Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan - Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, 20 Februari 1965, adalah Direktur Pengawasan Bidang Pengembangan SDM dan Kebudayaan di sebuah instansi pemerintah, dengan karir di birokrasi selama sekitar 37 tahun, berdomisili di Bogor. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Artikel yang ditulis adalah pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari instansi penulis bekerja. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Badan Bank Tanah: Kunci Keadilan dan Kesejahteraan

14 Januari 2025   12:30 Diperbarui: 14 Januari 2025   11:43 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: DALL·E 2025-01-14 09.41.31

ADA sebuah pepatah Jawa kuno yang berkata, “Bumi iku dumadi saka ngerembes banyu lan anget surya.”, yang artinya "Bumi tercipta dari merembesnya air dan hangatnya matahari." Makna filosofisnya menggambarkan harmoni dan keseimbangan dalam alam, di mana tanah subur dan kehidupan muncul sebagai hasil dari kerja sama antara elemen air dan matahari. Dalam konteks yang lebih luas, pepatah ini mengajarkan bahwa kehidupan di bumi bergantung pada keselarasan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijak.

Tanah, dalam falsafah ini, bukan sekadar hamparan materi yang diam, melainkan cerminan kehidupan. Pepatah ini mencerminkan gagasan bahwa harmoni antara elemen alam – air dan matahari – adalah kunci keberlangsungan hidup. Dalam konteks keadilan ekonomi dan reformasi agraria, falsafah ini menggambarkan pentingnya distribusi sumber daya yang seimbang dan inklusif agar seluruh elemen masyarakat dapat merasakan manfaatnya.

 

Badan Bank Tanah dalam sebuah panel diskusi (Sumber: SuaraIndo.id)
Badan Bank Tanah dalam sebuah panel diskusi (Sumber: SuaraIndo.id)

Mandat Besar Badan Bank Tanah

Di tengah hiruk-pikuk pembangunan yang sering kali melupakan akar keadilan, hadir Badan Bank Tanah, sebuah institusi yang dimaksudkan sebagai penjaga dan pengelola aset paling fundamental bangsa ini. Badan ini dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, yang merupakan pelaksanaan amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Tujuan utama pembentukan Badan Bank Tanah adalah untuk menjamin tersedianya tanah bagi kepentingan umum, pemerataan ekonomi, penyediaan tanah untuk reforma agraria, pembangunan sosial, dan pengelolaan tanah secara berkelanjutan. Bank Tanah bertanggung jawab kepada Presiden melalui Komite yang diberi kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi keadilan, untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria.

Sejarawan Arnold Toynbee pernah berkata bahwa "peradaban yang hebat dibangun di atas pengelolaan sumber daya yang adil" (Toynbee, 1934). Dalam konteks Indonesia, keadilan itu kerap menjadi cita-cita yang jauh, terhalang oleh monopoli lahan, konflik agraria, hingga penggusuran atas nama pembangunan. Badan Bank Tanah hadir dengan mandat besar: menjembatani kepentingan negara, masyarakat, dan ekonomi agar tanah tidak lagi menjadi komoditas eksklusif, tetapi ruang inklusif yang menjanjikan kehidupan layak.

Peluang Transformasi melalui Redistribusi Tanah

Menurut data Kementerian ATR/BPN (2023), hingga 2023 terdapat lebih dari 10 juta hektar tanah terlantar di Indonesia. Di sisi lain, konflik agraria yang tercatat oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencapai 212 kasus pada tahun 2022, dengan sebagian besar konflik melibatkan lahan pertanian dan perkebunan (KPA, 2022). Angka ini menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan pengelolaan lahan di Indonesia.

Badan Bank Tanah memiliki potensi untuk mengubah narasi ini, menjadi instrumen yang membebaskan petani dari belenggu ketimpangan akses lahan. Dalam praktiknya, salah satu langkah nyata adalah redistribusi tanah. Sebagai contoh, redistribusi tanah yang dilakukan melalui program Reforma Agraria telah memberikan manfaat kepada lebih dari 4 juta keluarga petani sejak 2015 (Kementerian ATR/BPN, 2023). Namun, apakah hal ini cukup? Banyak pihak berharap Badan Bank Tanah mampu mempercepat proses ini dengan tata kelola yang lebih efisien.

John Rawls dalam teori keadilannya mengingatkan bahwa masyarakat yang adil adalah masyarakat yang mengatur sumber daya bagi yang paling tidak beruntung (Rawls, 1971). Badan Bank Tanah, dalam hal ini, harus menjadi representasi keadilan Rawlsian, memastikan bahwa setiap jengkal tanah yang dikelola memberikan manfaat langsung bagi mereka yang paling membutuhkan. Apakah itu petani kecil, nelayan yang kehilangan pesisir, atau komunitas adat yang terpinggirkan.

Di negara-negara lain, pengelolaan tanah berbasis keadilan telah menunjukkan hasil yang positif. Di Brasil, misalnya, program Reforma Agraria telah mendistribusikan lebih dari 80 juta hektar tanah kepada sekitar 1,4 juta keluarga sejak tahun 1985 (Instituto Nacional de Colonização e Reforma Agrária, 2021). Program ini diiringi dengan pemberian pelatihan dan dukungan finansial kepada petani kecil, yang berkontribusi pada peningkatan produksi pangan dan pengurangan ketimpangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun