Sebelum penulis menjelaskan lebih jauh terkait hal ini, pembaca mungkin juga ada yang beranggapan bahwa hal ini tidaklah asing didengar. Siapa yang mengira, ada sesuatu yang menarik di balik nama singkong. Sampai ada sebagian orang merasa seram mendengarnya. Singkong pada dasarnya merupakan jenis umbi yang dimanfaatkan untuk makanan tambahan selain nasi.
Ada dua versi singkong untuk dijadikan sebagai makanan. yaitu versi makanan ringan dan versi makanan berat. Versi makanan ringan, kita contohkan seperti halnya keripik, getuk (makanan khas orang Jawa), empek-empek (lauk khas orang Jawa), dan lain sebagainya, yang cara memasaknya dengan cara diproses dan dicampuri dengan adonan yang beraneka. Sedangkan versi makanan berat, yaitu seperti singkong bakar, singkong godok (singkong rebus), dan lain sebagainya, yang cara memasaknya langsung utuh, bukan dipotong tipis-tipis dan dicampuri adonan yang bermacam-macam.
Nah, sampai di sini  mungkin sudah cukup jelas betapa lezatnya singkong dihadapan para penikmatnya. Yang pasti, bermacam-macam cara orang menikmatinya sebagai makanan.
Oh iya, di atas baru dibahas tentang singkong. Lantas apa yang menarik dengan singkong? Kenapa ada kata genderuwo? Begini, apakah pembaca pernah mendengar kata "singkong bakar"? Sudah mengenalikah bau khasnya bagaimana singkong bakar itu? Nah, bau itu yang menjadi sorotan banyak masyarakat, termasuk orang Jawa. Kebetulan saya sebagai penulis juga orang Jawa, tepatnya di Bojonegoro, Jawa Timur. Ada apa dengan bau singkong bakar?
Bau singkong bakar menjadi hal yang biasa kalau jelas penyebabnya. Maksudnya, jelas dalam arti adanya orang yang menyulutkan api yang menghasilkan arang kemudian membakar singkong sehingga menimbulkan aroma singkong bakar. Yang menjadi permasalahan, apa jadinya kalau penyebabnya itu tidak ada, bau singkong bakarnya dari mana asalnya? Hehe. Yang jelas, itu merupakan bagian dari adanya makhluk halus, dan yang paling sering disebut dan entah itu mitos atau fakta yang sudah diketahui publik, dari ciri bau yang tidak jelas penyebabnya dari mana tersebut dianggap oleh masyarakat sebagian pertanda bahwa adanya makhluk halus yaitu genderuwo (makhluk halus dengan ciri berbadan besar dan berbulu panjang yang berwarna hitam).
Menurut pendapat salah satu warga Desa saya, Desa Mojo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, genderuwo berpenampilan hitam pekat yang penuh dengan bulu, badannya besar, dan memiliki mata yang besar. Namun, tidak semua orang bisa melihatnya, mungkin ketika Ia merasa terganggu barulah Ia menampakkan diri.  Satu lagi, pendapat dari orang tua saat itu, genderuwo juga bisa membo (istilah Jawa) atau makhluk yang bisa menyerupai manusia yang dirasukinya. Hih, betapa seramnya. Semoga saja tidak bertemu ya, teman. Cukup mempercayainya saja, karena sudah termasuk bagian dari iman.
Pernah saat itu saya mengetahui peristiwa membo-nya makhluk yang menyerupai teman saya. RD nama samarannya. Entah, saat itu makhluk genderuwo atau makhluk yang lainnya. Namun sepertinya jika mendengar dari perkataannya yang bernada besar membuat saya menebak kalau itu suara genderuwo. Bagaimana ceritanya, begini:
Bulan ramadan saat itu, kebetulan saya dan teman-teman bermain di masjid "Baiturrahim" Desa Mojo pada waktu malam setelah sholat tarawih. Betapa ramainya saat itu. Setelah puluhan menit bermain, ada yang ingin direncanakan teman saya untuk menengok RD yang tidak ikut ke masjid. Penuh dengan tanya, mengapa RD tidak ke masjid tadi. Setelah itu, saya dan teman-teman menengoknya ke rumah, dan ternyata RD tidak ada di rumah. Dan kata orang tuanya RD, RD lagi keluar jalan kaki tapi entah di mana, setelah tadi tidur lama. Di masjid juga tidak ada. Orang tua RD juga penasaran keberadaannya di mana.
Rumah RD yang menghadap ke timur dengan ditumbuhi pohon jati yang banyak di selatan rumah membuat suasana serasa kurang adanya penerangan cahaya. Adanya sorotan cahaya lampu jalan yang kelihatan ketika ditengok ke selatan dari jarak jauh. Setelah beberapa menit mencari, saya kemudian mengetahuinya. Namun, hanya sebatas bayangan jarak jauh yang tersorot lampu di timurnya pohon-pohon jati.
RD berjalan dari timur ke barat sehingga bayangannya kelihatan, saya berpendapat sepertinya itu RD karena bentuknya juga seperti orang yang berjalan. Setelah itu, saya dan kawan-kawan mencoba menghapiri RD bersama-sama di pojok pertigaan jalan yang ditumbuhi pohon jati yang rindang, saya melihat RD kelihatan remang-remang duduk di bawah pohon jati. Seketika itu saya menanyainya dengan menepuk punggungnya, dan rasanya seperti menepuk orang biasa. Saya berkata: RD, sampean digolei bapaem (kamu dicari bapakmu). Jawabannya: moh (tidak mau), dengan nada suara besar yang membuat saya merinding.
Beberapa menit kemudian setelah lama RD tidak berbicara, RD berlari cepat menuju ke barat melalui pertigaan jalan. Saya, kakaknya RD, dan teman-teman turut mengejarnya, namun anehnya saya melihat kakinya tidak menyentuh tanah dengan berlari secepat itu. Tapi saya belum mengerti saat itu, karena rupanya memang mirip seperti RD.