Mohon tunggu...
BAHTIAR
BAHTIAR Mohon Tunggu... Freelancer - Dikari elegi

Zikir,Fikir,Amal sholeh

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Siapa yang Gila

4 November 2020   19:54 Diperbarui: 4 November 2020   19:58 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Di ujung tiang itu
semangat yang membara
Harapan tanpa lelah

Telah mati oleh ilmu yang menjuara
Tapi amal yang melemah,

Tuhan engkau yang bertahta
Pada segala yang tumpah
Sebagai darah sejarah

Ijinkan aku menjadi rumah bagi almarhum
Harapan atau yang bakal mati saat mengaji semangat tanpa henti.

Aku yang hampir mati
Berkali kali meredam api sunyi
Sebab gila kini tlah menguasai kami,
Dengan ilmu yang angkuh nan tinggi
Tapi tiada amal sama sekali.

Di tepian surau
Di penghujung acara kemerdekaan
Di sebuah bangku panjang
Terlihat anak berbaju usang,
Berdiri tegap, menatap kain di ujung tiang
terhempas, perlahan ber ayun di terpa kelembutan angin.

Wajah berdebu tatapan yang penuh harapan mengarah pada kerumunan.

Tubuh kurus itu, menatap sang saka dan berkata, :

Semoga mereka yang sekolah, bisa mengukir kebanggan memeluk kemerdekaan!
Sebab tak lagi mereka bertaruh nyawa untuk melanjutkan kemerdekaan dan membuat kemaslahatan.

Suara itu merambat masuk perlahan ke telinga kerumunan,
Puluhan mata dan mulut menatapnya dan berbisik, "apa dia lapar" "sepertinya dia punya gangguan jiwa" "biarlah dia hanya orang bodoh" "awas jangan menatap matanya nnti dia akan marah"

Di salah satu kerumunan, seseorang yang berdasi dan berpakaian rapi, naik ke atas panggung dengan gaya membacakan pidato.

Di 75 tahun apa hebatnya kita?
Punya kehebatan untuk marah?
Sebab pemimpin tak lagi pada yang kita harapkan sebab aturan hanya memihak kepada mereka-mereka yang punya kekayaan
Sebab suara anak muda tak lagi di dengar
Saat menyuarakan yang katanya kebenaran.

Apa hebatnya kita,..?
Kita peduli lewat sosial media, tapi apa Sudahkah kita mengayomi mereka yang lapar dan yang ada di sekeliling kita.

Masikah kita, Bineka tunggal ika?
Tapi kenapa engkau hanya mementingkan diri sendiri, tak peduli dengan orang-orang di sekeliling kita apalagi untuk mereka yang berbeda dengan kita

Apa hebatnya kita?
Terbelenggu dengan budaya orang sampai kita lupa apa? dan bagaimana ? budaya kita!

Apa hebatnya kita?
Wahai kaum muda yang katanya gagah perkasa yang mampu mengubah peradaban dunia
Tapi hanya diam di kamar melihat sosial media yang isinya toxic pembodohan masa

Apa hebatnya kita?
Yang pandai membaca, tapi tak mau memberikan apa , walau hanya sekedar pemikiran.
Yang pandai membaca, tapi gampang di mobilisir oleh oknum yang inginkan masa.

Apa hebatnya kita?
Sebagai penerus bangsa ini,..
Sudahkah kita memikirkan apa kehebatan kita?

Ucapan terimakasih di susul
Bibir yang penuh senyuman
Dari atas panggung di sambut meriahnya tepuk tangan

"Si kurus kepalanya mulai menunduk dan langkah kaki untuk pergi, terdengar nada suara yang perlahan mengecil terselip doa"

Ya tuhanku bukalah hati dan pikiran mereka serta
jadikanlah mereka hari ini, sebagai solusi di hari esok.

Oleh : Bahtiar 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun