Dalam Islam, memaafkan adalah tindakan yang dianjurkan dan dianggap sebagai bentuk kebaikan yang tinggi. Islam mengajarkan bahwa memaafkan bukan hanya memperbaiki hubungan dengan orang lain, tetapi juga menumbuhkan ketenangan jiwa serta menunjukkan kekuatan dan kebaikan hati.Â
Menurut Dr. Robert Enright, seorang ahli dalam studi tentang pengampunan, memaafkan adalah proses emosional yang melibatkan keputusan sadar untuk melepaskan perasaan marah dan kebencian. Meskipun tidak mudah, memaafkan dapat mengurangi penderitaan psikologis dan membantu seseorang mengembangkan sikap empati dan kasih sayang. Penelitian juga menunjukkan bahwa individu yang mudah memaafkan cenderung memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih rendah serta kualitas hidup yang lebih baik [Enright, Forgiveness is a Choice, 2001].
Menurut beberapa ayat dalam Al-Qur'an :
Surat Al-A'raf [ 7:199 ] : Jadilah Pemaaf, perintahlah ( orang-orang ) pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya, agar berpegang teguh pada prinsip umum tentang moral dan hukum. 1. Sikap Pemaaf dan berlapang dada Allah swt menyuruh Rasul-Nya agar beliau memaafkan dan berlapang terhadap perbuatan, tingkah laku dan akhlak manusia dan janganlah beliau meminta dari manusia apa yang sangat sukar bagi mereka sehingga mereka lari dari agama. Sabda Rasullah saw: "Mudahkanlah, jangan kamu persulit dan berilah kegembiraan, jangan kamu susahkan". (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa dan Muadz) Termasuk prinsip agama, memudahkan, menjauhkan kesukaran dan segala hal yang menyusahkan manusia. Demikian pula halnya dalam bidang budi pekerti manusia banyak dipengaruhi lingkungannya. Bahkan banyak riwayat menyatakan bahwa yang dikehendaki pemaafan di sini ialah pemaafan dalam bidang akhlak atau budi pekerti (Tafsir Ibn Katsir dalam tafsir ayat tersebut) Rasulullah berkata sehubungan dengan ayat ini: "Apakah ini ya Jibril? Jawab Jibril, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu agar memaafkan orang yang berbuat aniaya terhadapmu, memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu dan menyambung hubungan kepada orang yang memutuskannya." (Riwayat Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim, dari Ibn Ubay dari bapaknya) 2. Menyuruh manusia berbuat maruf (baik) Pengertian urf pada ayat ini adalah maruf. Adapun Maruf adalah adat kebiasaan masyarakat yang baik, yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Dalam Al-Quran kata"maruf" dipergunakan dalam hubungan hukum-hukum yang penting, seperti dalam hukum pemerintahan, hukum perkawinan. Dalam pengertian kemasyarakatan kata "maruf" dipergunakan dalam arti adat kebiasaan dan muamalah dalam suatu masyarakat. Karena itu ia berbeda-beda sesuai dengan perbedaan bangsa, negara, dan waktu. Di antara para ulama ada yang memberikan definisi "maruf" dengan apa yang dipandang baik melakukannya menurut tabiat manusia yang murni tidak berlawanan dengan akal pikiran yang sehat. Bagi kaum Muslimin yang pokok ialah berpegang teguh pada nash-nash yang kuat dari Al-Quran dan Sunnah. Kemudian mengindahkan adat kebiasaan dan norma yang hidup dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan nash agama secara jelas. 3. Tidak mempedulikan gangguan orang jahil Yang dimaksud dengan orang jahil ialah orang yang selalu bersikap kasar dan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap para Nabi, dan tidak dapat disadarkan. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, agar menghindarkan diri dari orang-orang jahil, tidak melayani mereka, dan tidak membalas kekerasan mereka dengan kekerasan pula. [ Tafsir Tahlili ]
Surat An-Nur [ 24:22 ] : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah; dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Salah satu bentuk godaan setan adalah mencarikan dalih agar seseorang enggan membantu orang lain. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dalam kesalehan beragama serta keutamaan akhlak yang luhur dan kelapangan rezeki di antara kamu, wahai orang-orang yang beriman, bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kerabat-nya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah hanya karena orang-orang itu pernah berbuat kesalahan kepadanya atau membuat pribadinya tersinggung. Sebaiknya mereka berbesar hati dengan tetap mengulurkan bantuan, dan hendaklah mereka memaafkan orang yang pernah melukai hatinya, dan berlapang dada sehingga dapat membuka lembaran baru dalam hubungan mereka. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampuni kesalahan dan kekurangan kamu? Tentu kamu suka. Karena itu, maafkanlah mereka agar Allah memaafkan dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun sehingga akan menghapus dosa kamu, Maha Penyayang dengan mencurahkan nikmat lebih banyak lagi kepada kamu. [ Tafsir Wajiz ]
Surat Asy-Syu'ara [ 42:43 ] : Akan tetapi, sungguh siapa yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang sabar dan memaafkan perbuatan jahat yang dilakukan orang lain atas dirinya, sedangkan ia sanggup membalasnya, mereka itu telah melakukan sesuatu yang utama dan mereka itu berhak menerima pahala yang banyak. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki mencaci maki Abu Bakar, sedangkan Nabi duduk bersamanya, tersenyum, begitu banyak caci maki itu sehingga Abu Bakar membalas caci maki tersebut. Kemudian Nabi marah dan bangun dari duduknya, lalu Abu Bakar mengikutinya dan berkata, "Ya Rasulullah, dia telah mencaci makiku sedangkan engkau duduk (melihatnya), ketika aku membalas caci makinya engkau marah dan bangkit (meninggalkanku)." Rasul kemudian menjawab, "Sesungguhnya (ketika engkau dicaci) malaikat ada bersamamu membalas caci maki orang tersebut, ketika engkau membalas caci maki itu, hadirlah setan (disitu), maka aku tidak mau duduk bersama setan." Kemudian Rasul bersabda, Ya Abu Bakar, ada 3 hal yang semuanya benar, yaitu: 1. Seorang hamba dianiaya, lalu dia memaafkan penganiayanya itu, maka ia akan dimuliakan Allah dan dimenangkan atas musuhnya. 2. Seorang laki-laki yang memberikan suatu pemberian dengan maksud mengeratkan hubungan silaturahmi akan diberi Allah tambahan rezeki yang banyak. 3. Orang-orang yang minta-minta dengan maksud memperkaya diri akan dikurangi Allah rezekinya. [ Tafsir Tahlili ]
Dalam Hadist :
Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat). [ HR Muslim ]
Dengan memaafkan kita tidak akan kekurangan atau mendapatkan kerugian apa apa, karenanya justru memaafkan adalah kemuliaan bagi hambanya dari Allah SWT.Â
Orang yang paling penyantun di antara kalian adalah orang yang bersedia memberi maaf walaupun ia sanggup untuk membalasnya.
[ HR Al Anshari ]
Istilah memaafkan dalam bahasa Arab sendiri adalah Al 'Afwu. Artinya secara bahasa adalah melewatkan, membebaskan, meninggalkan pemberian hukuman, menghapus, dan meninggalkan kekasaran perilaku.
Sementara itu, secara istilah Al 'Afwu juga dapat bermakna menggugurkan (tidak mengambil) hak yang ada pada orang lain. Hal ini menjadi bukti mulianya sikap pemaaf, sebagaimana dilansir dari buku [ Berdakwah dengan Hati, oleh Syaikh Ibrahim bin Shalih bin Shabir Al-Maghdzawi ]
Islam  menganjurkan  untuk  memberikan  maaf  secara  sungguh-sungguh dan tidak dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, bahkan tanpa diminta.  Lebih  dari  itu juga  dianjurkan  untuk  melebihkan  pemberian maaf  itu  dengan  mendoakan  orang  yang berbuat  salah  sebagaimana dicontohkan oleh Nabi. Dengan kata lain, pemaafan tidak hanya di bibir, tapi sampai di hati. Islam memberikan resep agar pemaafan tuntas, yakni memohonkan ampunan (mendoakan) bagi mereka serta bermusyawarah. Hal ini sebagaimana diperintahkan dalam al-Qur’an surat Ali-Imran 159. Selain  itu  Islam  juga  mengajarkan  untuk  tetap  menjaga keselamatan  dan kedamaian bagi semua pihak. Artinya, dengan dilakukan pemaafan, maka akan terwujudlah perdamaian dan keselamatan (al-Zukhruf: 89). [ Moh. Khasan, Perspektif Islam dan Psikologi tentang Pemaafan ]
Memaafkan  memiliki  dampak  positif  yang  sangat  banyak,  terutama  bagi  ketenangan  batin seorang  individu,  yaitu  dengan memaafkan  kita  dapat merasakan  emosi  positif  karena  tidak  lagi mengingat  hal-hal  yang  membuat  sakit  hati,  dapat melepaskan  perasan-perasaan  negative,  hati menjadi  lebih  tenang,  dengan  berkurangnya  rasa  marah,  tidak  lagi  merasakan sakit  hati  dan pastinya  dapat  menghilangkan  rasa  dendam  yang  pernah  bersarang  dalam  hati.(Nasrin,  2018).Â
Ketenangan batin bisa didapatkan oleh seseorang dengan cara berdzikir kepada Allah SWT maka niscaya  hati  akan  menjadi  lebih tentram  dan nyaman,  dzikir  itu  sendiri  jika  senantiasa  dilakukan oleh seseorang  maka  akan  membuat  seseorang  akan  merasa dekat  dengan Allah  dan  merasa dilindungi  dimanapun  mereka  berada,  selain  itu  dzikir  akan  dapat  memberikan  kemuliaan  hati bagi  orang yang  senantiasa  melakukannya.  Namun  sebaliknya  jika  seseorang  sulit  dan  enggan untuk berdzikir kepada Allah, maka hati seseorang tersebut akan menjadi tertutup dan tentu Allah akan menjauhi orang-orang yang didalam hatinya tidak pernah mengingat-Nya, dan orang-orang yang  seperti  itu  akan  sulit  mendapatkan  ketenangan  batin.  Ketenangan  batin  dengan  cara berdzikir  seharunya  sudah  menjadi  suatu  kebutuhan  dalam  diri  manusia,  karena  banyak  manfaat yang akan diperoleh dari dzikir tersebut.(Kallang, 2017). [ Rahmat Hidayat, Konsep memaafkan dalam Psikologi Positif ]
Adapun  dalam  perspektif  Islam,  aspek-aspek  pemaafan  dapat mencakup  banyak  hal,  seperti: menahan  amarah,  memaafkan kesalahan, berbuat  baik  terhadap  siapapun  yang  berbuat  kesalahan  kepadanya, lapang  dada,  keluasan  hati,  menghapus kesalahan,  melupakan  masa  lalu yang  menyakitkan  hati, takfir(menutup  kesalahan  orang  lain),  membuka lembaran  baru,  memperbaiki  hubungan  menjadi  indah  (harmonis), mewujudkan  kedamaian  dan  keselamatan  bagi  semua  pihak, mendoakan orang  yang  berbuat  jahat,  bermusyawarah  dengan  orang-orang  yang pernah menyakiti (berbuat salah), dan menyerahkan urusan kepada Allah (tawakkal). [ Moh. Khasan, Perspektif Islam dan Psikologi tentang Pemaafan ]
Memaafkan atau forgiveness merupakan  salah  satu  konsep  dari  pikologi  positif.  Dalam hubungan setiap individu tidak mungkin berjalan selalu baik, pasti selalu ada kesalah atau kesalah pahaman  antar  individu  yang  menimbulkan  afektif  negative  dari  setiap individu.  Memaafkan merupakan pusat untuk mengembangkan manusia yang sehat dan hal yang paling penting adalah pemulihan hubungan  interpersonal  anatar  individu  setelah  terjadinya  konflik.  Memaafkan  juga dapat  mengurangi  tanggapan  negative yang terjadi  setelah  konflik. Wothington menyatakan bahwa  memaafkan  berfungsi  untuk  mengurangi  dan  membatasi  rasa  benci dan dendam  yang bersarang  dalam  hati  individu  yang  memungkinkan  mengacu  pada  pembalasan.  Dalam  bentuk sederhananya meaafkan  dapat  mengarahkan  individu  untuk  merasakan  suatu kebaikan  dari pelaku, dengan kata lain memaafkan juga akan mengarahkan individu pada perasaan positif. [ Rahmat Hidayat, Konsep memaafkan dalam Psikologi Positif ]
Kata Maaf mudah diucapkan, dilontarkan. Namun, tidak mudah untuk dipraktikkan. Kata "Maafkan Saya"Â seharusnya diucapkan pada saat memiliki kesalahan kepada orang lain. Justru lebih mudah untuk meminta maaf daripada memberikan maaf dan faktanya menunjukkan seperti itu. Seorang yang berada sebagai posisi korban, naluriahnya merasa berat untuk memaafkan. Namun karena berat, maka manfaat yang ada dibalik itu juga lebih besar.
Seorang yang ringan memaafkan, jiwanya cenderung bahagia. Merekea tidak terlalu risau dengan kesedihan atau kemalangan yang menimpa hidupnya. Kalaupun ada masalah, mereka yakin bahwa di balik itu semua ada rencana Allah SWT yang begitu besar. Mereka berpikir bahwa Allah SWT tidak mungkin memberikan cobaan melebihi kapasitas mereka. Artinya, semua masalah yang ada di dunia ini, tuhan pasti memberikan jalannya.Â
Masalahnya di Hati
- Hati yang Sehat
- Hati yang Mati
- Hati yang Sakit
Ada tiga faktor yang harus dipahami oleh manusia sebagai insan pemaaf
Hati yang SehatÂ
Menurut al-Jauziyah, hati yang sehat adalah hati yang selamat. Pada hari kiamat nanti, barang siapa yang menghadap allah SWT tanpa membawanya, tidak akan selamat. Allah SWT berfirman dalam surat Asy-Syu'ara (26)Â ayat 88 dan 89, "...(yaitu) pada hari ketika tidak berguna lagi (lagi) harta dan anak-anak serta laki-laki kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih..."
Hati yang bersih (dalam ayat di atas) didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan peintah Allah, dan dari setiap syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari ketidakbenaran. Hati ini bersih dari beribadah kepada selain Allah dan berhukum kepada selain Rasulullah kalau ya beribadah itu hanya kepada Allah dan bukan karena ingin pamer atau menyerahkan diri kepadanya selain nya jika ia mencintai membenci memberi dan menahan diri semuanya karena Allah ini saja tidak cukup sehingga ia benar-benar terbebas dari sikap tunduk dan berhubung pada selain Rasulullah. Orang yang hatinya sehat (dan bersih) hatinya telah terikat kepada rasul dan ikatan yang kuat untuk menjadikannya sebagai satu-satunya panutan dalam perkataan perbuatan ia tidak akan berani bersikap lancang mendahuluinya dalam hal Aqidah perkataan ataupun perbuatan
Hati yang Mati
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya. Seseorang yang seperti ini, tulis Qayyim, ibaratnya seperti manusia berikut : ".... Ia tidak beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diri dhai-Nya. hati seperti ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah SWT. Ia tidak peduli dengan keridhaan atau kemurkaan Allah. Baginya, yang penting adalah memenuhi keinginan hawa nafsu. I menghamba kepada selain Allah. Jika ia mencinta, membenci, memberi dan menahan diri, semuanya karena hawa nafsu. Hawa nafsu telah menguasainya dan lebih ia cintai daripada keridhaan Allah.
Hati yang Sakit
Hati yang sakit adalah hati yang hidup, tetapi mengandung penyaki. Ia akan mengikuti unsur yang kuat. Kadang-kadang ia cenderung kepada "kehidupan" dan kadang-kadang pula cenderung pada "penyakit". Padanya ada kecintaan, keimanan, keikhlasan. dan tawakal kepada Allah SWT, yang merupakan sumber kehidupannya. Padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap dunia. Ia ada di antara dua penyeru; penyeru kepada Allah, Rasul dan hari akhir, serta penyeru kepada kehidupan duniawi. Seruan yang akan disambutnya adalah seruan yang paling dekat, paling akrab.
Demikianlah hati yang pertama adalah hati yang hidup, khusyuk, tawadhu (rendah hati) lembut, dan selalu berjaga. hati yang kedua adalah hati yang gersang dan mati, Hati yang ketiga adalah hati yang sakit, Kadang-kadang dekat kepada keselamatan dan kadang-kadang dekat kepada kebinasaan.
Dalam konteks memaafkan di manakah hati kita berada? Â yang sehat, mati atau sakit? tentu saja kita semua berharap termasuk pada manusia yang berhati sehat dan disenangi oleh banyak orang. [ Buku Kekuatan memaafkan, Yanuardi Syukur dan Muhammad Nahar, Hal 9 ]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI