Mohon tunggu...
Iwan
Iwan Mohon Tunggu... Freelancer - Ketua RW periode 2016 - 2026

pegawai swasta yang pancasilais

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Teologi Islam Milenial, Nihilisme (Tulisan ke Empat Puluh Tujuh)

21 Maret 2024   21:09 Diperbarui: 21 Maret 2024   21:13 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nihilisme

Ketika modernisme memutus jalinan rangkaian jalan sejarah dan Post modernisme menjalin ulang kembali rangkaian jalan sejarah tersebut yang kemudian membuat kita dihadapkan pada begitu banyaknya koordinat sejarah yang dapat kita temui dan Post mopdernisme menyatakan bahwa semuanya adalah benar adanya.

Jika kita analogikan dengan sekumpulan kelereng di dalam sebuah botol, maka modernisme adalah sebuah kelereng di dalam botol tersebut. Karena kelereng tersebut adalah kelereng yang unik, yaitu kelereng Modernisme, maka kelereng yang lain harus dikeluarkan.

Ketika hanya ada sebutir kelereng di dalam botol dan ketika wadah botol mendapat guncangan maka kelereng tersebut mudah pecah terbentur dinding botol.

Post Modernisme mencoba mengembalikan kelereng kelereng lainnya ke dalam botol hingga botol tersebut terisi penuh oleh kelereng lainnya hingga ketika terjadi benturan, seluruh kelereng akan saling menopang.  

Nihilisme tidak bisa menerima kenyataan tersebut dengan menyatakan bahwa tak ada satupun hal di dunia ini bisa menerangkan realitas yang sebenarnya sebab bagaimana mungkin menyatakan bahwa sermuanya adalah benar hingga semua harus direkonstruksi ulang dengan mengangggap semua hal tak memiliki arti bahkan hidup dan kehidupan ini adalah tidak ada.

Ketika mencoba merekonstruksi ulang, Nihilisme menemui kesulitan untuk memulai sebab semua hal adalah tak bermakna bahkan diri kita sendiri yang sedang berpikir untuk merekonstruksi ulang hal tersebut.

Maka berteriaklah seseorang : Absurd !!!

Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun