Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, salah satunya mineral dan batu bara (Minerba). Konsep penguasaan negara terhadap kekayaan minerba diatur dalam UU No 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara ( UU Minerba).
UU Minerba merupakan representasi dari pasal 33 Ayat 3 UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pasal tersebut mempunyai arti bahwa kekayaan alam yang terkandung didalmnya termasuk minerba digunakan untuk kepentingan rakyat melalui prinsip kedaulatan rakyat indonesia. Sehingga pengertian " dikuasai oleh negara " harus diartikan negara memiliki hak penguasaan yang bertanggung jawab demi kemakmuran rakyat ( Ruslina, 2012).
Definisi penguasaan negara yang dimaksud pasal 33 Ayat 3 UUD NRI 1945 dijelaskan lebih detail dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 25/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa:
rakyat memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan kemakmuran rakyat.Â
Salah satu fungsi yang paling vital adalah fungsi pengaturan (regelendaad), fungsi ini dijalankan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama pemerintah dan regulasi oleh pemerintah.
Berkaitan dengan fungsi pengaturan tersebut, DPR mengesahkan Revisi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) untuk menjadi undag-undang dalam sidang paripurna, yang mana hasil sidang tersebut akan dibahas dalam pembahasan tingkat dua (dikutip dari Kompas).Â
Namun belakang ini diketahui bahwa RUU Minerba tersebut menuai kritik dan penolakan dari Aliansi Mahasiswa, Masyarakat, Non-Government Organisation (NGO), dan pegiat lingkungan. Mereka beranggapan bahwa RUU Minerba lebih berisi muatan kepentingan pengusaha tambang dan memuat banyak pasal yang tidak ramah lingkungan daripada kepentingan rakyat.
Tak hanya itu saja, permasalahan juga di picu dengan minimnya partisipasi publik dan penyusunan dilakukan secara tertutup sehingga disinyalir mengandung unsur kecacatan formil.
Kecacatan Formil
Proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan mengenai RUU Minerba yang berkaitan dengan pengelolaan SDA yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak seharusnya dilakukan dengan melibatkan perguruan tinggi, NGO (seperti JATAM, Greenpeace) dan masyarakat khususnya masyarakat terdampak.