Sebagai infomasi, menurut pengamatan Mustari pada tahun 1994 di cagar alam Tangkoko Batuangus Sulawesi utara, Anoa di wilayah konservasi tersebut diduga kuat sudah punah total sebab tak satupun terdeteksi. Padahal, lokasi pengamatannya merupakan habitat asli terbaik Anoa. Kuat sangkaan ini terjadi karena perburuan liar yang tidak terkontrol.
Konservasi Ex-situ, Alternatif Melindungi Anoa dari Ancaman Punah            Â
Dengan melihat trend penurunan populasi bahkan ada sinyal kepunahan Anoa di beberapa spot habitat alami Anoa di pulau Sulawesi dan Buton, maka sudah selayaknya usaha melindungi Anoa harus lebih keras. Masyarakat lokal pemburu harus disadarkan, baik secara kultural maupun pendekatan hukum.
Kawasan konservasi harus benar-benar dipastikan steril dari upaya-upaya eksploitasi. Bila perlu, instrumen hukum harus ditegakkan dengan sangat keras kepada siapa saja yang terbukti memburu, memperdagangkan, atau menyimpan flora dan fauna dilindungi tanpa seizin pemerintah. Ini semua demi kelestarian flora dan fauna endemik yang hidup di dalamnya agar dapat bertahan hidup dan terjaga, termasuk Anoa sebagai satwa liar endemik simbol kekayaan hayati Sulawesi.
BP2LHK Manado selaku agen pemerintah di sektor penelitian dan pengembangan lingkungan hidup dan kehutanan ikut pula berpartisipasi melindungi Anoa. Â Beragam cara telah ditempuh. Salah satunya adalah dengan membangun suatu pusat penangkaran Anoa secara ex-situ yang diberi nama Anoa Breeding Center (ABC) Manado.
Bekerja sama dengan BKSDA Sulawesi Utara, BP2LHK Manado berupaya mengelola ABC dengan menerapkan sistem manajemen penangkaran yang sesuai dengan SOP yang ada. Mulai dari pengelolaan pakan, perawatan kandang, pemantauan perilaku, sampai dengan penanganan kebuntingan Anoa sebagai mildstone peningkatan populasi Anoa.
 Sebagai bahan informasi, di ABC Manado terdapat 10 ekor Anoa.  7 (tujuh) diantaranya merupakan tangkapan penduduk dari kawasan hutan di Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi tengah yang akhirnya dievakuasi oleh BKSDA Sulawesi Utara.  Setelah berhasil di evakuasi, 7 (tujuh) Anoa ini kemudian diserahkan ke ABC BP2LHK Manado untuk dirawat, diteliti dan menjadi bahan edukasi konservasi anoa untuk masyarakat umum. Sementara 3 (tiga) lainnya merupakan anakan Anoa yang lahir dari perkawinan alami Anoa di ABC Manado.
Dari 10 (sepuluh) anoa di ABC Manado tersebut, Â terdapat 3 jantan dan 7 betina. Untuk Anoa jantan berturut-turut diberi nama Maesa, Rambo dan Rocky. Sementara 5 (lima) betina lainnya diberi nama Ana, Anara, Deandra, Denok, Manis, Rita, dan Stella. Masing-masing Anoa berada dalam kandang yang terpisah/berbeda dengan maksud untuk menyesuaikan dengan sifat alaminya yang soliter (penyendiri).
Tercatat sejak Juli 2019, sebanyak 7 kelahiran Anoa terjadi di ABC Manado. Dari 7 kelahiran tersebut, hanya 3 ekor anoa yang berhasil selamat dan hidup sampai sekarang. Masing-masing diberi nama Maesa (jantan 2,5 tahun), Anara (betina 2 tahun) dan Deandra (betina 1 tahun). 3 anak anoa lainnya mati tidak lama setelah lahir dan 1 lagi mati ketika masih di kandungan induknya (Mustari, 2019).