Sejak adanya keputusan penghentian kebijakan Pembatasan Sosia Berskala Besar (PSBB) di wilayah Surabaya, Sidoarjo dan Gresik yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Maka terkait dengan penanganan Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19), selanjutnya akan menjadi kewenangan pemerintah kab/kota dengan memperhatikan kearifan dan kebijakan lokal masing-masing daerah.Â
Untuk itu pemerintah kab/kota mempunyai kewenangan guna membuat kebijakan lokal dalam hal penanganan Covid-19. Berdasarkan hal tersebut, kemudian Walikota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mengeluarkan Surat Walikota nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 tentang ketentuan pelaksanaan UTBK-SBMPTN tahun 2020 di Surabaya.
Dalam surat itu, Risma mewajibkan seluruh peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) menunjukkan hasil rapid test atau swab test Covid-19 sebagai syarat untuk mengikuti UTBK.Â
Kebijakan ini dinilai dadakan serta menimbulkan keresahan dan sakit kepala bagi peserta yang tengah berjuang untuk masuk perguruan tinggi yang diinginkan. Akibatnya Risma kembali mendapat kritikan pasca aksi heroiknya bersujud di kaki dr Sudarsono (Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging dan Remerging (Pinere) RSU dr Soetomo).
Di satu sisi, kebijakan Risma yang mewajibkan rapid atau swab test memiliki maksud yang baik. Mengingat sejak ditiadakannya PSBB, maka pemerintah kota Surabaya (Pemkot Surabaya) harus bertanggungjawab untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di wilayahnya, apalagi Surabaya saat ini merupakan zona HITAM Covid-19.Â
Namun perlu diketahui, kebijakan yang baik tentunya harus disertai dengan langkah dan tahapan yang baik pula. Tentunya salah dalam mengambil kebijakan akan berdampak pada timbulnya masalah baru yang merugikan dan meresahkan masyarakat, apalagi Risma selama ini dikenal sebagai Walikota sekaligus "Emak arek Suroboyo" yang paham atas kondisi rakyatnya.
Ihwal adanya Surat Walikota nomor 421.4/5853/436.8.4/2020
Apabila merujuk pada bagian " memperhatikan " Surat Walikota nomor 421.4/5853/436.8.4/2020, surat ini dibuat dengan memperhatikan Surat Ketua LTMPT no 233/a.u/ltmpt/VI/2020 perihal tanggapan satgas Covid-19 terkait pelaksanaan UTBK-SBMPTN 2020 tertanggal 24 Juni 2020 dan Keputusan Satgas Covid-19 Kota Surabaya.
Sebagaimana diketahui Satgas Covid-19 Kota Surabaya berpendapat bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi  (Salus Populi Suprema Lex Esto), sehingga peserta kemudian diwajibkan untuk menunjukkan hasil rapid atau swab test dengan hasil negatif sebagai syarat mengikuti test. Atas dasar tersebut kemudian Risma mengeluarkan Surat Walikota nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 yang berisi ketentuan sebagai berikut:
- Pertama, setiap tahapan kegiatan mengutamakan pencegahan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
- Kedua, seluruh peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) wajib menunjukkan uji Rapid Test dengan hasil non reaktif atau Swab Test dengan hasil negatif yang dikeluarkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum mengikuti ujian kepada panitia.
- Ketiga, panitia wajib menyusun protokol kesehatan dalam setiap tahapan kegiatan ujian dan diberlakukan secara konsisten.
- Keempat, melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut pada poin 3 (tiga) kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019Â (Covid-19) Kota Surabaya.
Menariknya, Lembaga Test Masuk Perguruan Tinggi (LMPT) sebagai pemegang kuasa pelaksana UTBK-SBMPT dari negara, tidak mewajibkan peserta untuk ikut Rapid test atau bahkan swab test. LMPT hanya mengharuskan panitia dan peserta menjalankan prosedur operasional baku (POB) yakni dengan mengikuti protokol kesehatan mulai dari pengukuran suhu tubu, cuci tangan, pakai masker dan face shield serta sarung tangan.Â
Meskipun sejatinya aturan rapid teset diserahkan pada masing-masing daerah yang menjadi tempat test UTBK, namun alangkah baiknya jika kebijakan tersebut tidak dikeluarkan bim salabim secara mendadak agar peserta dapat menyesuaikan.
Langkah yang harus diambil Pemkot Surabaya
Kebijakan rapid dan swab test yang terkesan dadakan tentunya menimbulkan keresahan lantaran peserta UTBK yang semestinya mendapat suasana kondusif, tenang dan fokus mempersiapakan ujian yang akan berlangsung. Dengan adanya kebijakan ini peserta menjadi kaget dan gelisih, sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada psikologis mereka. Belum lagi kondisi ekonomi mereka ditengah pandemi belum mampu untuk melakukan rapid test secara mandiri.
Meskipun Pemkot Surabaya mengklaim telah menyiapkan skema rapid test gratis di Puskesmas yang khususon bagi warga Surabaya pemegang KIPK ( Kartu Indonesia Pintar Kuliah) dan masyarakat berpenghasilan rendah ( MBR).Â
Nampaknya kebijakan ini tidak akan berjalan dengan maksimal, mengingat saat pandemi ini banyak masyarakat yang awalnya mampu secara ekonomu turun kasta menjadi masyarakat tak mampu yang belum terdaftar KIPK dan MBR.
Untuk itu, Risma harus membatalkan kebijakan rapid test dan swab test sebagai syarat untuk mengikuti test UTBK-SBMPTN, namun dengan catatan peserta harus melakukan isolasi mandiri mulai 14 hari sebelum pelaksanaan test atau paling tidak pemkot Surabaya harus memfasilitasi rapid test bagi semua peserta test, karena ini menyangkut dengan hak rakyat atas pendidikan dan kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H