Mohon tunggu...
Iwan
Iwan Mohon Tunggu... Freelancer - Ketua RW periode 2016 - 2026

pegawai swasta yang pancasilais

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Big Bang (Tulisan Ke-83)

17 April 2024   23:16 Diperbarui: 18 April 2024   07:02 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS Al Anbiya Ayat 30) 

Ayat tersebut mengindikasikan tentang adanya "ledakan besar", terbentuknya ruang dan waktu.

Namun disini saya akan berargumentasi lewat apa yang saya pahami tentang Arsy' tulisan Al Qalam dan Lauh Mahfudz.

Ketika dinyatakan bahwa Big Bang terjadi disebabkan adanya tekanan dari sebuah materi yang dikelilingi ketiadaan (sebab katanya semesta berasal dari ketiadaan), hingga potensi ledakan menjadi begitu besar hingga mendorong suatu materi bisa mendorong ketiadaan dan mewujudkan dirinya, padahal bagaimana sebuah ketiadaan mampu memberikan tekanan pada materi, padahal ketiadaan itu adalah tidak ada. Atau mungkin materi itulah yang berkeinginan untuk "menciut" hingga mencapai suatu potensial energi untuk "meledak" padahal untuk "menciut" ada ruang yang harus "dibuang". Analoginya adalah ketika saya memiliki sebuah rumah dengan tiga tuangan ( ruangan A, B dan C) dengan seluruh perabotannya, maka ketika saya memutuskan merombak rumah tersebut menjadi satu ruang dan memindahkan seluruh perabotan ke ruang A, apakah ruang A menampung volume ruang B dan C yang hilang, sebab di dunia materi, tidak ada yang namanya kehampaan dimana setiap jarak (space) pasti ada materinya karena hanya materilah yang membuat jarak (space) itu ada. Meniadakan materi hanya bisa terjadi hanya dengan memindahkannya, tetapi bagaimana mungkin memindahkannya kedalam ketiadaan?

Ketika diketahui bahwa ada jarak diantara setiap garis edar elektron dalam sebuah atom, itu bukan berarti jarak (space) itu berisi kehampaan karena tidak mungkin kehampaan mampu membuat sebuah partikel mampu untuk "mengambang" dan bergerak berpindah dari satu lintasan ke lintasan lainnya. Ada sesuatu yang belum kita ketahui yang membuat setiap partikel itu "mengapung." Jadi tidak mungkin suatu keadaan dipindahkan pada suatu ketiadaan sebab hukum ketiadaan tak bisa menerima suatu keadaan.

Dalam konsep teologi Islam Milenial yang berpedoman pada pola geometri bangunan Ka'bah yang dasar hukumnya saya tulis dalam tulisan kedua saya, maka yang pertama kali diciptakan Allah adalah sebuah batas yang memisahkan antara yang materi dan Immateri dan batas tersebut adalah Arsy", menciptakan sebuah gelembung semesta. Sebab dalam keterangan yang menjelaskan wujud tentang yang Immateri, saya dihadapkan pada penjelasan bahwa yang Immateri itu tidak serupa dengan mahluk wujud Immateri itu bukanlah terang atau gelap, bukan terlihat atau tak terlihat, bukan panas atau dingin, bukan pahit atau manis, bukan bergerak atau tidak bergerak, bukan pula berarti ketiadaan sebab ketiadaan tidak bisa mewujudkan keadaan. Sejak pertama kali diciptakan batas, 

Setelah menciptakan batas, lalu ditulislah seluruh ketentuan bagi semesta yang merupakan sebuah susunan matrix yang sempurna. Titik terakhir tulisan ketentuan menjadi awal bagi bermulanya semesta dimana kertika Allah menciptakan batas (Arsy') waktu sudah tercipta dan waktu yang dimulai dari sebuah peristiwa "pemisahan" bumi dan langit bukanlah waktu yang maju, melainkan waktu yang berjalan mundur, kembali ke posisi awal.

Pemisahan langit dan bumi terjadi sebab ada ruang dan waktu yang tersedia lebih dahulu, seluruh hasil "ledakan" bukanlah sebuah kejadian yang tidak terencana, melainkan sesuatu yang aturannya telah tertulis dan itulah mengapa semua terbentuk dengan teratur dan seimbang.

Wallahu'alam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun