Mohon tunggu...
Difa Rahma Melati
Difa Rahma Melati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor

Saya percaya bahwa melalui penyuntingan, saya dapat memperlihatkan kecantikan serta kompleksitas dari kehidupan di Dunia ini. Setiap suntingan yang saya buat adalah upaya untuk menyampaikan pesan-pesan yang kuat, mendalam, dan penuh empati kepada penonton. Meskipun masih belajar, saya selalu berusaha untuk mengembangkan keterampilan saya dalam seni penyuntingan. Setiap proyek yang saya kerjakan menjadi kesempatan untuk mengeksplorasi teknik-teknik baru, memperluas cakrawala kreatif, dan memperdalam pemahaman saya tentang bagaimana menyampaikan narasi melalui gambar-gambar yang berbicara. Apa yang telah saya buat bukan hanya sekadar kumpulan editan visual, tetapi juga sebuah perjalanan pribadi yang penuh dengan dedikasi, semangat, dan keinginan untuk memberikan suara kepada mereka yang mungkin tidak terdengar. Melalui seni penyuntingan, saya berharap dapat menginspirasi, mengedukasi, dan membangun penghubung dengan orang-orang di seluruh dunia, sambil terus tumbuh dan berkembang sebagai seorang seniman.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"16 Bukan Lagi Hal yang Istimewa"

23 Juni 2024   23:01 Diperbarui: 24 Juni 2024   08:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/2744449767366482/

"16 Bukan Lagi Hal Yang Istimewa"

Karya: Difa Rahma Melati

Langit mulai petang

Burung burung tlah kembali ke perindukannya

Ayam ayam tlah berjalan rapi menuju istana

Mentari pun mulai sembunyi diantara gundukan tanah

Tepat malam itu hati bahagia

Walau sedikit gundah itu tak mengapa

Rasa bahagia kian menambah

Saat harap kembali datang setelah amarah

Ia tiba walau tak nyata

Mengucap lalu mendo'a

Menemani dalam sunyinya ruang

Hanya terdengar ketikan keyboard peramai juang

Hingga yang lain menyapa kabar

Menyatakan walau belum sempat terbaca

Waktuku tinggal setengah jam dari harapan

Namun aku harus pergi sementara hati tak mau sendiri

Semua berhenti saat semua sambungan sengaja diputuskan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun