengembangkan metode baru penulisan huruf Arab serta memelopori penulisan menggunakan bambu yang dipotong miring sebagai pena.
Jasa-jasa Yaqut al-Mustashimi diantaranya :Â
1. Menyempurnakan 6 jenis tulisan peninggalan Ibnu Al-Bawwab
2. Memberikan dimensi baru dalam bentuk tulisan kaligrafi, dengan model potongan penanya yang miring
3. Membuat standar ukuran proporsional huruf-huruf kaligrafi dengan menggunakan titik-titik.
4. Ibnu Syehk (Syehk Hamdalah al-Masi)Â
Merupakan salah satu maestro kaligrafi terbesar sepanjang sejarah Utsmani dan menjadi kiblat para kaligrafer-kaligrafer pada masa itu. Pada zamannya, Sultan Bayazid II (Sultan Utsmani yang memerintah pada 1481-1512 M) belajar kaligrafi padanya. Selain itu, karya-karya yang ditinggalkannya menjadi rumus bagi pengembangan penulisan khath selanjutnya.
4. Hasim Muhammad al-Bagdhadi
Hashim Muhammad Al-Baghdadi atau Hashem al-Khattat lahir di Baghdad pada tahun 1917. Beliau mulai belajar kaligrafi Arab sejak usia dini, dan berhasil meraih gelar diploma kaligrafi dari Mulla 'Ali al-Fadli pada tahun 1943. Pada tahun 1960, beliau diangkat menjadi dosen kaligrafi bahasa Arab di Institute of Fine Arts di Badgdad.
Beliau mengikuti gaya Baghdad klasik Yaqut al-Musta'shimi dan dikombinasikan dengan gaya Ottoman yang lebih modern, selain itu beliau juga dikenal sebagai kaligrafer terbaik dalam gaya Tsuluts.
Karya kaligrafinya menghiasi sejumlah masjid terkenal di Irak, termasuk masjid al-Shahid, masjid Syaikh Qadir Abdul al-Gailani, masjid Haiderkhana, masjid Almuraia, dan masjid Bunia. Beliau juga mendesain Iraqi Bank Notes, serta koin untuk Tunisia, Maroko, Libya, dan Sudan.
5. Hamid al-Amidi
Hamid al-Amidi adalah salah satu kaligrafer modern Turki yang paling terkenal. Beliau merupakan seorang murid dari banyak ahli kaligrafi terkenal, seperti: Haci Hafiz Bey, Kamil Akdik, Hulusi Efendi, dan Ismail Hakki Altunbezer.
Hamid bekerja sebagai guru kaligrafi dari tahun 1910 sampai tahun 1912, kemudian beliau menjadi kartografer di Militer College sampai 1918 sebelum pada akhirnya beliau mengabdikan dirinya sepenuh waktu untuk praktik seni. Beliau dua kali menyalin al-Quran dan membuat inskripsi di masjid Sisli di Istanbul yang dekorasinya didasarkan pada gaya tradisional iluminasi naskah.
6. Didin Sirojuddin AR
Didin Sirojuddin AR lahir di Kuningan, Jawa Barat, 15 Juli 1957. Diluar tugasnya sebagai pengajar di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Didin yang melukis sejak sebelum aktif mengembangkan kaligrafi di Indonesia. Dimulai dari belajar menulis khat di Pondok Modern Gontor (1969-1975) hingga menjadi wartawan majalah Panji Masyarakat sambil melukis, menulis mushaf al-Quran, membuat komik/ilustrasi dan menulis khat untuk buku dan majalah, alat peraga, poster, dan kalender di Jakarta.Â
Tahun 1985 mendirikan Lembaga Kaligrafi Alquran (LEMKA) di Jakarta, disusul tahun 1998 mendirikan Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka di Sukabumi, dua kendaraan perjuangannya yang diiringi aktivitasnya menulis buku-buku kaligrafi, penjurian lomba kaligrafi di MTQ nasional dan ASEAN, dan berkeliling membina kaligrafi di berbagai pelosok Indonesia.
7. Nuria Garcia Masip (kalirafer wanita)Â
Nuria Garcia Masip lahir di Ibiza Spanyol pada tahun 1978. Pada tahun 1999 setelah dia meraih gelar BA dalam bidang Literatur Prancis dan Spanyol di The George Washington University Amerika, ia melakukan perjalanan ke Maroko. Di sana, ia mulai menemukan ketertarikan pada kesenian Islam.
Pada tahun 2004, Nuria Garcia pindah ke Istanbul dan melanjutkan belajar tsulus serta naskhi langsung dari guru gurunya (guru dari Muhammad Zakaria), yaitu Syaikh Hasan Celebi dan juga dari Ustadz Dawud Bektasy. Tahun 2007, atas dukungan dan sponsor IRCICA (Research Center for Islamic History, Art and Culture), Nuria Garcia memperoleh ijazah pada dua khat tersebut (Tsulus dan Naskh) dengan tanda tangan dari tiga gurunya (Hasan Celebi, Dawud Bektasy dan Muhammad Zakaria).