5. Social Control
Peran mahsiswa sebagai Social Control  yaitu mahasiswa diharapkan mampu menjadi pengontrol sebuah kehidupan sosial pada masyarakat dengan cara memberikan saran, kritik serta solusi untuk permahsalahan sosial masyarakat maupun permasalahan bangsa. Sebagai kaum dengan kamampuan intelektual serta sikap kritis yang tinggi, mahasiswa dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk melawan terhadap kebusukan yang terjadi dalam birokrasi yang selama ini dianggap lazim, untuk terciptanya pembangunan yang lebih baik bagi negeri ini.
Dengan beberapa taanggung jawab di atas dan fenomena sosial sering kita lihat dan saksikan dalam keseharian, terutama pada peristiwa yang penting, peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan realitas sosial yang tidak datang secara instan sebagai suatu keajaiban yang hadir dari ruang kosong begitu saja.Â
Suatu fenomena sosial misalnya pengaruh covid 19 terhadap kebijakan ekonomi dan pendidikan, bila dicermati secara lebih kritis sebenarnya adalah hasil atau produk dari dialektika antarkekuatan sosial yang terdapat di dalam suatu masyarakat. Bahkan sebuah fenomena/realitas sosial dapat pula hasil rekayasa dari kekuatan sosial dominan dalam suatu masyarakat.
Misalnya, fenomena tentang kemiskinan adalah realitas sosial yang seringkali kita saksikan dalam masyarakat. Apakah fenomena tentang kemiskinan itu hadir sebagai faktor yang bersifat alamiah (natural) semata, atau sebagai produk historis dari struktur sosial yang terdapat dalam sebuah masyarakat? Tentu jawaban kita sangat terkait dengan perspektif yang akan kita gunakan.Â
Serta bagaimana cara mengatasinya sangat ditentukan pula oleh perspektif yang kita gunakan. Kalau perspektif yang kita gunakan dalam memandang kemiskinan sebagai sesuatu yang alamiah (natural), maka kita akan lebih "toleran" dalam melihat fenomena kemiskinan. Sehingga kita tidak perlu lagi mempertanyankan ulang tatanan sosial yang ada.Â
Sebaliknya perspektif yang melihat kemiskinan sebagai suatu produk historis, akan mempertanyakan kembali bekerjanya sistem dan struktur sosial dalam masyarakat di mana kemiskinan itu lahir. Kenapa kemiskinan itu ada, mengapa ada kelompok sosial yang miskin dan ada yang kaya? Siapa sajakah yang diuntungkan?Â
Bagaimana relasi antarkekuatan sosial yang ada menjalankan wacana dan praktek hegemoninya dalam meraih kekuasaan dalam masyarakat? Dari sini kemudian realitas kemiskinan dilihatnya dengan perspektif kritis sehingga dalam mengatasinya pun tidak secara secara parsial tetapi bersifat holistik, sistemik dan radikal.Â
Dalam arti, sistem dan struktur sosial yang di dalamnya menyimpan daya penindasan itu dibongkar dan diganti dengan sistem sosial yang adil dan mensejahterakan. Sehingga kemiskinan sebagai bentuk ketidak adilan tidak lagi menjadi realitas sosial yang abadi di dalam masyarakat. Dalam membangun perspektif (kritis) tentu dibutuhkan adanya proses pembelajaran, salah satunya adalah dengan mempelajari metode "Analisis Sosial" yang kerap disebut dengan ANSOS.
Webminar Ansos ini berupaya memberikan pemahaman terhadap mahasiswa sebagaimana yang di katakan oleh Joe Holland sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang sebuah situasi sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya. Analisis sosial tersebut berperan sebagai perangkat yang memungkinkan mahasiswa menangkap dan memahami realitas yang sedang kita hadapi.Â
Ansos menggali realita dari berbagai dimensi. Apakah itu menyangkut masalah kemiskinan, bencana banjir, krisis dan lainnya. Tapi yang terpenting Ansos pertama-tama memusatkan pada sistem-sistem. Seseorang yang menggunakan Ansos memungkinkan untuk menyelidiki secara lebih jauh struktur dari lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan, karena dari struktur lembaga-lembaga itulah muncul masalah-masalah (sosial) dan ke sana pula berbagai kebijakan tertuju.
Dengan ansos ini pula kita nantinya dapat membedakan dimensi-dimensi obyektif dan subyektif realitas sosial. Dimensi obyektif menyangkut berbagai organisasi, pola-pola perilaku, lembaga/institusi yang memuat ungkapan-ungkapan struktural secara ekternal. Sedangkan dimensi subyektif menyangkut kesadaran, nilai dan ideologi. Harapannya adalah agar kita dapat memperoleh kesadaran kritis, transformatif sehingga dapat memahami setiap permasalahan secara lebih mendalam, sistematis dan holistik. Sehingga kita tidak terjebak ke dalam bingkai kesadaran naif-magis yang melihat permasalahan secara sempit dan dogmatis yang mengakibatkan kita gagal mengatasi praktek penindasan yang terus beroperasi melalui sistem dan struktur di dalam masyarakat.