"Namun pusat (Kemendikbud Ristek) tetap menyediakan perangkat ajar seperti buku teks pelajaran, contoh modul ajar mata pelajaran, atau contoh panduan proyek Profil Pelajar Pancasila," katanya. Â Â
Mengkritisi Kurikulum Prototipe
Sekilas, Kurikulum Prototipe ini memberikan harapan baru bagi dunia pendidikan. Akan tetapi, pada hakikatnya, kurikulum ini adalah produk yang lahir dari rahim yang sama dengan kurikulum sebelumnya.
Sebagaimana perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi sebelumnya di negeri ini, Kurikulum Prototipe ini hanya berubah secara teknis. Apalagi perumusan Kurikulum Prototipe ini pun mendapat kritikan dari pemerhati pendidikan karena terkesan instan.
Praktisi pendidikan Indra Charismiadji mengaku belum pernah melihat naskah akademik dari kurikulum baru itu sehingga ia menilai belum ada kajian akademis dari pembentukannya, baik dari dasar filosofis, akademis, maupun pertimbangan lainnya. (republika.co.id). Padahal, kurikulum ini sudah diterapkan di 2.500 sekolah penggerak.Â
Kurikulum Prototipe mengarahkan guru untuk fokus pada materi esensial dengan adanya berbagai penyederhanaan di banyak aspek. Mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pada jenjang SD kelas 4, 5, dan 6 yang selama ini berdiri sendiri, pada Kurikulum Prototipe akan diajarkan secara bersamaan melalui IPAS.
Selanjutnya, di SMA yang sebelumnya terdapat penjurusan seperti IPA, IPS, dan Bahasa, pada Kurikulum Prototipe ada perubahan. Di kelas 10 pelajar hanya menyiapkan diri untuk menentukan pilihan mata pelajaran di kelas 11. Di kelas 11 dan 12 pelajar mengikuti mata pelajaran dari kelompok mata pelajaran wajib, dan memilih mata pelajaran dari kelompok MIPA, IPS, Bahasa, dan keterampilan vokasi sesuai minat dan bakat.
Apakah ada jaminan pengaturan ini akan membuat para peserta didik mampu menjadi pembelajar sejati? Atau justru membuat mereka makin tumpul dalam penguasaan ilmu pengetahuan? Apalagi untuk di SMK, dunia kerja sudah ditegaskan dapat terlibat dalam pengembangan pembelajaran. Artinya, dunia industri yang notabene dikuasai para kapitalis, makin mudah mengarahkan potensi anak didik agar bisa terserap menjadi praktisi (buruh) di dunia industrinya.
Adanya fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid, atau pembelajaran berorientasi murid di Kurikulum Prototipe ini juga rawan menghasilkan kesenjangan. Hal ini memang sejalan dengan filosofi kebebasan pada sistem ekonomi kapitalisme yang menghasilkan kesenjangan antara si kaya dan miskin.
Jika pembelajaran berorientasi murid ini tidak didukung sistem pendidikan yang benar (termasuk ketersediaan guru kompeten), meniscayakan terjadinya kesenjangan pendidikan. Walhasil, problem pemerataan kualitas pendidikan akan tetap ada, bahkan makin nyata. Â Dengan demikian, kurikulum ini masih diperlukan kajian mendalam untuk mengatasi masalah pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H