Mohon tunggu...
Dieqy Hasbi Widhana
Dieqy Hasbi Widhana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dieqy Hasbi Widhana, lahir di Kota Surabaya dan sekarang tinggal di Jember, 03 November 1989. Suka menulis esai, berpuisi, membaca, berdiskusi, dan fotografi. Sebagian puisinya terbit di Radar Jember, Radar Bromo, Buletin Sastra Pawon, Bali Post, Majalah Ekspresi, Ceritanet.com, indonesiaseni.com. Selain itu beberapa puisinya juga tersimpan di antologi bersama Menjemput Senja (2011), Indonesia Berkaca (2011), Agonia: Antologi Jogja-Jember (2012).Seorang Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Jember, Jawa Timur. Berkegiatan di Lembaga Pers Mahasiswa Sastra Ideas, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Kota Jember, dan Komunitas Seni Babebo[zine]. Email: revolusi.permanen@gmail.com atau hw.dicqey@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Iklan itu Sampah

2 April 2014   12:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:11 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guy Debord mengatakan, jika semua sisi kehidupan kini menjadi komoditi, dan semua komoditi jadi tontonan. Coba liat keluar sana, udara dicemari kemudian diciptakan tabung-tabung oksigen dengan daya tawar bahwa itu adalah udara segar yang ketika menghirup serasa di pegunungan. Masyarakat hidup dengan mengontrak tanah dan air saja harus membeli. Sumber daya alam diperkosa untuk diperjual belikan, lalu diganti dengan gambar pemandangan yang memanjakan ilusi.

Tumbuhan-tumbuhan diperjual-belikan, dengan bangga si pemilik beraneka macam tumbuhan menanamnya di pelataran rumah mereka. Dengan menggelembungkan dada menganggap merekalah yang sebenarnya cinta pada kelestarian lingkungan. Betapa tidak sadarnya mereka bahwa sebenarnya telah disulap menjadi mahluk konsumtif yang mengoleksi tanaman demi sebuah citra. Mall-mall dibangun menjulang tinggi yang menjadi kurungan demi menghidupi budaya massa yang konsumtif. Pasar para pedagang kaki lima ditendang sejauh mungkin demi ekspansi sirkulasi ekonomi yang stabil dan berlipat-lipat.

Oleh karena itu saya lebih memilih menjadi orang yang gila. Berupaya menunggangi diri sendiri dengan adonan pemikiran kritis. Bahwasanya kesadaran dari orang gila seperti saya akan lebih mudah menguliti pembodohan dari politik citra iklan yang berkembangbiak dimana-mana.

Aduh sial, saya lupa menghidupkan Handphone kembali.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun