Kayu cempaka merupakan salah satu jenis pohon yang dikenal sebagai penghasil kayu indah. Bahan kayunya sering digunakan oleh para perajin lokal dalam menghasilkan produk furniture bernilai tinggi.
Walau kualitasnya agak jauh di bawah Eboni, namun kayu cempaka masih cukup bagus bila dipakai sebagai kayu pertukangan. Tentunya sebagai alternative plihan bahan baku bila stok/suplai kayu utama terbatas jumlahnya.
Di Sulawesi Utara sendiri, kayu cempaka kerap menjadi komoditas unggulan yang diperjualbelikan dengan harga yang lumayan. Material kayunya pun sudah sering menjadi bahan dasar pembuatan beberapa jenis barang, seperti pintu, jendela, lemari, alat olahraga, alat music, barang-barang furniture, plywood dan lain sebagainya.
Selain itu, kayu cempaka juga merupakan elemen utama dalam konstruksi rumah panggung Minahasa atau yang lebih populer dikenal dengan nama “Rumah Woloan”.
Sebagai tambahan informasi, rumah panggung khas suku minahasa ini sudah puluhan abad lamanya dipakai sebagai kediaman atau hunian orang-orang lokal. Konstruksi bangunan rumah Woloan dengan bahan kayu cempaka sudah teruji tahan goncangan keras atau gempa.
Tentunya ini menyesuaikan dengan lingkungan lokal wilayah Sulawesi Utara yang sering dilanda gempa bumi karena letak geografisnya yang berada di jalur cincin api pasifik (ring of fire), yang merupakan sesar aktif pemicu gempa besar (Kinho & Mahfudz, 2011).
Kayu cempaka memiliki kelas awet 2-3 dan kelas kuat III-IV. Artinya, kayu ini sebenarnya tidak begitu kuat dan kurang awet. Meski demikian, harga jual kayu cempaka ternyata cukup menggiurkan. Bisa mencapai 3 Jutaan/m3.
Sementara untuk kelemahannya sendiri masih dapat diatasi melalui berbagai teknik pengeringan kayu yang bisa mempertahankan umur dan kekuatan logging-nya.
Meskipun tergolong menguntungkan, overview cempaka sebagai salah satu “ ladang bisnis kayu yang menjanjikan“ kelihatannya masih kurang intensif diusahakan di Sulawesi Utara.
Padahal, pohon cempaka, khususnya spesies cempaka wasian, merupakan tanaman yang selain mempunyai nilai jual tinggi, juga mengandung nilai budaya dalam konstruksi budaya lokal masyarakat minahasa secara turun temurun.
untuk mengembangkan cempaka dalam hutan tanaman rakyat, masih ada beberapa kendala yang ditemui. terutama dari dalam masyarakat petani sendiri. Julianus Kinho (2012) mengungkapkan bahwa masih banyak opini yang berkembang di masyarakat lokal yang berpandangan bahwa Cempaka kurang menghasilkan manfaat finansial bila disandingkan dengan tanaman Cengkeh yang juga adalah salah satu komoditi utama di Sulawesi Utara.
Pandangan ini menyebabkan Cempaka menjadi kurang optimal dibudidayakan. Apalagi bila dilihat dari umur panennya yang cukup lama. Akan tetapi, situasi ini pun berubah semenjak harga cengkeh di pasaran lokal Sulawesi Utara cenderung fluktuatif hingga saat ini, yang kemudian membuat masyarakat petani lokal kembali menengok cempaka sebagai komoditas yang akan dikembangkan secara masif sebagai “ tabungan masa depan “ dalam bentuk tegakan hutan rakyat.
Menurut Julianus Kinho (2012), untuk memaksimalkan intensitas penanaman kayu cempaka pada hutan rakyat di Sulawesi Utara, maka masyarakat perlu diberikan informasi mengenai prospek kayu cempaka yang terkait dengan nilai ekonomi dan potensi pengembangannya agar terdapat sebuah gambaran utuh bagaimana mengusahakan cempaka di hutan tanaman rakyat agar mampu mendorong masyarakat mengusahakannya secara sadar dan mandiri.
Profile Cempaka Wasian dan Prospek Pengembangannya di Sulawesi Utara
Sebagaimana sudah dijelaskan di depan, kayu cempaka adalah salah satu dari sekian banyak kayu indah yang sangat menguntungkan bila dibudidayakan secara tepat. Pasarnya pun tak main-main. Bisa sampai ke eropa dan amerika. Komoditas kayu cempaka tersebut banyak yang diekspor dalam bentuk rumah jadi berupa knock down house atau rumah bongkar pasang. Dalam bentuk logging, harga kayu cempaka dapat ditaksir mencapai Rp. 2.7 Juta/m3 (untuk jenis Magnolia elegans). Sementara untuk jenis Cempaka wasian (Elmerrillia ovalis) bisa dibanderol hingga mencapai Rp. 3,3 juta/m3. Dalam tulisan ini, cempaka wasian akan lebih banyak dibahas sebab merupakan spesies cempaka yang paling dominan tumbuh di hutan-hutan alam Sulawesi Utara serta telah menjadi elemen budaya suku minahasa.
Kayu Cempaka jenis Wasian (Elmerrillia ovalis) termasuk dalam kelas awet dan kelas kuat II. Dalam kisaran umur 10-15 tahun, berat jenis batangnya berkisar 0,52 – 0,73 dan kerapatan kayunya 500 – 650 kg/m3. Angka-angka ini menandakan bahwa cempaka wasian sangat layak dijadikan bahan baku karena kayunya cukup keras dan strukturnya lumayan kuat sehingga cocok untuk ditempa menjadi berbagai produk furniture. Selain itu, komposisi kimia kayu Elmerrillia pada umumnya tersusun atas 65,5-79,5 % holoselulosa, 24,3-27,5 % lignin, 6,7-17% pentosan dan 0,1-0,3% abu. Nilai susut dalam berat kering oven wasian (Elmerrillia ovalis) 35-46%. (Langi, 2007 dalam Kinho, 2011).
Sebagai informasi tambahan, perlu pembaca ketahui bahwa di habitat aslinya, kayu Cempaka wasian (Elmerrillia ovalis) tingginya bisa mencapai 60 m dan berdiameter 150-250 cm. Dengan tinggi dan penampang diameter batang yang cukup luas seperti ini memungkinkan cempaka wasian bisa menghasilkan banyak potongan-potongan balok. Batang kayunya pun berbentuk bulat lurus sehingga balok yang dihasilkan tidak bengkok dan mudah dibentuk pada proses pengolahan selanjutnya (Kinho & Mahfudz,2011).
Dari aspek penanaman, secara alami pohon cempaka wasian memang relatif lama untuk tumbuh besar dan bisa mencapai umur masak tebangnya. Namun, pada percobaan penanaman di areal hutan rakyat di Minahasa, kayu cempaka wasian pada umur tanam 6-7 tahun telah memiliki tinggi 15-20 m dengan diameter batang 15-25 cm (MAI 2-3 cm, dengan tinggi bebas cabang 8-10 m. (Langi, 2007 dalam Kinho, 2011). Pada umur tersebut, kayu cempaka wasian sebenarnya sudah bisa dipanen untuk kebutuhan pembuatan produk furniture berukuran kecil. Namun, bila ingin kualitas yang lebih baik, sebaiknya ditunggu sampai mencapai umur masak tebangnya yang ideal, yaitu 15 tahun, dengan asumsi bahwa pertambahan diameter batangnya minimal 2,7 cm/tahun. Pada umur 15 tahun trsebut, diperkirakan diameter batangnya sudah mencapai sekitar 40,5 cm/pohon (Kinho & Mahfudz, 2011).
Terkait dengan prospek pemasarannya, diketahui bahwa produk kayu Cempaka di Sulawesi Utara umumnya lebih dominan dijual dalam bentuk produk konstruksi berupa rumah tradisional. Pasarnya pun telah berhasil menembus Eropa dan permintaannya relatif tinggi. Karena kinerja pemasarannya cukup baik dan ditambah dengan tingginya angka permintaan mengakibatkan pohon cempaka sudah dipanen rata-rata pada umur 15-20 th, dengan asumsi kayu sudah dapat dibuat papan atau balok dan pada umur tersebut pertumbuhan pohon Cempaka sudah mencapai optimal (Kinho & Mahfudz, 2011).
Bahkan pada umur 16 tahun, potensi tegakan Cempaka di hutan rakyat mampu mencapai volume 550 sebesr m3/tahun, yang berarti sangat potensial untuk terus dikembangkan dalam bentuk tegakan campuran atau tegakan murni (monokultur) (Kinho & Mahfudz, 2011).
Dari sisi kelayakan usaha, pengelolaan tegakan cempaka di hutan rakyat diperkirakan memiliki nilai B/C 13,98; IRR 29,47% dan NPV Rp. 77.697.000 yang artinya usaha kayu cempaka sangat layak dikembangkan pada suku bunga dibawah 29%. Sementara dari sisi nilai harapan lahan, pengelolaan tegakan cempaka di tegakan hutan rakyat memiliki nilai harapan lahan sebesar Rp. 92.841.451,93 dan nilai sewa lahan sebesar 82.894.153,51. Angka-angka ini memiliki makna bahwa bila dilihat dari biaya lahan, tegakan cempaka tergolong sangat layak untuk diusahakan (Kinho & Mahfudz, 2011).
Referensi :
Kinho, J., & Mahfduz, 2011. Prospek Pengembangan Cempaka di Sulawesi Utara. BP2LHK, Manado.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H