Mohon tunggu...
BAHTIAR
BAHTIAR Mohon Tunggu... Freelancer - Dikari elegi

Zikir,Fikir,Amal sholeh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demonstrasi atau Kolaborasi?!

3 November 2020   11:14 Diperbarui: 3 November 2020   11:18 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bila kita lirik konteks hari ini, maka dapat dikatakan bahwa "lemahnya ikatan" kaum muda kita di daerah sulawesi utara , karena adanya ketidak seimbangan yang cukup dari sisi merealisasi kesamaan gagasan inovasi antara organisasi kepemudaan baik cipayung atau yang bukan cipayung dan organisasi kemasyarakatan yang lain dengan instansi pemerintahan. 

Dan yang di sesalkan juga, saat ini "jumlah oraganisasi dan komunitas kepemudaan" yang banyak itu masih ada juga yang semata-mata di jadikan sebagai instrumen bargaining (akses) politik dan seringkali diekspresikan begitu sopan oleh elite maupun pemangku tahta guna memperoleh posisi struktural dipemerintahan di Sulawesi Utara.

Kejanggalan tersebut tak pantas dipersepsi sebagai "kekuatan" yang bisa dialokasikan pada hal-hal yang lebih berkemajuan dan langsung dirasakan oleh masyarakat dan seterusnya diagendakan untuk diberdayakan.

Singkatnya, jumlah yang banyak dari kaum muda terlalu semena-mena kita pandang sebagai "sumberdaya", dan sering lupa kita pikirkan bahwa dengan jumlah itu juga sesungguhnya adalah sekaligus sebagai "masalah". 

Kalau dengan jumlah yang besar itu tidak tersegmentasi menjadi pilahan-pilahan kekuatan tangguh pada lini-lini hidup kemasyarakatan yang produktif di daerah ini, maka yang bisa terjadi adalah perjuangan keummatan yang kita lakukan akan menjadi  artifisial (semu). 

Sebab masi ada agenda yang kita buat semata-mata dengan mengikuti keinginan dan kepentingan kita saja, sementara aspirasi mereka(rakyat proletar) tak pernah dibicarakan tanpa terlebih dahulu mempertanyakan apa yang akan kita dapatkan.

Karena itu, kuantitas elemen penggerak/kaum muda di Sulawesi Utara sudah saatnya disegmentasi sedemikian rupa dan tidak lagi dijadikan bahan wacana atau komoditi politik (terutama) ketika sebuah kepentingan atau pertarungan elite dan pemangku tahtah di daerah ini digelindingkan. 

Tesis yang ada selama ini bahwa dengan bargaining power kaum muda yang banyak itu kaum muda bisa memperoleh "sesuatu" sudah saatnya kita hilangkan dengan menanamkan sikap kritis terhadap bebagai kepentingan yang menunggangi. Hal ini selaras dengan ajaran atau spirit dan sejarah perjuangan kaum muda itu sendiri. 

Kaum muda (dalam sejarah kaum muda itu sendiri) yang sama frekuensi gagasan dengan para elite dan pemangku tahta, yakin pasti akan membawa kejayaan bukan karena hirup-pikuk jumlah yang banyak, tetapi pada komitmen komunalitasnya gagasan yang tampak pada Memperjuangkan kemerdekaan (hak orang banyak), etika sosial yang ditegakkannya dan rumusan-rumusan strategis lainnya. 

Ini sungguh patut ditandaskan, sebab paradigma menunggangi  ini sudah tergolong klasik (konvensional) di Sulawesi Utara, yang justru pada level praksisnya tak pernah terbukti kebenarannya.

Saat ini, kita sudah menyaksikan bagaimana kelembagaan di masyarakat itu hadir dimana-mana dalam berbagai wajah dan bentuknya. Mulai dari yang bernama organisasi, komunitas, lembaga ekonomi, hingga partai-partai politik. 

Tetapi, dari seluruh peta kekuatan dari kinerja institusi itu, tampaknya belum optimal dampak sosiologisnya hingga ke golongan ummat terbawah di pelosok-pelosok, terkecuali lembaga pendidikan dan ekonomi. 

Namun sayangnya, hingga kini belum lahir satu inovasi program dan langkah strategis dari organisasi massa yang ada, bahkan dengan jujur diakui bahwa justru pada institusi yang berbagai macam bentuk perbedaan dalam mempersiapkan inovasi untuk daerah inilah ikatan silaturrahmi itu "dikoyak-koyak" dan moral dalam menggagas peradaban makin terkikis.

Kita (organisasi)memang tampaknya masih terlalu rentan dalam menggagas inovasi, tetapi dalam realitasnya, keseimbangan dengan para elite dan para pemangku tahtah(pemerintah) praktek etika menyamakan gagasannya masih sering kita abaikan. 

Inilah (kelemahan) dan karena itu seharusnya menjadi agenda internal umat oraganisasi kepemudaan di Sulawesi Utara, yaitu memandang wajah kita dengan utuh bahwa kerentanan kaum muda dalam ber politik gagasan dalam menyuarakan gagasan di jalan tapi tidak mengevaluasi (hasil tuntutan) akan sangat menyedot energi (yang sia) kaum muda selama ini, jika perjuangan kaum muda di sektor ini lebih didorong oleh naluri kemapanan ekonomi dan juga oleh heroisme perjuangannya "mengatasnamakan organisasi atau nama instansi" tanpa disertai oleh integritas kemajuan daerah.

 Dalam situasi seperti ini, citra kita sebagai elemen dasar dari kemajuan suatu daerah, sudah tentu dengan mudah "dilemahkan" oleh penguasa lain. Karena apa? Kita penuh dengan motif ekonomi, heroik dalam berjuang dan tak punya strategi, bahkan seringkali juga kita begitu mudah berkompromi.

Catatan Akhir:
Kalau kita ingin membayangkan masa depan kaum muda sebagai elemen penggerak gagasan untuk kemajuan di Sulawesi Utara, maka satu-satunya jalan adalah kita harus sukses merefleksikan dan mampu memberikan penilaian kritis atas perjalanan kaum muda selama ini.

Dimasa depan, isu sosial akan makin terkedepankan. Hal lain yang datang bersamaan adalah kultur hidup manusia yang serba kompetitif. Di satu sisi memberi peluang namun disisi lain, itu bisa berubah sebagai ancaman kalau tidak sejak dini kaum muda merumuskan situsi yang bakal terjadi dan mampu menempatkan diri dengan benar. 

Dengan berkualitas di segala bidang dan solid dengan berbagai instansi pemerintahan (untuk kepentingan rakyat), itu berarti akses kaum muda untuk tampil sebagai golongan terdepan yang mengayomi dan sebagai pendorong kemajuan dan peradaban akan terbuka lebar. 

Perbedaan pendapat antara kaum muda dan pemerintah dengan sendirinya akan terjawab, karena apresiasi kita sama terhadap perubahan dan tuntutan jaman kita lakukan dan dijadikan tantangan bersama oleh kalangan elite dan dan kaum muda yang ada di Sulawesi Utara.

Terbukanya peluang hidup yang lebih luas kedepan, mengharuskan kaum muda Sulut untuk memperkukuh kembali semangat peradaban dan etos hidupnya yang gemilang dimasa lalu.

Generasi baru sudah wajib dipersiapkan, bermula dari ketahanan berpikir kritis di kalangan kaum muda itu sendiri, kemudian menciptakan iklim hidup bermasyarakat yang sehat, dimana prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran ditegakkan dan dibuat sebagai pranata sosial kita. 

Kalau ini terjadi dan disertai oleh munculnya lapisan-lapisan profesional ekonomi dan pendidikan (SDM) yang tangguh, maka kita tak akan sulit lagi memelihara mental kaum muda dalam berbagai organisasi/komunitas kita yang hanya pandai "menagih nasib dan janji" seperti yang kita alami selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun