Pagi ini, embun di daun rumput
menundukkan wajahnya pada matahari pertama.
Langit seperti lembaran kertas
kosong, menunggu tinta kesadaran
mengisi celah di antara desir angin
dan gema waktu yang baru saja dilahirkan.
Kota masih bersembunyi
di balik tirai kabut.
Hanya burung yang berani
menorehkan nyanyian di udara,
mengirim pesan: bangkitlah.
Hari ini adalah bait pertama
dari puisi yang tak selesai.
Keheningan pagi ini bukanlah kehampaan
melainkan ruang---
di mana tekad bertunas,
di mana mimpi yang layu
kembali menyala dalam pucuk-pucuk harapan.
Bukankah hidup adalah rangkaian
matahari yang terbit
dan janji untuk menjadi lebih baik?
Di jalan setapak ini,
kita tak lagi berbicara tentang masa lalu.
Kita adalah arus kecil yang mencari laut,
bukan batu yang memeluk beban.Â
Pagi yang baru,
adalah kita.
Lembut, namun tak pernah gentar
menghadapi hari yang datang
seperti segenggam sinar,
merasuk ke dalam diri,
menyulut api,
menjadi terang.
Bogor, 1 Januari 2025
Dikdik Sadikin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H