Mohon tunggu...
Difa Cantika
Difa Cantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA TAHUN 2023

hobi memasak dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urbanisasi Menjadi Salah Satu Sumber Permasalahan di Kota Mojokerto

15 September 2023   17:29 Diperbarui: 15 September 2023   22:14 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak keakuratan bangunan, sedangkan perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami kualitas fungsi sebagai tempat hunian (Presiden Republik Indonesia, 2011). Indikator kekumuhan berdasarkan bangunan rumah, gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengolahan persampahan, dan proteksi kebakaran (Sastanti dan Fibriani, 2019).

Berdasarkan Peraturan (Presiden Republik Indonesia, 2015) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, mengamanatkan pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukiman yaitu peningkatan kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru, dan penghidupan yang berkelanjutan. Pada tahun 2016 masih terdapat 35.291 Ha permukiman kumuh perkotaan yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).

Setiap manusia pasti memerlukan kehidupan yang baik dan layak demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam berkehidupan pastilah manusia harus memiliki lahan untuk tempat menetap dan juga sumber mata pencaharian, Dimana tempat tinggal adalah sebuah kebutuhan primer yang harus dipenuhi.

Dengan terjadinya urbanisasi secara besar besaran membuat banyaknya Masyarakat yang unskill menumpuk di area perkotaan, hal tersebut membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Sedangkan seseorang yang melakukan urbanisasi membutuhkan hunian yang layak untuk menetap. Dengan rendahnya pendapatan dan tingginya biaya untuk membangun sebuah hunian membuat banyaknya menjadi kendala dalam memiliki hunian yang layak. Sehingga muncul bangunan-bangunan liar tidak permanen yang minim akan sarana air bersih, minim keamanan, dan bahkan biasanya bangunan liar dibangun dengan letak dan bentuk yang tidak beraturan.

Kota Mojokerto merupakan salah satu kota yang memiliki permasalahan terkait dengan pemukiman kumuh, dimana pemukiman kumuh ini tersebar di di seluruh wilayah kota. Pemukiman tersebut terdiri dari pemukiman liar dan illegal yang masih belum memiliki syarat administratif sebagai kampung. Pada umumnya memiliki tingkat kepadatan penduduk yang jauh lebih tinggi dari kampung biasanya. Pemukiman kumuh ini bias akita temui di bantaran Sungai, sepanjang rel kereta api, pasar, dan area public lainnya.

Pemukiman liar yang berada di Kota Mojokerto biasanya dapat dijumpai di Kawasan Pasar Tanjung, dan Pasar Pon yang telah muncul sejak lama. Pemukiman liar disekitar Pasar Pon dinamakan dengan Siponrejo, disana banyak dihuni oleh para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti tuna wisma dan tuna karya. Pada tahun 1969 kawasan tersebut sempat ditertibkan oleh Lembaga Yayasan Mojopahit untuk menampung dan melindungi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), Lembaga Yayasan Mojopahit juga merehabilitasi para PMKS agar dapat Kembali hidup di lingkungan yang normal seperti yang lainnya.

Tidak hanya di area pasar tetapi juga area umum seperti Alun-alun tak luput menjadi tempat tinggal para tuna wisma dan tuna karya, biasanya mereka tidur di bawah pohon-pohon beringin yang ada di area Alun-Alun. Hal ini membuat banyak Masyarakat yang merasa terganggu sehingga oleh Lembaga Yayasan Mojopahit dilakukan pemindahahan para pengemis dan gelandangan yang semula berada di Alun-Alun dan Pasar tanjung menjadi ke Siponrejo. Melalui kerjasama antara Yayasan Majapahit dengan Pemerintah Kota Mojokerto dibangunlah kampung untuk para PMKS yang kemudian disebut Kampung Cakarayam II dan Balongcangkring II. Rehabilitasi yang dilakukan pemerintah berupa rehabilitasi fisik dan rehabilitasi sosial.

Meningkatnya jumlah PSK di Desa Cakarayam II dan Balongcangkring II menyebabkan desa yang semula disebut desa rehabilitasi kini lebih dikenal sebagai desa tujuan. Meski awalnya didirikan sebagai pusat akomodasi dan rehabilitasi  Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Pemerintah Mojokerto juga ambil alih dalam permasalahan pemukiman kumuh yang terus menjamur melewati program KOTAKU, program tersebut Di antaranya program penanganan kawasan kumuh, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui pemenuhan layanan infrastruktur dasar umum pendukung perekonomian dengan pola padat karya. Sehingga permasalahan Kawasan kumuh dapat teratasi secara baik dan terstruktur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun