Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan - Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, 20 Februari 1965, adalah Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan SDM dan Kebudayaan di sebuah instansi pemerintah, dengan karir di birokrasi selama sekitar 37 tahun, berdomisili di Bogor. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Artikel yang ditulis adalah pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari instansi penulis bekerja. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahaya Sharenting dan Tips Memitigasi Risikonya

26 Januari 2025   22:05 Diperbarui: 26 Januari 2025   23:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sharenting yang gegabah menjadi sasaran empuk predator. (Sumber: Image Creator, Microsoft Bing)

MEDIA sosial, seperti panggung tanpa tirai, menampilkan kehidupan kita kepada dunia. Di sana, kebahagiaan bertransformasi menjadi tontonan. Kenangan menjadi konten. Namun, di balik gemerlap itu, ada bahaya yang mengintai—terutama ketika yang kita bagikan adalah kehidupan anak-anak kita.

Fenomena sharenting, lahir dari kata share dan parenting, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern. Orang tua memamerkan foto anak-anak mereka—ulang tahun pertama, hari pertama sekolah, atau sekadar tawa di taman bermain. Namun, dalam euforia berbagi, mereka kerap melupakan satu kenyataan: jejak digital tidak pernah benar-benar terhapus. Di situ, di tangan para predator, mereka adalah mangsa-mangsa empuk.

Menurut UNICEF, 75% anak-anak di bawah usia 12 tahun telah memiliki identitas digital yang diciptakan oleh orang tua mereka, sering tanpa sadar. Laporan ini juga mencatat bahwa sepertiga dari foto anak-anak yang ditemukan di situs predator seksual berasal dari unggahan media sosial yang tampak “tidak berbahaya.”

Kasus di Amerika, foto anak berenang disalahgunakan (Ilustrasi: Image Creator, Microsoft Bing)
Kasus di Amerika, foto anak berenang disalahgunakan (Ilustrasi: Image Creator, Microsoft Bing)

Kasus seperti ini bukan hanya angka. Pada 2018, seorang ibu di Amerika Serikat membagikan video anaknya belajar berenang. Tanpa sepengetahuannya, video itu diunggah ulang di situs gelap dan dijadikan materi oleh kelompok dengan niat buruk. Trauma ini, meski tak kasat mata, membekas di setiap keluarga yang mengalaminya. Di lain kasus, seorang ibu tanpa sadar membagikan lokasi sekolah anaknya melalui sebuah unggahan ulang tahun. Informasi itu digunakan oleh seorang predator untuk melacak aktivitas harian anak tersebut. Untungnya, pihak keamanan bertindak cepat. Namun, trauma yang dirasakan keluarga itu sulit dihapus. 

Di Prancis, pemerintah mengambil langkah tegas melalui hukum perlindungan anak, "Loi Avia", yang memungkinkan anak-anak menggugat orang tua mereka atas pelanggaran privasi digital. Sementara itu, Jerman menetapkan batasan ketat bagi sharenting, terutama untuk anak-anak berusia di atas 14 tahun.

Namun, di Indonesia, sharenting masih menjadi “ladang bebas.” Dengan 70% pengguna media sosial aktif adalah orang tua, dan sebagian besar tidak menyadari risiko privasi digital. Di sini, anak-anak menjadi bintang di dunia maya tanpa perlindungan yang memadai.

Lalu, bagaimana kita sebagai orang tua dapat memitigasi risiko ini? Berikut adalah beberapa langkah yang dapat menjadi panduan—cara bijak berbagi tanpa mengorbankan keselamatan dan privasi anak-anak.


Bahaya Sharenting

  1. Eksploitasi Digital
    Foto-foto anak dapat disalahgunakan oleh predator online atau bahkan dijual di situs gelap. Anak-anak yang menjadi korban mungkin tidak sadar sampai dampaknya terasa di kemudian hari.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun