Namun di balik segala karakteristik, nilai estetika, maupun harga selangit yang disematkan padanya, muncul pertanyaan mendasar : apa sesungguhnya kayu eboni itu?
Eboni, Simbol Eksotisme Indonesia Timur
Secara biologis, eboni pada dasarnya berasal dari marga Diospyros yang jumlahnya di dunia mencapai 500-600 spesies. Di Indonesia sendiri, tercatat sedikitnya ada 100 jenis kayu dari marga Diospyros di Indonesia.
Namun menurut Alrasyid (2002), yang dapat diidentifikasi sebagai penghasil kayu eboni hanya ada tujuh jenis pohon, yaitu Diospyros celebica Bakh., D.rumphii Bakh., D.lolin Bakh., D.pilosanthera Blanco., D.ebenum Koenig., D.ferrea Bakh., dan D.macrophylla Blume.
Menurut Peneliti BP2LHK Manado, Julianus Kinho sambil menukil hasil riset Alrasyid, mengungkapkan bahwa dari 7 jenis kayu eboni tersebut, terdapat dua jenis diantaranya yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dalam perdagangan, yaitu Diospyros celebica dan Diospyros rumphii.
Keduanya berturut-turut pertama kali dikenal sebagai “gestreept ebben” dan “Makasar ebben”. Kayu-kayu ini awalnya dieksploitasi dari beberapa kawasan hutan dari bagian utara pulau Sulawesi yaitu di Bolaang Mongondow, Gorontalo dan beberapa lokasi sentra penghasil kayu eboni dari Sulawesi Tengah seperti Palu, Poso, Dongala, Parigi, Moutong dan Toli-Toli (Kinho, 2013).
Keberadaan kayu eboni kini tengah menjadi perhatian di kalangan konservasionis dunia. Jumlahnya di hutan alam yang terus menurun memicu perdebatan agar spesies langka ini sudah sangat perlu dilindungi agar tetap eksis sebagai kekayaan hayati dunia.
Untuk itulah maka pada tahun 2013, Eboni telah dimasukkan oleh resolusi sidang IUCN (organisasi konservasi dunia) ke dalam Apendix II CITES (konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam), yang artinya spesies ini hanya dapat diperdagangkan dalam batas tertentu, sehingga dalam proses pemanenannya harus mengikuti aturan spesifik terkait kuota yang diizinkan untuk diperjualbelikan.
Negara Indonesia telah ikut meratifikasi CITES tersebut dan melalui kementerian kehutanan telah ikut mengeluarkan regulasi pelestarian eboni melalui Permenhut No. 57/Menhut-II/2008.
Dengan berbagai dukungan peraturan inilah maka upaya perlindungan dan konservasi Eboni, baik oleh masyarat sipil maupun organisasi pemerintah, akan semakin kuat dalam konteks kolaborasi konservasi demi menjamin keberlangsungan kayu eboni agar tetap eksis dan lestari di bumi Sulawesi.
Konservasi Ex-Situ, Langkah Kecil Melestarikan Eboni