Mohon tunggu...
Ramadan

Ramadan, Sekolah Menahan Penggunaan Plastik

10 Mei 2019   23:15 Diperbarui: 10 Mei 2019   23:40 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktis, itulah kata yang biasa dilontarkan untuk memberikan alasan penggunaan kantong plastik. Ringan, mudah, murah, pleksibel dan gampang untuk dibuang adalah kelebihan lain untuk semakin mempertegas perlunya  penggunaan kantong plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Menenteng belanjaan nampaknya tidak sempurna tanpa berwadah plastik. Fenomena ini sudah umum berlaku, baik di mall, supermarket maupun pasar tradisional. Hari ini, makanan siap santap pun diberi wadah atau dibungkus dengan wadah berbahan atau berlapis plastik.

Dulu, di era tahun 80-an, untuk membungkus dan mewadahi makanan sepertinya masih "haram" menggunakan wadah berbahan plastik. Saat itu, umumnya bungkus makanan memakai daun pisang. Hari ini, sulit hal ini ditemui. Kecenderungan sekarang wadah yang dipergunakan untuk produk makanan siap santap  umumnya juga berbahan plastik atau kertas berlapis plastic untuk menghindari lengket. 

Dalam pandangan hukum Islam, apa hal ini diperbolehkan ? Sepanjang bahannya tidak diambil dari dzat yang memang terlarang, tentu boleh -- boleh saja.

Segala hal menyangkut mu'ammalat duniawiyat, sepanjang tidak ada larangan maka hukum asalnya adalah boleh. Namun ketika yang dibolehkan itu kemudian mendatangkan madlarat, kerusakan, menyebabkan sakit atau ketidak-nyamanan maka sebaiknya dihindari.

Dalam surat al Baqarah 168, al Maidah 88, dan an Nahl 114 Allah SWT telah memberikan panduan bahwa syarat apa yang dikonsumsi adalah halal dan thoyyib (baik). Kata thayyib umumnya diartikan dengan baik. Artinya, apa yang dikonsumsi itu berimbas kebaikan. Bukan justru menyebabkan sakit, mendatangkan bencana dan malapetaka.

Mengkonsumsi daging sapi yang disembelih secara baik dan memenuhi syarat kehalalan tentu boleh, namun bagi orang tertentu yang menderita penyakit tertentu dapat dipastikan tidak thayyib untuk dikonsumsi, karena kalau dipaksakan dikonsumsi, akhirnya akan berdampak semakin besar dan bertambah penyakitnya. Penggunaan plastik sebagai wadah atau alas makanan, kalau memang mendatangkan madlarat kepada tubuh seseorang, maka plastik itu menjadi tidak thayyib untuk dipergunakan.

Sudah menjadi rahasia umum, banyak dampak negatif yang tidak bisa dihindari dari penggunaan plastik terutama untuk alas atau wadah makanan. Bagi orang yang mengkonsumsi disinyalir dapat menyebabkan gangguan system saraf, penyakit kanker, berpotensi meningkatkan depresi, gangguan reproduksi, radang paru-paru, pembengkakan hati dan lain sebagainya.

Tidak hanya itu, lingkungan sekitar pun terkena juga dampaknya seperti menurunkan tiingkat kesuburan tanah, berpotensi menyebabkan banjir, mencemari air dan udara disamping meracuni makhluk hidup lainnya. Alhasil, kalau memang penggunaan plastik bisa dihindari, tentu itu lebih baik (thayyib).

Shaum, hakikatnya adalah al imsak (menahan), baik menahan dari hal-hal yang membatalkan (al mubtilat) maupun menahan dari hal-hal yang akan merusak nilai dan pahala puasa (al muhlikat). Melalui madrasah (sekolah) Ramadhan, ummat Islam nampaknya sangat berpeluang untuk menjadi pelopor gerakan menahan diri dari penggunaan plastik berlebihan. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun