Mohon tunggu...
Laju Peduli
Laju Peduli Mohon Tunggu... Lainnya - Organisasi Nirlaba

Laju Peduli adalah Organisasi Sosial yang lahir dari semangat kepedulian untuk membantu masalah kemanusiaan di Indonesia dan juga di dunia Islam khususnya Palestina.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Zakat Fidyah untuk Ibu Hamil dan Menyusui: Kewajiban atau Kebijakan?

26 November 2024   22:55 Diperbarui: 26 November 2024   23:21 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fidyah untuk Ibu Hamil dan Menyusui sering menjadi perbincangan di kalangan umat Islam, terutama selama bulan Ramadhan. Selama bulan suci ini, umat Muslim diwajibkan untuk berpuasa, namun ada beberapa kondisi tertentu yang membebaskan seseorang dari kewajiban tersebut, salah satunya adalah ibu hamil dan menyusui. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa wajib membayar zakat fidyah ataukah ini hanya kebijakan yang diberikan dalam keadaan tertentu?

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai kewajiban zakat fidyah untuk ibu hamil dan menyusui, termasuk dasar hukum, pandangan para ulama, serta bagaimana ketentuan ini diterapkan dalam praktik.

Apa Itu Zakat Fidyah?

Zakat fidyah adalah bentuk pengganti bagi umat Islam yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan karena alasan tertentu, seperti sakit yang tidak bisa sembuh atau perjalanan jauh. Dalam hal ini, orang yang tidak dapat berpuasa wajib memberikan zakat fidyah sebagai bentuk pengganti puasa yang terlewatkan. Zakat fidyah umumnya diberikan kepada orang miskin atau yang membutuhkan, dan besarannya biasanya setara dengan satu makan sehari untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

Fidyah untuk Ibu Hamil dan Menyusui menjadi topik yang sering dipertanyakan karena ada perbedaan dalam penerapannya di berbagai kalangan dan pandangan ulama.

Zakat Fidyah untuk Ibu Hamil dan Menyusui: Pandangan Para Ulama

Menurut mayoritas ulama, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa selama Ramadhan karena khawatir terhadap kesehatan dirinya atau anaknya, wajib membayar fidyah. Namun, ada beberapa pandangan yang lebih mendalam tentang apakah ini merupakan kewajiban mutlak atau kebijakan yang dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi masing-masing individu.

1. Pandangan Ulama Hanafiyah

Menurut madzhab Hanafiyah, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan dirinya atau anaknya, wajib membayar fidyah. Mereka berpendapat bahwa zakat fidyah ini diberikan sebagai pengganti puasa yang tidak bisa dilaksanakan. Dalam hal ini, ibu hamil atau menyusui cukup membayar fidyah tanpa harus mengganti puasa di masa depan.

Hadits yang mendasari pandangan ini adalah sabda Rasulullah SAW:

"Jika seorang wanita hamil atau menyusui merasa khawatir akan anaknya, maka ia tidak berpuasa dan membayar fidyah untuk setiap hari yang ia tinggalkan." (HR. Abu Dawud)

2. Pandangan Ulama Maliki dan Syafi'i

Ulama dari mazhab Maliki dan Syafi'i juga memberikan pandangan serupa dengan madzhab Hanafi, yaitu ibu hamil dan menyusui yang tidak mampu berpuasa karena khawatir akan kesehatan dirinya atau anaknya harus membayar fidyah. Namun, jika kondisi ibu hamil atau menyusui tersebut membaik setelah beberapa waktu, maka mereka diwajibkan untuk mengganti puasa tersebut, selain membayar fidyah.

Sebagai contoh, jika ibu hamil atau menyusui hanya tidak berpuasa di sebagian besar bulan Ramadhan, mereka harus mengganti puasa tersebut pada waktu lain. Namun, selama kondisi mereka memang benar-benar tidak memungkinkan untuk berpuasa, mereka tetap bisa membayar fidyah sebagai pengganti.

3. Pandangan Ulama Hanbali

Ulama Hanbali memiliki pandangan yang agak berbeda. Mereka menyatakan bahwa ibu hamil dan menyusui yang tidak dapat berpuasa karena khawatir akan kesehatan dirinya atau anaknya, boleh untuk membayar fidyah. Namun, selain membayar fidyah, mereka juga disarankan untuk mengganti puasa setelah kondisi mereka memungkinkan, jika puasa dapat dilakukan tanpa membahayakan kesehatan.

Kapan Fidyah Diperlukan oleh Ibu Hamil dan Menyusui?

Pada umumnya, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena alasan medis atau khawatir akan keselamatan diri atau anaknya diperbolehkan untuk membayar fidyah. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kapan fidyah diperlukan, yaitu:

  1. Ibu Hamil yang Tidak Berpuasa Ibu hamil yang tidak dapat berpuasa, baik karena kondisi kehamilan yang rentan atau kondisi medis lainnya, disarankan untuk membayar fidyah. Namun, jika kehamilannya berlangsung dengan baik, dan setelah melahirkan kondisi tubuhnya memungkinkan untuk berpuasa, maka ia wajib mengganti puasa yang terlewatkan setelah Ramadhan.

  2. Ibu Menyusui yang Tidak Berpuasa Ibu menyusui yang khawatir akan kesehatannya atau kesehatan bayi mereka juga diperbolehkan tidak berpuasa dan menggantinya dengan membayar fidyah. Seperti halnya ibu hamil, ibu menyusui yang dapat kembali menjalankan puasa setelah masa menyusui selesai harus mengganti puasa yang ditinggalkan.

  3. Ibu Hamil atau Menyusui yang Tidak Memiliki Waktu untuk Mengganti Puasa Jika seorang ibu hamil atau menyusui tidak dapat mengganti puasanya karena kondisi yang terus berlanjut, maka ia hanya diwajibkan membayar fidyah tanpa harus mengganti puasa tersebut di masa depan.

Dasar Hukum Fidyah untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Dasar hukum mengenai fidyah bagi ibu hamil dan menyusui terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Dan wajib bagi orang yang tidak dapat berpuasa karena sakit atau dalam perjalanan, maka wajib mengganti dengan fidyah, yaitu memberi makan kepada orang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184)

Namun, dalam kasus ibu hamil dan menyusui, banyak ulama yang menafsirkan bahwa fidyah adalah solusi bagi mereka yang tidak dapat berpuasa dan khawatir akan kesehatan mereka atau anak-anak mereka.

Cara Membayar Fidyah untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Bagi ibu hamil dan menyusui yang memilih untuk membayar fidyah, mereka dapat memberikan makanan kepada orang miskin, setara dengan satu hari puasa. Biasanya, fidyah dihitung dengan nilai sekitar satu meal (makanan) per hari yang ditinggalkan. Makanan ini dapat berupa beras, roti, atau makanan pokok lainnya sesuai dengan kebiasaan di wilayah masing-masing.

Namun, tidak semua ibu hamil atau menyusui wajib memberikan fidyah jika mereka dalam kondisi yang memungkinkan untuk mengganti puasa di lain waktu. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan ahli fiqih atau ulama setempat untuk memahami apakah fidyah itu wajib atau tidak dalam situasi pribadi yang dihadapi.

Kesimpulan

Fidyah untuk ibu hamil dan menyusui memang menjadi topik yang menarik dan banyak dipertanyakan. Pada umumnya, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena alasan medis atau kekhawatiran terhadap kesehatan diri atau anaknya diharuskan membayar fidyah. Namun, jika mereka memiliki waktu dan kemampuan untuk mengganti puasa di luar bulan Ramadhan, mereka juga dianjurkan untuk mengganti puasa tersebut setelah kondisi mereka membaik. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk memahami ketentuan ini dengan bijaksana dan berkonsultasi dengan ulama atau ahli fiqih untuk mengetahui kewajiban mereka dalam konteks ini.

Dengan memperhatikan pandangan para ulama yang beragam dan kondisi medis masing-masing, setiap ibu hamil dan menyusui dapat menjalani Ramadhan dengan penuh keyakinan bahwa mereka memenuhi kewajiban agama dengan cara yang sesuai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun