Mohon tunggu...
BAHTIAR
BAHTIAR Mohon Tunggu... Freelancer - Dikari elegi

Zikir,Fikir,Amal sholeh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Sosisal sebagai Perwujudan Pahlawan di Masa Pandemi

4 November 2020   18:21 Diperbarui: 4 November 2020   18:31 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggung jawab moral seorang anak kepada orang tuanya apabila memasuki dunia kampus adalah menyelesaikan studi dengan baik tanpa harus mengalami kendala yang berarti apalagi yang datang dari diri sendiri. Sebab disinilah peran aktif seorang peserta didik dipertaruhkan. 

Bila waktu duduk dibangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah, seorang guru memiliki peran yang lebih optimal dalam memancing minat belajar siswanya. Namun di perguruan tinggi pola tersebut diubah 180 derajat, dimana peserta didik yang kemudian disebut Mahasiswa, yang harus berperan aktif untuk mendapatkan ilmu yang maksimal, sementara sang dosen lebih berperan sebagai fasilitator transformasi ilmu yang sedang ditimbah. Apapun hasil yang didapat oleh Mahasiswa, semua berpulang pada pribadi masing-masing dalam mengaktualisasikan diri sesuai pola transformasi yang diterapkan dosen.

Namun apakah hal tersebut sejalan dengan peran Mahasiswa sebagaimana yang telah dijabarkan diatas. Bukankah jika Mahasiswa harus fokus pada studinya dikampus, meraka akan melupakan peran yang mereka emban sebagai aktor of change, aktor of social control, maupun iron stock dan lain sebagainya.

Tidak salah jika kita menilai bahwa mereka yang menyandang status sebagai sarjana dengan pengalaman ilmu yang optimal karena didapat dengan cara fokus pada pelajaran semasa kuliah akan menjadi penerus peradaban bangsa, namun apakah peran mereka yang lainnya seperti pelaku perubahan dan pelaku pengawal kehidupan sosial dapat terimplementasikan jikalau mereka melulu terfokus pada doktrin mata kuliah yang tentunya mengharamkan mereka untuk turun kejalan melakukan unjuk rasa atau dalam bentuk advokasi terhadap masyarakat sebagai perwujudan pengawal dinamika dan permasalahan sosial.

Di hari pahlawan ini perlu kita sebagai mahasiswa untuk melihat kembali apa dan bagaiman peran mahasiswa atau orang orang yang berjiwa muda sebagai perwujudan pahlawan di masa lalu, ben anderson sebagai sejarawan mengatakan bahwa sejarah indonesia adalah sejarah kaum mudanya, yang dia maksudkan adalah bahwa hanya peran kaum muda yang bisa membawa perubahan perubahan yang terjadi di sejarah bangsa ini, dan hari ini kaum muda itu kita kenal sebagai mahasiswa

Disinilah kedewasaan Mahasiswa sesungguhnya tertempa dengan matang karena mereka mampu untuk menyesuaikan ruang yang mereka tempati dengan peran dan tanggung jawab yang mereka emban. Dan berikut beberapa peran kamu muda atau yang kita kenal sebagai mahasiswa yang dulunya di katakan sebagai pahlawan.

1. Aktor of Change
Peran mahasiswa yang satu ini sudah tidak asing lagi, sebagai aktor of change mahasiswa berperan sebagai penggerak masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi dengan menggunakan ilmu, gagasan serta pengetahuan yang dimiliki. 

Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan, sebab di pundak mahasiswa terdapat titik kebangkitan untuk bangsa dan negara. Jadi kamu para mahasiswa sudah bukan saatnya lagi untuk diam, lakukan perubahan!

2. Guardian of Value
Mahasiwa sebagai Guardian of Value  berarti mahasiswa adalah penjaga nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai- nilai seperti apakah yang harus dijaga? tentu sebagai mahasiswa kaum intelektual harus menjaga nilai-nilai yang bersifat mutlak kebenarannya seperti kejujuran, keadilan, gotong royong, integritas, empati dan lain sebagainya. Sebagai Guardian of Value, mahasiswa tidak hanya berperan dalam menjaga, namun juga sebagai pembawa, penyebar dan penyampai nilai-nilai itu sendiri.

3. Iron Stock
Peran mahasiswa sebagai Iron Stock yaitu mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda. Mahasiwa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa di masa depan, sehingga mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan dan perilaku terpuji untuk dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya.

4. Moral Force
Mahasiswa berperan sebagai Moral Force dalam masyarakat. Sebagai insan akademis, tingkat intelektual yang dimiliki mahasiswa akan disejajarkan dengan tingkat moralitasnya. Mahasiswa dianggap memiliki tingkat pendidikan yang tertinggi sehingga sebagai mahasiswa harus memiliki moral yang baik pula. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan dapat menjadi contoh dan penggerak perbaikan moral pada masyarakat.

5. Social Control
Peran mahsiswa sebagai Social Control  yaitu mahasiswa diharapkan mampu menjadi pengontrol sebuah kehidupan sosial pada masyarakat dengan cara memberikan saran, kritik serta solusi untuk permahsalahan sosial masyarakat maupun permasalahan bangsa. Sebagai kaum dengan kamampuan intelektual serta sikap kritis yang tinggi, mahasiswa dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk melawan terhadap kebusukan yang terjadi dalam birokrasi yang selama ini dianggap lazim, untuk terciptanya pembangunan yang lebih baik bagi negeri ini.

Dengan beberapa taanggung jawab di atas dan fenomena sosial sering kita lihat dan saksikan dalam keseharian, terutama pada peristiwa yang penting, peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan realitas sosial yang tidak datang secara instan sebagai suatu keajaiban yang hadir dari ruang kosong begitu saja. 

Suatu fenomena sosial misalnya pengaruh covid 19 terhadap kebijakan ekonomi dan pendidikan, bila dicermati secara lebih kritis sebenarnya adalah hasil atau produk dari dialektika antarkekuatan sosial yang terdapat di dalam suatu masyarakat. Bahkan sebuah fenomena/realitas sosial dapat pula hasil rekayasa dari kekuatan sosial dominan dalam suatu masyarakat.

Misalnya, fenomena tentang kemiskinan adalah realitas sosial yang seringkali kita saksikan dalam masyarakat. Apakah fenomena tentang kemiskinan itu hadir sebagai faktor yang bersifat alamiah (natural) semata, atau sebagai produk historis dari struktur sosial yang terdapat dalam sebuah masyarakat? Tentu jawaban kita sangat terkait dengan perspektif yang akan kita gunakan. 

Serta bagaimana cara mengatasinya sangat ditentukan pula oleh perspektif yang kita gunakan. Kalau perspektif yang kita gunakan dalam memandang kemiskinan sebagai sesuatu yang alamiah (natural), maka kita akan lebih "toleran" dalam melihat fenomena kemiskinan. Sehingga kita tidak perlu lagi mempertanyankan ulang tatanan sosial yang ada. 

Sebaliknya perspektif yang melihat kemiskinan sebagai suatu produk historis, akan mempertanyakan kembali bekerjanya sistem dan struktur sosial dalam masyarakat di mana kemiskinan itu lahir. Kenapa kemiskinan itu ada, mengapa ada kelompok sosial yang miskin dan ada yang kaya? Siapa sajakah yang diuntungkan? 

Bagaimana relasi antarkekuatan sosial yang ada menjalankan wacana dan praktek hegemoninya dalam meraih kekuasaan dalam masyarakat? Dari sini kemudian realitas kemiskinan dilihatnya dengan perspektif kritis sehingga dalam mengatasinya pun tidak secara secara parsial tetapi bersifat holistik, sistemik dan radikal. 

Dalam arti, sistem dan struktur sosial yang di dalamnya menyimpan daya penindasan itu dibongkar dan diganti dengan sistem sosial yang adil dan mensejahterakan. Sehingga kemiskinan sebagai bentuk ketidak adilan tidak lagi menjadi realitas sosial yang abadi di dalam masyarakat. Dalam membangun perspektif (kritis) tentu dibutuhkan adanya proses pembelajaran, salah satunya adalah dengan mempelajari metode "Analisis Sosial" yang kerap disebut dengan ANSOS.

Webminar Ansos ini berupaya memberikan pemahaman terhadap mahasiswa sebagaimana yang di katakan oleh Joe Holland sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang sebuah situasi sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya. Analisis sosial tersebut berperan sebagai perangkat yang memungkinkan mahasiswa menangkap dan memahami realitas yang sedang kita hadapi. 

Ansos menggali realita dari berbagai dimensi. Apakah itu menyangkut masalah kemiskinan, bencana banjir, krisis dan lainnya. Tapi yang terpenting Ansos pertama-tama memusatkan pada sistem-sistem. Seseorang yang menggunakan Ansos memungkinkan untuk menyelidiki secara lebih jauh struktur dari lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan, karena dari struktur lembaga-lembaga itulah muncul masalah-masalah (sosial) dan ke sana pula berbagai kebijakan tertuju.

Dengan ansos ini pula kita nantinya dapat membedakan dimensi-dimensi obyektif dan subyektif realitas sosial. Dimensi obyektif menyangkut berbagai organisasi, pola-pola perilaku, lembaga/institusi yang memuat ungkapan-ungkapan struktural secara ekternal. Sedangkan dimensi subyektif menyangkut kesadaran, nilai dan ideologi. Harapannya adalah agar kita dapat memperoleh kesadaran kritis, transformatif sehingga dapat memahami setiap permasalahan secara lebih mendalam, sistematis dan holistik. Sehingga kita tidak terjebak ke dalam bingkai kesadaran naif-magis yang melihat permasalahan secara sempit dan dogmatis yang mengakibatkan kita gagal mengatasi praktek penindasan yang terus beroperasi melalui sistem dan struktur di dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun