Tanpa harus distribusi yang tersentralisir di pangkalan Pertamina pun, harga gas di Indonesia memang sudah di atas negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Harga gas di Indonesia rata-rata US$8,3 per MMBTU, sedangkan di Malaysia US$6,6 per MMBTU dan Thailand US$7,7 per MMBTU.
Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, yang menilai bahwa kebijakan ini justru berdampak negatif pada usaha kecil dan menengah. "Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tersebut merupakan kebijakan blunder lantaran mematikan pengusaha akar rumput, menyusahkan konsumen, dan melabrak komitmen Presiden Prabowo yang berpihak kepada rakyat kecil," kata Fahmy Radhi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu, 2 Februari 2025.
Di sini saya teringat dengan Plato.yang mengatakan bahwa keadilan adalah ketika setiap orang mendapatkan sesuai dengan kebutuhannya. Namun, dalam kasus elpiji 3 kg, pertanyaannya bukan hanya tentang harga yang stabil, tetapi juga tentang akses yang semakin terbatas. Masyarakat yang sebelumnya bisa membeli elpiji dari warung atau pengecer kini harus menyesuaikan diri dengan mekanisme baru yang tidak selalu praktis.
Di pasar, ibu-ibu antre dengan wajah cemas, bertanya apakah besok elpiji masih tersedia di pangkalan resmi. Bagi mereka, gas melon bukan sekadar energi untuk memasak, melainkan simbol kestabilan ekonomi rumah tangga. Jika distribusi terganggu, dampaknya bisa merembet ke sektor lain---dari harga makanan di warung hingga kelangsungan usaha kecil yang mengandalkan elpiji 3 kg sebagai bahan bakar utama.
Kebijakan Pemerintah dan Tantangan
Presiden Prabowo, dalam narasi Asta Cita-nya, berbicara tentang kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Namun, kesejahteraan bukan sekadar narasi; ia membutuhkan perhitungan yang cermat dan keberanian untuk menegakkan keadilan. Jika penataan distribusi elpiji 3 kg hanya menjadi dalih bagi mekanisme pasar untuk bermain-main dengan pasokan, maka rakyat hanya bisa menatap dapur mereka yang semakin sunyi---tanpa api, tanpa asap, tanpa harapan.
Seperti yang dikatakan Joseph Stiglitz dalam The Price of Inequality (2012), "Pasar bebas tanpa regulasi yang tepat hanya akan menciptakan ketidaksetaraan, bukan kesejahteraan." Maka pertanyaannya kini, apakah reformasi distribusi elpiji 3 kg benar-benar memberi keadilan bagi mereka yang membutuhkan, atau sekadar babak baru dari kebijakan yang justru menambah kesulitan bagi rakyat kecil?
Ibu yang meninggal di Pamulang barangkali tak sempat membaca buku Stiglitz. Ia juga mungkin tak terlalu peduli dengan filosofi ekonomi atau teori kebijakan publik. Yang ia tahu, dapurnya tak boleh padam, karena di sanalah keluarganya bergantung. Tapi yang terjadi justru sebaliknya—gas yang harusnya menyala di dapurnya, justru meredup bersama nyawanya.
Jakarta, 3 Februari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI