Darimu kutemukan bahagiaku.
Darimu aku temukan sekeping hatiku yang membuat luluh.
Sekarang hati ini runtuh, ketika kau bilang aku tak membutuhkan mu.
Seingat ku,kau pernah bilang jika kau terlampau mencintai hati ini seakan tiada henti.
Sekarang berbalik mencibiri hati yang kau bunuh dengan pisau belati yang tajam melebihi duri.
Sudah hilangkah ingatan itu di dalam pikiranmu, sehingga mampu berkata-kata seperti itu.
Ataukah kau sudah membenci aku dengan salahku.
Jelaskan padaku perihal apa tentang kesalahan itu, sampai kau tak lagi peduli dengan hati ini.
Bertahun, berhari dan berlalu kita lewati dengan sekian banyak haru.
Hancur di terjang badai yang tidak tentu asal.
Engkau pergi dengan tanya yang tidak  pasti, dengan alasan yang tidak bertepi.
Tidak maukah kau jelaskan perihal,kenapa,begaimana dan ada apa ?
Sekarang yang tersisa hanyalah Sekeping Hati yang penuh tanda tanya.
Tidak ada yang bisa di jelaskan, hilang tak berkesan.
Hingga suatu hari aku temukan jawaban.
Dari sebuah secarik kertas yang berisikan surat Undangan.
Ternyata semua tentang sebuah pilihan, engkau pergi meninggalkan haru dengan seseorang yang kau buru.
Entah kenapa bisa begitu, mungkin Tuhan yang paling tahu.
Engkau telah memilih bahagiamu, engkau telah memilih sekeping hati yang kau cari.
Tapi itu bukan aku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H