Mohon tunggu...
Hadijah Jabbar
Hadijah Jabbar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Phyllobates Terribilis: Menyentuhnya Akan Menjadi Hal Terakhir yang Anda Lakukan

21 Oktober 2015   23:11 Diperbarui: 22 Oktober 2015   00:03 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hewan ini lumayan kecil sehingga bisa dengan mudah disimpan di telapak tangan Anda walaupun dengan menyentuhnya akan menjadi hal terakhir yang anda lakukan. Merupakan salah satu jenis pasif toksin (poisonous) karena hewan ini menggunakan senyawa kimia yang toksik untuk pertahanan diri ketika merasa terancam. Oleh sebab itu, secara teknis binatang ini dikatakan beracun, bukan berbisa karena hewan berbisa merupakan hewan yang aktif menyerang dan racunnya langsung disuntikkan dengan cara sengatan maupun melalui gigitan seperti pada ular, kalajengking dan laba-laba. Hewan ini adalah salah satu jenis Amphibia yang memiliki genus Phyllobates. Phyllobates merupakan genus katak panah beracun yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, dari Nikaragua sampai Kolombia (Frost, Darrel R. 2014).

Pada pembahasan artikel kali ini, dari berbagai jenis spesies katak panah beracun, kami akan membahas lebih khusus mengenai Phyllobates terribilis. Phyllobates terribilis, biasa dikenal dengan istilah katak panah emas beracun merupakan spesies Phyllobates yang paling beracun diantara spesies Phyllobates yang lain. Phyllobates terribilis ini biasa digunakan oleh penduduk asli bangsa Amerika Selatan sebagai sumber racun bagi anak panah berburu mereka. Yang paling toksik dari banyak alkaloid katak beracun yaitu batrachotoxin, terdapat pada kulit katak itu sendiri. Akan tetapi, sejumlah senyawa beracun lainnya juga disekresikan oleh katak tersebut (Acosta-Galvis, A.R. 2014).

Phyllobates terribilis bisa dikatakan pemimpin dari golongan amfibia jika dinilai dari kadar racunnya yang mematikan, katak dengan ukuran 55 mm ini memiliki LD50 berkisar 0.1-0.2 µg/kg yang mampu membunuh 2 kg curut, berarti untuk perhitungan kasarnya, cukup 100 mikrogram saja sudah bisa menewaskan 68 kg manusia atau 15.000 orang untuk per gram saja. Katak ini memiliki kulit yang dilapisi oleh racun alkaloid, dimana sejumlah besar batrachotoxins ditemukan pada jenis ini yang mampu menimbulkan efek berbahaya yaitu mencegah saraf mengirimkan impuls, sehingga otot akan menjadi tidak aktif saat kontraksi yang dapat menyebabkan gagal jantung dan fibrilasi.

Sampai sekarang belum ditemukan obat yang efektif untuk menanggulanginya, namun Tetrodotoxin atau Saxitoxin dapat digunakan untuk melawan atau menghasilkan efek terbalik melawan racun ini, meskipun penyembuhannya tergantung dosis. Pemakaian racun ini sudah biasa dilakukan terutama di daerah sekitar Columbia dalam bentuk Noanama Choco dan Embera Choco pada ujung panah ataupun Siurukida pada ujung bambu (Gerhard G. Habermehl. 1981)

Katak kecil ini tidak hanya yang paling berbahaya daripada spesies katak yang lain tetapi mungkin merupakan hewan paling beracun di dunia. Toksin dalam kulit katak bisa membunuh hanya dengan sedikit sentuhan, dan setiap kulit katak mengandung cukup racun untuk membunuh hingga 100 orang. Suku Emberá Chocó Indian yang mendiami area kecil dari Kolombia telah mengetahui tentang hal itu selama beberapa generasi, bahkan mereka menggunakan sekresi kelenjar kulit untuk meracuni sumpitan mereka, dan memungkinkan membunuh musuh hanya dalam hitungan detik (Habermehl, G.: Naturwissenschaften. 1975).

Satu satunya hewan yang memangsa katak ini adalah Leimadophis Epinephelus, ular yang mampu membangun ketahanan terhadap racun katak. Penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan pada publikasi selanjutnya.

Referensi:

Charles W. Myers, et. all. 1978. Bulletin of the American Museum of natural history: A dangerously toxic new frog (Phyllobates) used by embera indians of western colombia, with discussion of blowgun fabrication and dart poisoning. Vol. 161 : Article 2. Page 307-366. ISSN 0003-0090.

Gerhard G. Habermehl. 1981. Venomous Animals and Their Toxins. Berlin Heidelberg : New York

Frost, Darrel R. 2014. Amphibian Species of the World: an Online Reference. Version 6.0. American Museum of Natural History.

Created by : Group one Toxicology C

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun