Seperti yang kita ketahui, masa lanjut usia adalah usia seseorang yang sudah mencapai 60 tahun ke atas. Usia yang sudah tidak muda lagi, tapi bukan berarti usia tersebut tidak bisa produktif dan energik lagi seperti halnya usia muda yang masih fresh, tenaga dan pikiran ketika beraktivitas. Ada banyak contohnya, orang tua yang usianya di atas 60 tahun tetapi orang itu masih lincah dan bersemangat dalam menjalani masa-masa tua, di mana masa-masa tua ialah masa yang rentan terhadap penyakit dan berkurangnya tenaga serta kemampuan. Namun tidak semuanya begitu, ada yang ditakdirkan sehat hingga berpuluh-puluh tahun usianya, dan ada yang ditakdirkan sakit dengan usia lansia, atau bahkan ada yang ditakdirkan pikun dengan usia yang telah dibatasi. Semua telah digariskan oleh-Nya dengan segala kehendak-Nya. Sebagaimana Allah menyebut kata "pikun" di dalam Al-Qur'an yang menjadi gambaran bahwa ada masa yang mempengaruhi daya ingat dan tenaga menjadi berkurang ketika usia sudah menua.Â
Berkaitan dengan hal itu, mumpung tenaga masih dapat dinikmati dan dirasakan oleh orang yang masih dikaruniai kesehatan jasmani dan rohani, tentu orang tua yang memiliki kemampuan tersebut mempunyai langkah untuk memanfaatkan tenaga yang ada dalam mengarungi kehidupan sehari-hari, entah itu menafkahi keluarga, bekerja, maupun aktivitas pendukung lainnya. Selain itu, masing-masing orang tua mempunyai jadwal kegiatan yang bermacam-macam, dan menggunakan masing-masing kemampuan yang dimiliki.
Meskipun penulis belum menjalani masa lanjut usia karena usia penulis saat ini baru menginjak 24 tahun. Sedangkan masa lanjut usia itu sekitar 60 tahun ke atas, namun penulis mempunyai gambaran bahwa masa-masa usia tersebut mempunyai suasana tersendiri. Berbeda dengan usia saya saat ini, mengangkat semen barangkali masih ringan dibandingkan dengan beratnya jerik payah orang tua ketika mengangkatnya. Seperti halnya pengalaman dari penulis ketika melihat orang tua kandung jungkir balik menafkahi keluarga. Saat itu pekerjaan mengangkat berat memang dianggap ringan, namun saat ini tenaganya tidak sama seperti dahulu. Mengangkat barang ringan sampai dirasakan berat. Katakan saja padi yang telah dipanen yang dimasukkan ke karung, beratnya mungkin sekitar 40 kg dianggap hal yang biasa. Namun pada saat masa lanjut usia menghampiri, bobot segitu tidak lagi menjadi perkara yang mudah bagi orang tua saya untuk mengangkatnya, bisa dibilang keberatan.Â
Mungkin, keterangan itulah yang mengingatkan kita akan berartinya orang tua di dalam hidup ini. Susah senang dalam berjuang telah mereka lalui dalam menyediakan kenyamanan keluarga dalam mencari nafkah untuk membahagiakan. Bedanya ialah, anak mungkin terlihat mungil dan menggemaskan serta tidak terlalu merepotkan ketika diurus pada saat bayi. Namun ketahuilah, dengan segala kelemahan orang tua saat masa lansia menyapa, berbanding terbalik dengan kemungilan seorang anak yang dahulu diurus olehnya. Dengan keadaan orang tua dengan tubuh yang tak lagi kencang, namun keriput. Dan dengan kondisi berkurangnya tenaga dan pikiran yang dialami. Memang sudah seharusnya dimengerti dan dipahami. Masihkah anak memperhatikannya?
Dengan uraian yang panjang di atas, agar suasana semangat melekat di dalam diri pembaca menuju atau bahkan telah melaluinya, maka penulis mencoba mengemas tulisan ini sebagai kiat-kiat yang menurut saya dapat dijadikan sebagai penyemangat pada masa lansia. Berikut ada lima kiat yang telah dituliskan:
1. Menyadari Waktu
Waktu akan terus berjalan, sedangkan manusia tidak selamanya akan hidup di dunia yang singkat ini. Mendengar istilah 'roda kehidupan' terus berputar, itulah gambarannya. Bahwa yang telah terjadi tidak akan dapat diulang kembali. Yang mulanya tidak ada menjadi ada, itulah gambaran munculnya seorang bayi yang diciptakan untuk menjalani hidupnya. Yang mulanya anak-anak menjadi dewasa, itulah gambaran bahwa adanya pergantian fase kehidupan yang berjalan, dan lain sebagainya. Dan semuanya pasti bergantian. Menyadari waktu, dengan cara menanyakan kepada diri sendiri bahwa di mana keberadaan kita saat ini? Di dalam fase bayi, anak-anak, dewasa, remaja atau lanjut usia. Yang kemudian setelah itu baru dapat menyadari dan memikirkan betapa pentingya memanfaatkan waktu yang sedang berjalan, dengan menahan celah agar tak ada waktu yang terbuang dengan sia-sia.
2. Mensyukuri Apa yang Ada
Menjadi diri sendiri adalah penting untuk disyukuri. Karena dengan mensyukuri, seseorang dapat mengenali siapa dirinya sebenarnya. Dan untuk apa dia diciptakan. Sebab, orang yang tidak menerima atas apa yang telah ditakdirkan untuknya bisa menyebabkan penyakit hati yaitu kufur nikmat. Na'uudzubillahi minndzaalik. Cobalah kita renungi, apakah kita hidup di dunia ini kita yang minta? Apakah kita bernapas dengan oksigen yang ada di alam selama di dunia ini harus membayar? Tentu tidak! Karena semuanya memang sudah disediakan oleh Allah secara gratis agar manusia dapat mensyukuri apa yang ada. Sebagaimana kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh manusia, serta rintangan dan ujian manusia selama hidupnya yang dihadapi dengan kesabaran dan ketabahan. Dan dapat menikmatinya ketika lansia bagi orang-orang yang akan atau sedang melaluinya. Maka syukurilah apa yang ada.
3. Mempersiapkan Bekal
Mayoritas seorang anak sejak dini telah dibekali dengan bermacam-macam ilmu pengetahuan oleh orang tua maupun gurunya. Salah satunya dibekali dengan pendidikan sekolah serta pendidikan agama agar anak dapat memahami tujuan di dalam hidupnya. Mengapa sejak dini? Sudah menjadi pokok tujuan bahwa dengan adanya upaya itu nanti ketika anak sudah beranjak dewasa dan menuju lanjut usia, maka orang tua tidak bingung menghadapinya. Meliputi kebingungan dalam menghadapi masalah yang menimpa, menemukan solusi dari ujian hidup, dan lain sebagainya. Karena hal itu membutuhkan fondasi yang kuat agar dapat menghadapi segala rintangan dengan tenang. Dan menemukan solusi dengan bekal ilmu yang sudah dimiliki. Tentunya hal ini sangat membantu entah itu untuk orang tua maupun untuk diri sendiri. Dan secara tidak langsung upaya tersebut juga dapat dikatakan sebagai langkah menuju keselamatan ke depannya untuk mempersiapkan bekal indah yang menemani perjalanan hidupnya. Sesampainya menjalani masa lansia, barulah orang yang telah dibekali ilmu akan merasa nyaman dan tenteram walaupun kehidupan yang dijalani penuh dengan hambatan. Serta pandai dalam menjaga diri serta menemukan titik terang di setiap permasalahan yang menimpa.Â
4. Komunikasi Keluarga
Mungkin ada yang sependapat dengan penulis. Bahwa ketika seseorang telah menginjak masa lansia, komunikasi menjadi sangat penting yang dibutuhkan oleh keluarga. Antara orang tua dengan anak, antara orang tua dengan cucu, dan lain sebagainya. Namun ketika orang tua telah menjalani usia dengan kategori lansia, penglihatan, pendengaran, maupun daya ingat ada yang berkurang. Sehingga komunikasi terkadang putus nyambung, putus nyambung antara orang tua dengan anak, maupun orang tua dengan cucu. Dari hal ini, perlu dimaklumi bahwa orang tua tidak selalu mampu menyambungkan komunikasi dengan anak cucunya, melainkan anak dan cucunya yang perlu menyadari dan menyambungkan komunikasi dengan orang tua. Hal ini terjadi karena orang tua terkadang melalui masa yang tidak mudah dalam mengingat, mendengar, dan bahkan melihat karena faktor usia berlanjut yang telah dilalui.Â
Dengan demikian, saling menjaga komunikasi memang sebagian dari jalan terjaganya ikatan keluarga. Bayangkan saja, keluarga yang jarang berkomunikasi rasanya sangat kurang nyaman karena terhalang oleh hambatan jarak maupun sikap dari beberapa pihak keluarga. Sehingga suasan terasa hampa tanpa adanya ikatan keluarga yang harmonis. Jadi kesimpulannya, ketika orang tua masih mampu untuk berkomunikasi kepada anak cucunya alangkah baiknya saling tegur sapa tetap dilakukan. Namun ketika orang tua tidak dapat menyalurkan komunikasi kepada anak cucunya karena terhambat oleh tenaga dan kemampuan, maka anak dan cucu perlu memaklumi itu semua dan mencoba untuk menyambungkan komunikasi akar ikatan keluarga terjaga dengan baik. Karena komunikasi anak cucu bagi orang tua yang menjalani masa lansia merupakan hiburan yang tak ternilai harganya, menggerakkan sendi-sendi senyuman yang membahagiakan. Dan bisa menjadi obat dari kerinduan yang menenteramkan hati dan pikiran.
5. Pentingnya Jarak
Jarak keluarga juga sangat penting dibahas. Karena dengan jarak, keluarga terkadang bisa menjadi renggang yang disebabkan oleh rasa egois dari anggota keluarga. Dan juga karena dengan jaraklah kita dapat menyatukan keharmonisan keluarga. Sebagai contoh yang pertama, katakanlah jarak antara anak terhadap orang tua yang sangat jauh dengan tempat tinggal orang tua, karena tidak mempertimbangkan apa yang menjadi akibat setelah melakukan perpindahan tempat tinggal yang jauh. Entah itu karena ego atau memang menjadi sesuatu yang menjadi tujuannya. Meskipun orang tua lega dengan jalan tersebut, suatu saat pasti orang tua mengalami kerinduan yang mendalam kepada anak yang telah dirawatnya sejak kecil. Karena hal ini justru membuat orang tua kesulitan ketika misalnya ingin menengok anaknya secara langsung, maka hal itu tidak akan bisa kalau tidak menggunakan alat komunikasi handphone, atau bahkan harus terbang ketika ingin menengoknya. Menjadi sulit lagi kalau rezeki orang tua tidak mencukupi untuk perjalanan menuju ke tempat anaknya. Orang tua yang kesusahan, meskipun secara batin bisa dekat, namun secara jarak terasa jauh. Contoh yang kedua, katakanlah jarak antara anak terhadap orang tua dekat dengan tempat tinggal orang tua. Sehingga keinginan orang tua ketika menengok anaknya mungkin tidak terlalu sulit dan tidak mengharuskan mengeluarkan biaya yang mahal. Orang tua merasa nyaman dari itu semua. Dari segi jarak dekat, batin juga bisa dekat. Sehingga interaksi antara anak dengan orang tua terasa mudah.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa anak perlu kiranya mementingkan orang tua di dalam kehidupannya. Bagaimanapun juga, pengorbanan orang tua terhadap anaknya tidaklah terkira banyaknya. Jarak mungkin tidak menjadi penghalang untuk berbakti, namun kepedulian orang tua terhadap anak, maupun anak terhadap orang tua adalah bagian dari kunci. Selagi kunci itu digunakan orang tua untuk mendukung langkah mulia anaknya. Dan selagi kunci itu digunakan anak untuk membuka jalan bakti yang sungguh-sungguh terhadap orang tuanya.
Lembaran uang tidak dapat menandingi kasih sayang yang diberikannya. Orang tua hanya membutuhkan kasih sayang anaknya, dan mungkin kebahagiaan tertingginya terletak di dalam rasa perhatian dan kasih sayang anak terhadapnya. Tidak harta, dan juga tidak tahta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H