Jakarta dikenal sebagai salah satu kota termacet di dunia, hal ini tak lepas Jakarta menjadi pusat ekonomi dan bisnis sehingga membuat penduduk Jakarta harus berpacu mengejar waktu dalam bekerja dan berpengaruh terhadap pertumbuhan alat transportasi yang tidak terkontrol, khususnya penggunan kendaraan pribadi. Masih enggannya sebagian besar penduduk Jakarta menggunakan transportasi umum, menjadikan jalanan di Jakarta sangat macet cenderung parah.
- Polusi udara yang sudah mengkhawatirkan
Adanya kemacetan yang parah ini, menjadikan polusi udara di Jakarta juga mengkhawatirkan. Hasil penelitian di beberapa kota besar Asia yaitu di Tokyo, Beijing, Seoul, Taipei, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Manila, ternyata pencemaran udara paling berat terjadi di Jakarta. Penyebab dari pencemaran udara di Jakarta sekitar 80 persen berasal dari sektor transportasi dan 20 persen dari industri serta limbah domestik. Data yang ada, memperlihatkan bahwa total estimasi polutan CO yang dihasilkan dari seluruh aktivitas di Jakarta adalah 686,864 ton per tahun atau 48,6 persen dari jumlah emisi lima polutan.
- Rawan banjir
Problem banjir di Jakarta memang tidak mudah diatasi tanpa ada suatu usaha terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Salah satu penyebab wilayah Jakarta menjadi sasaran banjir, yaitu adanya penurunan tanah/amblesan diakibatkan adanya pembangunan gedung-gedung besar yang disertai dengan pengambilan air tanah yang tidak terkontrol. Selain itu, perubahan iklim global yang ekstrem juga mengakibatkan curah hujan yang sangat tinggi dan tidak bisa diramalkan. Tercatat angka curah hujan di Jakarta adalah 377 mm per hari, meningkat dari tahun 2007 lalu, dimana angka terbesar tercatat 340 mm. Dan status Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki masalah klasik tiap tahun dengan kepadatan penduduk pengaruh berdatangnya penduduk dari luar daerah. Selain itu, adanya pembangunan tanpa mengontrol dan memperhatikan aspek lingkungan berandil terhadap wilayah Jakarta sebagai daerah rawan banjir.
Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Indonesia Baru
Presiden Joko Widodo telah meminta ijin untuk memindahkan ibu kota. Hal itu disampaikan Presiden di depan anggota MPR, DPR, dan DPR pada 16 Agustus 2019 lalu. Setelah mengalami berbagai kajian dan pertimbangan Presiden Joko Widodo pada akhirnya memutuskan bahwa ibu kota baru Republik Indonesia berada di sekitar Kalimantan Timur.
Hasil penelitian (Hutasoit, 2018) memaparkan bahwa lokasi ibu kota yang paling ideal adalah di sekitar wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara. Kabupaten Penajam Pasir memiliki luas wilayah 3.333,06 KM2
(4 Kecamatan dan 54 Desa/Kelurahan) dan memiliki jumlah penduduk 157.711 Jiwa (82.431 jiwa laki-laki dan 75.280 Jiwa perempuan). Kabupaten Penajam Pasir merupakan Kabupaten paling baru di Kalimantan Timur yang mekar pada 10 April 2002 lalu. Kabupaten Kuta Kertanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 KM2 Â Â Â Â Â Â Â 18 Kecamatan dan 237 Kelurahan/Desa) dan memiliki jumlah penduduk 717.789 Jiwa (377.070 Jiwa laki-laki dan 340.719 Jiwa perempuan).
Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa terdapat setidaknya ada lima dasar pemerintah menetapkan wilayah di Kalimantan Timur menjadi ibu kota baru, alasannya adalah:
- Jauh dari resiko terjadinya bencana alam. BMKG menyatakan bahwa Kabupaten Penajam Pasir dan Kuta Kertanegara minim terkena bencana alam seperti tanah longsor, tsunami, banjir, kebakaran hutan, ataupun letusan gunung berapi.
- Lokasinya tergolong sangat strategis dan berada di titik tengah Indonesia sehingga memudahkan akses menuju Kalimantan Timur dari berbagai wilayah Nusantara.
- Lokasi ibu kota baru sangat berdekatan dengan daerah perkotaan besar seperti Balikpapan dan Samarinda.
- Infrastruktur yang relatif sangat memadai, dikarenakan wilayah Penajam Pasir dan Kuta Kertanegara dekat dengan wilayah Balikpapan dan juga Samarinda dan disana sudah ada dua Bandara Internasional.
- Terdapat lahan yang dimiliki oleh pemerintah dengan luas 180 ribu hektar. Adanya ketersediaan lahan yang luas dan semuanya milik pemerintah, akan mempermudah pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru.
Presiden juga menjelaskan mengapa pemindahan ibu kota urgent untuk dilakukan saat ini, alasan yang pertama karena beban Jakarta dinilai sudah tergolong sangat berat. Selama ini Jakarta sudah menjadi pusat pemerintahan, pusat perekonomian, dan pusat jasa. Hal ini menimbulkan dampak bahwa terjadi kepadatan di Jakarta, kemacetan, dan juga polusi udara yang tinggi bahkan DKI Jakarta ini menempati kota dengan polusi udara terburuk di dunia.
Alasan yang kedua karena beban pulau Jawa juga semakin berat. Disampaikan pemindahan ibu kota tidak bisa dilakukan juga di pulau Jawa karena beban semakin berat dengan masalah kepadatan penduduk. Penduduk di Jawa saat ini sudah mencapai 157 juta penduduk atau hampir 60 % dari total penduduk di Indonesia mencapai 267 juta penduduk.
Sebelumnya, acara pindah telah bergulir dari pemerintahan presiden Soekarno hingga SBY. Namun, ada sebuah kendala yang membuat pemerintah urung untuk memindahkan ibu kota. Dengan berjalannya waktu Presiden Joko Widodo mengumumkan pindahnya ibu kota. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemindahan ibu kota bukanlah salah satu kebijakan pokok pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pembangunan di Pulau Jawa dan pulau-pulau lain. Upaya yang lain pemerintah akan membangun infrastruktur industri dengan pengelolaan SDA dari berbagai pelosok daerah. Dan dipastikan pula bahwa pusat pemerintahan sudah akan berpindah di Kalimantan Timur, sedangkan Jakarta tetap menjadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa berskala regional dan global.