Beberapa kalangan awalnya berpendapat, Suu Kyi hanyalah seorang politikus pragmatis. Dia hanya berusaha tetap berkuasa di sebuah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.
Namun pembelaannya atas tindakan militer pada sidang Mahkamah Internasional di Den Haag, 2020 silam, dipandang sebagai sebuah titik balik. Reputasi Suu Kyi sebagai pejuang hak asasi manusia dan demokrasi, hancur di mata internasional.
Ironisnya, militer yang dia 'bela' di hadapan Mahkamah Internasional, justru mengkudeta pemerintahnya. Mata dunia kembali menyorot ke Burma. Aksi unjuk rasa menentang kudeta terus membesar. Korban berjatuhan. Polisi akhirnya membelot melawan junta. Tetapi militer dan partai oposisi juga terus berkonsolidasi. Â
Sejumlah pendukung militer terlihat merayakan kudeta. Mereka  berparade di  kota sambil memainkan alat-alat musik
Diceritakan Griffin Hotchkiss, ekspatriat Amerika yang telah tinggal di Myanmar  sekitar enam tahun, dia melihat arak-arakan kendaraan warga sipil pro-militer di jalan-jalan. Mereka memainkan musik . Di sisi lain, pendukung NLD terlihat marah di jalan-jalan.
Yang membuat dia terkejut, reaksi terhadap kudeta tak terlampau ekstrim. Dalam perjalanan ke Yangon, Hotchkiss mengatakan bahwa "selain beberapa kendaraan tentara di kompleks Balai Kota, tidak ada yang tampak hal  luar biasa". Tetapi tentu saja, cerita tentang kudeta di negeri seribu pagoda masih belum selesai.  (habis/***)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI