Dokter Garcia telah merintis penggunaan obat ini pada gangguan jiwa. Hasilnya cukup memuaskan. Selain skizofrenia, dokter Garcia juga merekomendasikan untuk gangguan jiwa lainnya.
Secara sederhana metformin mengakibatkan peningkatan penggunaan glukosa oleh sel tubuh. Akibatnya sel saraf menjadi kekurangan glukosa. Kondisi ini mengakibatkan pembentukan asetilkolin, neurotransmitter utama, terhambat. Pelepasan asetilkolin sporadislah yang selama ini diduga menjadi dasar terjadinya gangguan jiwa.
Sel saraf dipaksa untuk melakukan efisiensi pembentukan asetilkolin. Pada orang dengan gangguan jiwa asetil kolin mudah sekali disintesa dan dilepaskan akibat ketersediaan glukosa berlebih.
Pada penelitian yang dilakukan di Turki pada tahun 2011, diet rendah karbohidrat saja tidak cukup mengendalikan gangguan jiwa. Umumnya sel tubuh justru sudah terkondisikan dalam mode autofagi. Sedangkan sel saraf tidak. Akibatnya orang-orang dengan gangguan jiwa seolah memiliki imunitas yang tinggi. Glukosa hasil glukoneogenesis lebih banyak digunakan oleh jaringan saraf.
Penggunaan metformin seolah membalikkan kondisi tersebut. Sel tubuh terpacu untuk menggunakan glukosa. Sedangkan sel saraf kekurangan, hingga memicu mekanisme autofagi dalam sel saraf.
Secara teoritis, metformin bisa digunakan untuk gangguan kejiwaan. Obat ini jauh lebih murah dan lebih kecil efek sampingnya daripada obat-obat psikotropika. Ini pernah saya coba pada anak berkebutuhan khusus.
Pada minggu pertama terlihat mereka lebih tenang dan menunjukkan interaksi yang lebih baik dengan orang tuanya. Sayang tidak dilakukan follow up. Hingga tidak bisa dinilai berhasil tidaknya pengobatan. Maklum di kampung.
Saya berharap ada sejawat yang membaca tulisan ini dan berkesempatan untuk mempraktekannya. Sehingga bisa dibuktikan kebenaran teori autofagi.
Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H