Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wisata Arkeologi Punden Lebak Cibedug

29 Mei 2024   15:47 Diperbarui: 31 Mei 2024   16:44 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
masih perlu penelitian lanjutan/dokpri

Hari ke-2 Lebaran (11/4/24), 2 Syawal 1445 H. Setelah menempuh lima jam perjalanan dari Jakarta, jam 11.40 kami tiba di Kampung Cibedug. Karena jalan baru saja dibeton dua minggu sebelumnya, perjalanan kami menuju ke Situs Lebak Cibedug relatif lancar. Kami menggunakan Commuter Line jurusan Rangkasbitung, turun di Stasiun Tenjo.  Rute ada di bagian akhir tulisan ini.

Situs Lebak Cibedug terletak di Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten. Situs ini akan mengingatkan kita pada Situs Gunung Padang di Cianjur, namun dalam skala yang lebih kecil.

Sebelum masuk ke situs, kami mendatangi rumah Abah Asbaji. Beliau adalah Ketua Kasepuhan Lebak Cibedug dan merupakan generasi ke-5 penjaga situs ini secara adat.

Rumahnya tidak jauh dari lokasi situs. Kita akan temukan susunan batu menhir yang  dikenal sebagai "tukuh" di samping rumah beliau. Keberadaan tukuh ini bisa menandakan pendirian atau perpindahan kampung yang mengikuti petunjuk leluhur (wangsit). Dari catatan arkeolog Pak Lutfi Yondri, ada 11 batu tukuh tersebar di kampung ini.

Bersama Abah Sabaji dan Kang Ahmad/dokpri
Bersama Abah Sabaji dan Kang Ahmad/dokpri


Abah Sabaji menerima kami bersama Kang Ahmad, anak laki-laki pertamanya. Kang Ahmad merupakan pegawai BPCB Banten atau yang sekarang dikenal dengan nama Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VIII. Beliau adalah calon penjaga adat kasepuhan generasi ke-6.

"Sudah ada 5 pendahulu Abah. Mereka adalah Abah Sarmanah (1), Winatajaya (2), Askam (3), Astara (4), baru Abah" kata Abah Sabaji dalam bahasa Sunda. Makam Abah Sarmanah ada di kampung itu.

J.W.G. Prive, kontrolir Belanda menemukan situs ini tahun 1896.  Adalah Van Tricht yang menulis tentang situs ini dan terbit di majalah Jawa (1929) (Sumber: Tirto, 23 Feb 2023).

Situs ini mulai dikenal pada tahun 1930-an. Jika tahun 2024 saja, kami masih relatif sulit menjangkau situs ini, bagaimana dengan Prive dulu ketika daerah ini masih hutan belantara?

Batu bedug (kanan atas) dan aneka bentukan batu/dokpri
Batu bedug (kanan atas) dan aneka bentukan batu/dokpri

Hari Tabu dan Ziarah

Kami beruntung datang pada hari Kamis. Karena hari Selasa dan Sabtu adalah hari tabu untuk masuk ke situs.

Kang Ahmad dan dua warga lokal lainnya menemani kami menjelajahi lokasi situs. Selain kami, juga ada rombongan keluarga sekitar 7 orang. Namun tak lama kemudian mereka keluar lagi. Ternyata mereka bermaksud berziarah dan harus menemui Abah.

Lokasi "ziarah" berada dalam cungkup bangunan kayu diselubungi kain merah putih. Ziarah akan memerlukan tata cara tersendiri dengan bantuan ketua kasepuhan.  

Karena tujuan kami bukan berziarah, maka kami tidak diperbolehkan masuk, namun boleh mengambil gambar dari luar. Terdapat susunan batu tua dalam cungkup dengan 4 batu menhir di tiap sudutnya. Di kaki batu menhir terbesar ada ratusan koin logam peziarah.

Menurut Kang Ahmad, Abah dan tetua kampung akan melakukan ritual di sini menjelang Seren Taun, yaitu prosesi rangkaian upacara adat menjelang panen padi. Kampung ini subur sekali. Kita akan menemukan cukup banyak lumbung padi (Leuit) tersebar di sini.

Lokasi situs dan kampung Cibedug dikelilingi perbukitan yang ditutupi hutan. Kami senang ketika mengetahui bahwa hutan ini sudah masuk dalam Penetapan Status Hutan Adat dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cibedug dengan luas 1.268 hektar pada tanggal 23 Desember 2022.

Batu Bedug 

Kami menjelajahi setiap teras dari 9 tingkat punden berundak ini. Situs dengan ketinggian elevasi sekitar 877 meter (mdpl) ini diperkirakan berasal dari masa neolitikum yaitu 2500-1500 SM. Pada masa ini, manusia telah mengenal cara bercocok tanam, beternak dan ritual penghormatan kepada nenek moyang.

"Letak situs ini berada di lereng Pasir Manggu dengan luas sekitar 2 hektar. Posisi arahnya ke arah timur-barat. Di utara dan selatan, situs ini berbatasan dengan Kali Cibedug, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan kali dan dusun Cibedug, serta Gunung Pasir Manggu di sebelah timur" tulis Lutfi Yondri dalam Budaya Megalitik di Kawasan Lebak Cibedug (2012).

Kang Ahmad menunjukkan Batu Bedug. Menurutnya, masyarakat percaya bahwa batu ini pernah mengeluarkan suara serupa beduk ditabuh. Tampaknya hal tersebut yang menginspirasi penamaan situs ini.

Susunan batu menhir di lokasi ini amat menarik. Di setiap sudut teras punden, terdapat batu melintang ke arah luar. Seperti untuk penanda sudut. Namun dari arah bawah, kelihatannya seperti meriam kecil.


masih perlu penelitian lanjutan/dokpri
masih perlu penelitian lanjutan/dokpri

Lalu ada batu gores, dengan bentuk goresan yang masih belum terpecahkan maknanya. Selain itu terdapat batu tumpeng, batu dakon dan susunan batu seperti kursi, termasuk  di daerah sumur yang dipercaya sebagai tempat bertapa.

Lubang sumur di area bawah situs ini termasuk dangkal. Diameternya sekitar 50 cm dan kedalaman kurang dari 1 meter. Terdapat serakan lempengan batu di daerah ini..

Mengutip "Bangunan Suci Sunda Kuna" oleh Agus Aris Munandar, dkk, di beberapa situs yang dianggap sakral, biasanya terdapat kolam atau sumur yang airnya digunakan untuk keperluan penyucian diri dan upacara menyeru kepada para hyang.

Yang menarik adalah bentukan batu ini dilengkapi dengan keterangan berupa QR code. Karena tidak ada sinyal, hp saya tidak bisa memindai kode tersebut.

Yang selalu menjadi pertanyaan adalah cara dan makna leluhur kita menyusun batu tersebut. Misalnya, di puncak tertinggi teras punden. Kita akan menemukan tiga buah batu pipih yang peletakannya akan mengingatkan kita akan jarum kompas. Demikian pula dengan susunan batu dan peletakan menhir di beberapa lokasi di situs ini. Kami masih belum menemukan informasi untuk menjawabnya.

Gambaran jalan ke Situs Lebak Cibedug. Diella Dachlan/dokpri
Gambaran jalan ke Situs Lebak Cibedug. Diella Dachlan/dokpri

Tips Perjalanan

Citorek sempat viral karena ada spot di atas awan. Tapi lokasinya berbeda arah dengan ke situs Lebak Cibedug. Dari Stasiun Tenjo, kami memutuskan mengambil Grab mobil (sekitar 50 ribuan) hingga di pertigaan Jasinga.

Lalu kami menggunakan angkot sampai ke Pasar Gajrug, Jasinga. Di sana terdapat mobil carry yang membawa penumpang. Tapi rutenya hanya sampai ke Citorek luar via Cipanas. Jadi pilihannya sewa (lumayan mahal, supir minta 250 ribu untuk sekali jalan, mungkin karena Lebaran). Menurutnya, setelah jam 12 siang, sudah tidak ada mobil yang ma uke arah Citorek, apalagi ke situs. Naik ojek motor juga bisa, tapi kalau berdua, jatuhnya lebih mahal dan ada resiko kehujanan.

Dari Rangkasbitung juga ada elf ke Citorek. Tapi hanya sampai luar dan sangat terbatas unitnya.

Jalan menuju situs separuh beton, tapi masih banyak jalan berbatu.Pemandangannya sangat bagus. Lebar jalan hanya cukup untuk mobil carry. Belum lagi kalua hujan, ada potensi longsor dan sangat licin. Kalau memutuskan ke situs ini, siapkan peralatan dan makanan cukup, kalau harus menginap di sini.

Selamat berpetualang.

Tulisan: Diella Dachlan
Foto: Diella Dachlan, Bimo Tedjokusumo

Sumber:

Anjany, S. M., Mahzuni, D., & Mulyadi, R. M. (2021). KUASA KETUA ADAT PADA PROSESI UPACARA ADAT SEREN TAUN (di kasepuhan Cipta Mulya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). Metahumaniora, 11(3), 268-281.

Munandar, A. A. (2011). Bangunan Suci Sunda Kuna.

Yondri, L., & Lubis, N. H. (2016). Menggali Nilai-nilai Luhur Masyarakat Masa Lalu dari Tinggalan Budaya Materi Studi Kasus Media Pengagungan Arwah Leluhur. Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research, 8(2), 139-154.

Yondri, L. (2009). MONUMEN MEGALITIK DAN TRANSPORTASI BAHANNYA: Analisis Terhadap Beberapa Faktor Yang Berpengaruh. Berkala Arkeologi, 29(1), 1-12.

Sukendar, H. (1993). Arca Menhir di Indonesia (Fungsinya Dalam Peribadatan), Disertasi Universitas Indonesia, Jakarta,(tidak diterbitkan).

Lebak Cibedug : Monumen Beribadatan Nenek Moyang

Bpcb Banten, 7 April 2021, https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/lebak-sibedug-monumen-beribadatan-nenek-moyang/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun